Sabtu, 22 Oktober 2016

You & Me #8


Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`
"Ayolah, Young. Berpikir !!"

Akhirnya Young Me memilih untuk duduk di tepi tempat tidur yang berhadapan dengan sofa. Menatap wajah pria itu sebentar lalu menyentuh pundaknya; membangunkan.

Hanya dengan satu sentuhan, pria itu perlahan bangun dan melihat ke arahnya.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Young Me ingin bertanya dengan nada biasa dan pelan tapi justru terdengar sedikit ketus dan datar. Ekspresinya pun sama datarnya.

"Menemuimu."

Pria itu terlihat masih berusaha mengumpulkan nyawa dan kemudian benar-benar menatap gadis dihadapannya.

"Aku ingin menemuimu. Dan.."

"Mengambil kembali jas ku."

Dia melihat jas hitam yang berada di atas meja rias, jas yang Young dapat dan kenakan tadi malam.

"Jas itu milikmu?"

"Aku tidak tega melihatmu kedinginan seperti tadi malam. Lagipula pakaian yang kau kenakan juga terbuka."

"Bagaimana kau tahu aku ada disini?"

"Aku tidak bisa memberitahu."

"Kalau begitu keluarlah."

"Kau marah padaku?"

"Kau sendiri?"

"Entahlah."

"Kalau begitu jawabanku sama."

~Hening~

Mereka sama-sama terdiam.

Young mengalihkan pandangan dan menatap ujung bed cover yang ia mainkan.

Sedang pria dihadapannya itu terus menatapnya.

"Maaf."

Suara pria itu.

"Untuk?"

"Untuk kesalahanku karena membuatmu kesal."

"Bukankah kau yang sebenarnya tengah marah padaku?"

"Benar. Tapi kau sudah mengatakan maaf, bukan?"

"Jadi kau tidak lagi marah?"

"Hm."

"Baiklah. Berarti semuanya selesai, bukan?"

"Selesai?"

"Aku tidak ingin mengganggumu dan sudah aku katakan saat di rumah sakit jika aku hanya ingin meminta maaf, setelah itu jika kau tidak ingin melihatku lagi maka aku akan menjauh."

"Lalu?"

"Aku pikir jika memang kau ingin hubungan kita berakhir, maka semuanya selesai. Karena yang terpenting adalah kau memaafkanku."

"Lalu?"

"Oppa.."

Kenapa pria itu berubah jadi menyebalkan? Ralat. Dia memang selalu menyebalkan.

"Jika..."

Donghae bergerak maju. Lebih tepatnya, beralih dari sofa dan kemudian berjongkok dihadapan sang kekasih (apa mereka masih sepasang kekasih? #digetokYoungMe )

"Aku memaafkanmu dan ingin agar hubungan kita tetap berlanjut. Bagaimana?"

Dia menggenggam tangan Young Me dan menatap matanya, walaupun gadis itu memilih melihat ke arah lain.

"Itu keputusanmu. Tapi aku pikir aku juga perlu membuat keputusan."

"Keputusan apa kau akan tetap bersamaku atau berpisah? Keputusan seperti itu?"

"Ya."

"Kalau begitu katakan sekarang. Karena aku juga sudah berada dihadapanmu maka kau hanya perlu mengatakannya."

Gadis itu akhirnya balik menatapnya.

"Aku belum menentukan."

"Kalau begitu tentukan sekarang. Aku akan menunggu."

"Tidakkah lebih baik jika kau pergi saja? Jika aku sudah memutuskan, aku akan mengatakannya."

"Tidak. Aku akan menunggu saja. Lagipula, anggap saja kau memberiku kesempatan terakhir untuk berada dekat denganmu seperti ini, jika memang ternyata kau ingin berpisah."

Young Me diam dan kembali mengalihkan wajah, membiarkan Donghae tetap dengan posisinya dan tetap menggenggam tangannya.

Dia bingung, dia merasa dipermainkan.

Donghae marah padanya, menjauh dan tidak pernah menghubungi, lalu kemudian pria itu mengalami kecelakaan, dia datang karena ingin menjaga dan juga meminta maaf. Setelah sadar pria itu tidak merespon apa-apa, bahkan terang-terangan menunjukkan jika dia masih marah.

Lalu sekarang, saat dirinya mulai merasa ragu akan kelanjutan hubungan mereka -bukan hanya karena merasa bersalah tapi juga takut jika dia akan mengulang kesalahan yang sama-, dan bahkan sempat berpikir untuk berpisah -tidak peduli jika Donghae tidak menginginkan perpisahan- dengan seenak hati pria itu datang, mengatakan jika dia sudah memaafkannya lalu ingin melanjutkan hubungan.

Apa? Sebenarnya apa yang ia inginkan? Jika memang dia tidak berpikir untuk mengakhiri segalanya akan lebih jika dia mengatakannya saat di rumah sakit, bukan? Tanpa harus membuat sang gadis sakit hati dan justru berbalik marah.

"Sejak kapan kau memaafkanku?"

"Entahlah. Sejak awal saat kita mulai menjauh?"

"Lalu kenapa kau tidak mengatakan jika kau sudah memaafkanku saat di rumah sakit?"

"Aku merasa kesal saat itu."

"Padaku?"

"Bukan. Tapi aku justru meluapkannya padamu. Disitu letak kesalahanku."

"Apa kau tahu, oppa? Sebelumnya yang ku inginkan hanya meminta maaf lalu membiarkanmu memutuskan walaupun sebenarnya aku sangat berharap hubungan kita tetap berlanjut. Tapi setelah hari itu, kau membuat pemikiranku sedikit berubah. Aku jadi ragu apakah aku masih ingin bersamamu atau justru ingin berpisah."

Pria itu diam mendengarkan gadis yang masih setia untuk tidak menatapnya itu, seperti dirinya yang setia dengan posisi yang masih sama walaupun kakinya mulai merasa lelah dan kepalanya sedikit pusing.

Jangan lupakan fakta bahwa pria itu adalah buronan rumah sakit yang berarti keadaannya masih tidak stabil.

"Dan sekarang kau datang tiba-tiba dan mengatakan kau memafkanku. Kau juga ingin kita untuk tidak berpisah. Apa kau bisa menebak bagaimana perasaanku, oppa?"

"Maaf, aku benar-benar meminta maaf. Karena itulah aku kemari, aku tidak ingin membuat kesalahan lain dengan ceroboh yang dapat membuatku kehilanganmu, Young."

"Jika kau mengatakan ini dirumah sakit maka sudah pasti aku akan memelukmu dan mengatakan terima kasih karena hubungan kita tidak berakhir. Tapi sekarang? Aku bahkan berpikir kau tidak serius saat ini dan berniat mempermainkanku."

"Aku tahu. Aku tahu kau berpikiran seperti itu. Tapi aku sama sekali tidak berniat mempermainkanmu."

"Jadi aku ingin kau menatapku sekarang dan katakan apa keputusan yang kau pilih."

"Tidak. Menatap matamu akan membuatku semakin bingung."

"Kau lebih membuatku bingung dengan tetap seperti ini dan juga air matamu itu, Young !"

Donghae menunduk, berbicara dengan intonasi tinggi membuat kepalanya semakin pusing. Beruntung Young Me masih mengijinkannya menggunakan pahanya sebagai tumpuan.

"Kalau begitu pergilah jika tidak ingin melihatku menangis dihadapanmu."

"Sudah ku katakan aku tidak akan pergi sebelum kau memberi keputusan."

"Jangan bersikeras, oppa !!"

Merasa kesal, Young Me dengan cepat mengalihkan wajah dan menatap Donghae.

Namun ternyata dia mendapati pria itu tengah menunduk dan memegang kepalanya.

"Apa? Ada apa? Kepalamu sakit?"

Tanpa sadar dia langsung turun dan memposisikan tubuhnya disamping Donghae. Ikut menyentuh kepala pria itu.

"Oppa. Apa yang sakit? Katakan padaku. Kau perlu meminum obat?"

Dia bahkan lebih panik dari Donghae.

"Oppa !! Katakan sesuatu !!"

Tangannya menangkup kedua pipi Donghae, mendapati pria itu dengan ekspresi kesakitannya. Tapi dia hanya diam tanpa berkata apapun.

"Young."

"Ya? Apa? Katakan sesuatu."

Air matanya jadi semakin mengalir deras. Dia tanpa sadar menunjukkan perasaannya yang sebenarnya . Sikapnya yang seperti itu sudah cukup memperjelas keputusan apa yang ia ambil.

"Kita ke rumah sakit, eoh? Aku akan meminta bantuan petugas resort."

Young Me berniat bangkit sebelum Donghae mencekal tangannya.

"Diamlah."

"Tetap disini."

Suaranya terdengar sangat lirih.

"Tapi kau kesakitan."

Gadis itu kembali mengusap kepala Donghae. Seraya terus memperhatikan ekspresi wajahnya, apa dia masih merasa kesakitan atau tidak.

"Aku... baik-baik saja."

Pria itu meraih tangan Young Me yang ada di atas kepalanya. Memeluk gadis itu kemudian.

"Masih terasa sakit? Jika masih kita lebih baik ke rumah sakit. Aku takut keadaanmu memburuk. Kau kan seharusnya masih dirawat."

Bibirnya bahkan tidak bisa berhenti bicara dengan tangan mengusap punggung pria yang menenggelamkan wajah ke lehernya itu.

"Atau ada obat yang harus kau minum? Untuk mengurangi rasa sakitnya?"

"Diamlah, Young."

"Tapi oppa keadaanmu-"

"Aku baik-baik saja, sayang."

Kata 'sayang' yang keluar dari bibir Donghae seakan menyadarkan Young Me dari semua tindakannya barusan.

"Ehm, oppa."

Dia perlahan melepas pelukan Donghae.

Bukankah seharusnya dia melanjutkan sikap acuhnya? Lalu kenapa dia membiarkan pria itu memeluknya?

"Sudah ku katakan kau lebih baik pergi. Mungkin kembali saja ke rumah sakit."

Suaranya dibuat sedatar mungkin. Dia sadar Donghae pasti tengah tersenyum senang karena tingkahnya tadi.

"Aku rasa kau sudah menentukan keputusanmu, bukan?"

"Belum. Pergilah saja, aku ingin istirahat."

Dia bahkan tidak berani menatap mata Donghae.

"Benarkah? Lalu kenapa kau panik sekali tadi? Kau khawatir padaku?"

"Aku memang khawatir tentang keadaanmu kan? Tapi bukan berarti aku sudah mempunyai keputusan."

"Baiklah, apa katamu saja. Tapi bisakah aku memelukmu lagi? Anggap saja kau adalah obat yang sedang aku perlukan sekarang."

Pria itu memajukan wajah; memastikan Young Me melihatnya. Tidak lupa dengan memasang ekspresi memohon.

Sementara gadis itu tengah berjuang agar semburat merah tidak memenuhi wajahnya.

"Tapi berjanjilah untuk segera pergi setelah kau memelukku."

"Ya, aku berjanji."

Tanpa menunggu lama pria itu kembali menarik dan memeluk Young Me. Tidak lupa sedikit merubah posisinya, memastikan dirinya dan gadis itu merasa nyaman.

Setelah berhari-hari tidak bertemu dan melihat wajah gadis itu, sekarang akhirnya dia bisa kembali memeluknya. Melampiaskan semua kerinduannya.

"Aku tahu kau pasti sangat kesal padaku. Begitupun juga aku, Young. Kau seperti merusak kepercayaan yang ku berikan."

Young Me diam. Mungkin pria itu tengah melampiaskan amarahnya dengan cara lain.

"Kau juga pasti membenciku karena aku bersikap kasar pada seniormu itu. Aku tidak terima jika ada pria lain mengakuimu sebagai kekasihnya."

"Kau milikku dan sampai kapanpun akan tetap jadi milikku."

"Lalu saat aku tengah benar-benar merindukanmu karena waktu bertemu kita yang sedikit, tiba-tiba aku menemukanmu bersama pria lain. Kau menggenggam tangannya, merangkul lengannya, bahkan lebih memilih menatapnya dibanding menatapku."

"Sikapmu membuatku benar-benar naik pitam, terlebih kau bersikap seakan tidak mengenaliku. Aku tidak tahu apa alasanmu melakukan semua itu, yang pasti kau berhasil membuatku hilang kendali."

"Aku bahkan berniat menarik tanganmu paksa dan menyeretmu pergi dari sana lalu ikut bersamaku. Beruntung aku masih bisa menahan untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa menyakitimu, Young."

"Saat Leeteuk hyung mengatakan kau menunggu di apartemenku setelah kejadian itu, aku sedikit tidak percaya. Maksudku, kau melakukan kesalahan lalu untuk apa kau berniat menemuiku? Meminta maaf? Bukankah itu terdengar aneh?"

"Juga saat hyung mengatakan jika semua ini hanya salah paham. Salah paham dari segi mana saat kau terang-terangan mengatakan kau tidak mengenalku dan bahkan lebih memperdulikan pria itu yang terluka karena pukulan ku? Padahal kau juga melihat jika aku menerima luka yang sama."

"Aku berubah jadi orang yang kehilangan akal sehat. Sebagian dari diriku ingin cepat pergi menemui, memintamu menjelaskan semua dan walaupun jika semuanya memang kesalahanmu aku akan tetap memaafkannya. Tapi sebagian lagi memaksaku untuk tetap diam dan bahkan mencoba untuk melupakanmu. Kau tahu jika aku menderita seperti itu?"

Donghae mengatakan semua hal yang membebani pikirannya selama ini. Semua kekesalan yang ia rasakan, semua pertanyaan yang ingin ia utarakan pada Young Me, juga semua rasa rindu yang ia tahan semenjak hari itu.

"Dan sekarang, apa penjelasanmu? Kau hanya meminta maaf tanpa menjelaskan apapun saat di rumah sakit."

Pria itu melepas pelan pelukannya dan menatap sang kekasih. Mendapati gadis itu tengah berlinang air mata. Dia diam sedari tadi karena tidak ingin menunjukkan jika ia menangis.

"Kau menangis? Karena apa? Kau merasa bersalah? Atau karena merasa sedih dengan pernyataanku?"

Donghae mengusap pipi Young Me yang basah. Lalu sedikit mendorong tubuh gadis itu agar bersandar pada sisi ranjang; membuatnya nyaman.

"Aku merasa bersalah. Aku dengan bodohnya melakukan sesuatu tanpa berpikir tentangmu. Aku tidak memikirkan resikonya. Kau selalu percaya padaku dan aku dengan ceroboh menyalahgunakannya."

"Aku tidak berniat melakukan kesalahan yang seakan menyebabkan pertengkaran hebat terjadi untuk pertama kalinya selama 4 tahun hubungan kita."

"Aku sedih melihatmu hari itu. Kau tidak pernah semarah itu sebelumnya, walaupun kau membuatku takut tapi aku hanya ingin menemuimu dan meminta maaf sekaligus berniat mengobati lebam di wajahmu. Aku tidak peduli jika saat itu kau akan memarahiku habis-habisan atau bahkan mengusirku dari sana."

"Lalu kenapa kau tidak mencoba menemuiku lagi setelah hari itu?"

Donghae menyampirkan rambut Young Me yang jatuh menutupi wajah karena posisi gadis itu yang menunduk. Sengaja menutupi wajahnya yang kembali basah.

"Aku jadi tidak berani. Leeteuk oppa juga mengatakan mungkin kau memerlukan waktu untuk sendiri dan aku tidak ingin mengganggumu. Lagipula saat itu aku jatuh sakit dan oppa mengurungku di apartemen. Aku menghubungimu tapi selalu kau abaikan dan aku tidak bisa keluar untuk menemuimu."

"Baiklah, aku mengerti. Sekarang bisa kau hentikan tangisanmu? Semarah apapun aku, aku tidak bisa melihatmu menangis seperti ini. Karena itu hanya akan membuat hatiku semakin sakit."

"Maaf, oppa. Aku benar-benar tidak berniat mengkhianatimu. Karena itu jika kau memang ingin hubungan kita berakhir, aku akan menerimanya."

"Kenapa berkata seperti itu? Bukankah sudah ku katakan aku tidak ingin kita berpisah?"

Dia menangkup wajah Young Me dan mengangkatnya.

"Aku merasa tidak pantas. Aku bukan gadis yang tepat untuk pria sebaik dirimu, oppa. Aku sudah bersalah tapi kau masih memaafkanku dan tidak mengakhiri hubungan kita."

"Itu karena aku mencintaimu. Aku yang akan menilai kau pantas atau tidak untukku. Aku juga yang bisa menilai kau gadis yang tepat untukku atau tidak."

"Kau memang melakukan kesalahan dan sampai sekarang aku tidak tahu apa alasanmu melakukannya. Tapi kau mengakuinya dan setidaknya aku tahu jika kau berusaha meminta maaf. Itu sudah sangat cukup. Lagipula kau masih mencintaiku, itu yang terpenting."

"Benarkan? Kau masih mencintaiku?"

"Tentu saja. Kenapa bertanya seperti itu."

Young Me menyingkirkan tangan Donghae dari wajahnya. Merasa kesal karena pria itu meragukan perasaanya.

Sedang sang kekasih tengah tersenyum karena tingkahnya itu.

"Jika begitu kenapa masih saja membicarakan tentang perpisahan di depanku?"

"Karena aku takut. Kau tidak khawatir aku melakukan kesalahan yang sama? Aku juga takut jika suatu saat kembali mengulangnya."

"Aku tidak takut, lagipula aku tahu kau melakukan kesalahan itu karena tujuan lain bukan karena ingin mengkhianatiku. Aku percaya padamu. Jadi aku harap kau bisa menjaga kepercayaanku dan aku juga akan melakukan hal yang sama."

"Benarkah?"

"Tentu saja."

"Maaf, aku benar-benar berjanji tidak akan mengulang kesalahan yang sama."

"Kita. Kita akan berjanji untuk saling menjaga kepercayaan satu sama lain dan tidak melakukan sesuatu yang bisa merusak hubungan kita. Arra?"

Donghae menggenggam kedua tangan Young Me dan mengangkatnya; meminta gadis itu berjanji bersamanya.

"Arraseo."

Gadis itu tersenyum.

Semua rasa kesal dan ketidakyakinannya menguap lalu menghilang. Memiliki pria dihadapannya itu sebagai kekasih bak sebuah anugerah.

Donghae benar-benar mengerti dan bisa menerima dirinya apa adanya. Pria yang bahkan masih bisa mentolerir kesalahan besar yang ia lakukan.

"Kau tidak ingin memberitahuku kenapa kau meninggalkan rumah sakit? Bukankah kau masih harus dirawat?"

"Aku bosan disana. Lagipula aku harus memesan kamar di resort ini untukmu, lalu meminta bantuan Leeteuk hyung sekaligus memberikan tiket resort padanya, lalu meminta bantuan pekerja disini untuk menyiapkan hidangan makanmu lalu aku juga harus menjaga dan mengawasimu langsung kan? Aku tidak bisa melakukan semuanya jika aku masih berada di rumah sakit."

"Jadi? Semua ini adalah idemu? Leeteuk oppa mengatakan dia yang menyiapkan liburan ini, semuanya bohong?"

"Aku yang memintanya berbohong padamu."

"Haish. Kalian sama saja !!"

"Hei, jika aku tidak melakukannya mana mungkin kau akan menerima tawaran berlibur ini?"

"Kau benar. Jika aku tahu semua ini adalah rencanamu maka aku pasti akan menolaknya dan memastikan kau tidak muncul lagi di hadapanku."

"Benar. Karena itu aku tidak akan membiarkannya. Kau pikir bagaimana bisa aku masuk ke kamarmu tanpa kau ketahui?"

"Ah, matta. Aku ingin tahu bagaimana bisa kau ada disini padahal aku tidak lupa untuk mengunci pintunya tadi."

"Tentu saja karena aku memiliki kunci yang sama dengan milikmu. Jika mau aku bisa saja memasuki kamar ini tadi malam saat kau tidur."

"Heish."

Gadis itu mengulurkan tangan ke belakang, berusaha meraih tas yang berada di ranjang.

"Lagipula apa saja yang kau lakukan di luar? Kau kembali ke kamar pukul 10 bukan?"

"Aku hanya jalan-jalan. Kau tahu aku sangat menyukai pantai."

"Lalu apa jadinya jika aku tidak memberimu jas itu? Kau pasti sudah terserang flu sekarang."

"Aku tidak peduli. Lagipula aku kan liburan disini, dan aku juga sendirian. Tidak akan ada yang tahu jika aku sakit."

"Memang. Dan kau akan berhasil membuatku kembali marah jika itu terjadi."

Donghae bergerak mundur dan menyandarkan tubuhnya di kaki sofa.

Posisi mereka berdua yang masih duduk di lantai membuat tubuhnya sedikit pegal.

"Duduklah di sofa. Punggungmu pasti sakit, kan?"

"Kau jadi lebih perhatian sekarang, Young."

"Tentu saja ! Pria yang baru saja mengalami kecelakaan lalu seharusnya masih dirawat di rumah sakit tapi kemudian kabur seperti mu tentu saja membuatku lebih perhatian !"

"Jangan khawatir. Keadaanku baik-baik saja."

"Terus saja berkata seperti itu."

Young Me bangkit, mendekati meja rias dan mengambil botol mineral yang ada di sana.

Membuka tutupnya lalu menyerahkan pada Donghae.

"Kau pasti tidak membawa obat apapun."

"Tentu saja. Yang ku pikirkan hanya lekas pergi sebelum Donghwa hyung kembali."

Dia meletakkan botol mineral yang sudah ia minum setengahnya ke sofa. Lalu meraih tangan Young Me yang gadis itu ulurkan, ia memintanya untuk berdiri.

"Lalu kau tidak menghubungi siapapun? Eomma pasti khawatir."

"Eomma tahu jika aku menemuimu, jadi dia merasa tenang karena kau pasti akan menjagaku."

Donghae duduk dan bersandar di kepala ranjang. Mengikuti apapun yang diminta sang kekasih.

"Tapi kita akan kembali ke rumah sakit, bukan? Kau benar-benar masih memerlukan perawatan, oppa."

"Baiklah, jika kau yang memintanya aku akan menuruti. Selama kau ikut dan menjagaku disana."

"Ya. Aku tentu akan menjagamu."

Young Me memastikan Donghae nyaman bersandar dengan bantal yang ia gunakan sebagai pengganjal punggungnya.

"Kau sudah makan sesuatu?"

"Belum."

"Tapi kau bisa memesan hidangan sarapan untukku, lalu kenapa tidak menyiapkannya sendiri untukmu?"

"Aku tidak lapar. Lagipula aku lebih memikirkanmu daripada diriku sendiri."

"Arra ! Katakan saja jika semua tentangku lebih penting daripada apapun, bahkan dari keadaanmu sendiri yang sedang lemah seperti ini !!"

Donghae terkekeh.

Mendengar Young Me menggerutu karena mengkhawatirkan keadaannya benar-benar membuatnya merasa nyaman.

Demi apapun, tidak ada obat, dokter atau perawatan apapun yang ia butuhkan sekarang. Walaupun tubuhnya lemah tapi berada di dekat Young Me entah kenapa berhasil membuat tubuhnya menguat.

"Kau berkali-kali lipat lebih ampuh dari obat atau pereda rasa sakit manapun, Young. Keadaanku akan langsung membaik begitu berada di dekatmu."

Donghae mengusap kepala Young Me yang sibuk menunduk memperhatikan ponselnya.

"Aku tahu. Aku akan pesan sesuatu, kau harus memakannya, eoh?"

"Jika kau menyuapiku."

"Ey, baiklah. Aku akan memesan sup, bagaimana?"

"Arrghh, berhenti menjejaliku dengan sup, Young."

Donghae dengan perlahan merebahkan tubuh dan menarik selimut hingga menutupi kepalanya; protes.

"Berhenti bertingkah kekanakkan."

Gadis itu tertawa lalu berusaha menyingkap selimut agar dapat menatap sang kekasih.

"Pesankan saja yang lain."

"Baiklah. Daging? Atau ikan?"

"Daging saja."

"Arraseo, tuan Lee."

~TBC~
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar