Sabtu, 22 Oktober 2016

You & Me #6


Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`
"Oppa."

"Bagaimana keadaanmu?"

"Aku baik-baik saja. Kenapa bertanya seperti itu?"

"Tidak. Aku hanya khawatir kau sedang tidak dalam keadaan baik."

Young Me meletakkan ponsel ke atas meja makan setelah mengaktifkan mode loud speaker dan berjalan menghampiri lemari pendingin.

"Young?"

Suara Hyukjae yang terdengar dari ponselnya kembali muncul.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana keadaan ajhuma?"

Pria itu menghubunginya karena dia baru saja kembali dari Jepang setelah mengantar sang ibu kesana.

"Dia baik. Kau tidak sedang sakit, kan?"

"Tidak."

"Baguslah. Aku hanya merasa tidak enak karena bukannya menemuimu setelah hari itu tapi justru pergi ke Jepang."

"Tidak apa. Lupakan saja masalah itu."

"Benarkah? Aku benar-benar merasa bersalah, Young. Maaf."

"Sudahlah, oppa. Lagipula semuanya sudah terjadi."

"Lalu bagaimana dengan Donghae?"

"Aku belum bertemu dengannya. Dia berusaha untuk menghindariku sepertinya."

Dia memperhatikan jam yang tertera di ujung layar ponsel. 20:18 PM.

"Sudah lima hari bukan? Kau benar-benar belum bertemu dengannya?"

"Hm. Leeteuk oppa mengganti password apartemenku jadi aku tidak bisa keluar untuk menemuinya."

"Benarkah? Aku tadi tanpa sengaja bertemu dengannya. Aku berniat menceritakan tentang kejadian hari itu tapi dia terlihat tidak senang dan memilih untuk segera pergi."

"Beritahu alamat apartemennya dan aku akan menemuinya nanti."

"Untuk apa? Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu atau padanya."

"Aku hanya mengatakan jika ini semua adalah salahku. Kau hanya berniat membantu dan aku harap dia tidak terus-menerus marah padamu."

"Tidak perlu, oppa. Aku akan mengatasinya sendiri."

"Apa kau yakin?"

"Ya. Bisakah kita bicara lagi lain kali, oppa? Aku ingin istirahat."

"Ba-baiklah. Tidurlah sekarang. Selamat malam."

~

Waktu menunjukkan pukul 11 malam sekarang, Young Me tengah membuat minuman hangat di dapur. Setelahnya gadis itu segera meminum obat yang diberikan Dokter Park-dokter keluarganya-yang mendatangi apartemennya bersama Leeteuk kemarin malam.

"Apa dia benar-benar marah?"

Dia mengaduk-aduk minuman seraya duduk di meja makan.

Pandangannya tertuju pada ponsel yang ia letakkan dihadapannya, berharap ada pesan atau panggilan dari Donghae. Hal yang ia tunggu selama beberapa hari ini.

"Oppa, aku merindukanmu."

Memandangi wajah pria itu yang menjadi wallpaper di layar ponselnya.

"Eoh?"

Dia bergegas berdiri saat mendengar suara pintu yang terbuka. Walaupun kemungkinan besar seseorang yang datang itu adalah Leeteuk tapi ia tetap berharap yang datang adalah sang kekasih.

"Ada apa?"

Suaranya terdengar malas dengan wajah datar, berbanding terbalik dengan sang kakak yang nampak sedikit... panik?

"Ambil jaketmu. Ikut denganku sekarang."

"Kemana? Bukankah kau melarangku untuk pergi?"

"Jangan banyak bertanya. Lakukan saja!"

Nadanya terdengar aneh. Apa ada masalah?

"Cepatlah, Young."

Leeteuk sedikit mendorong tubuh sang adik agar segera berlalu ke kamarnya.

~

"Ada apa, oppa? Dan kita akan pergi kemana?"

"Aku akan menjawabnya nanti, tapi bisakah kau diam sekarang?"

"Haish."

Mendengus kesal dan memilih untuk memperhatikan jalanan.

Jalanan malam yang tampak tidak terlalu ramai, jalanan yang menampilkan orang dan mobil berlalu-lalang hingga akhirnya pemandangan itu menghilang saat mobil sang kakak memasuki area sebuah gedung.

"Ada apa? Kenapa kita ke rumah sakit?"

Kenapa ada perasaan tidak menyenangkan tiba-tiba menyerangnya?

"Turunlah."

Pria itu membuka pintu disamping Young Me dan berniat meraih tangannya.

"Katakan dulu padaku !!"

"Kalau begitu turunlah !! Kau akan segera tahu nanti."

"Tidak. Aku tidak mau."

Dia menyilangkan kedua tangan dan memasang wajah kesal.

"Donghae."

Satu kata yang berhasil membuatnya menoleh.

"Donghae ada di dalam."

"Apa terjadi sesuatu padanya?"

Suara Young Me mengecil dan terdengar sedikit parau.

"Kau akan tahu nanti. Sekarang turun dan masuklah dulu, eoh?"

Suaranya melembut dan menggenggam tangan sang adik yang terdiam menatapnya.

Menarik pelan agar turun dari mobil dan membawanya kedalam. Mereka berjalan mendekati sebuah ruangan yang terdapat Donghwa di depannya.

"Oppa?"

"Young."

"Ada apa? Apa yang terjadi?"

"Dia kecelakaan."

"Mwo?? Lalu bagaimana keadaannya?"

"Kepalanya terbentur cukup keras dan lukanya cukup serius."

"Enngh."

Tangan gadis itu meremas lengan Leeteuk yang berada disampingnya.

"Beruntung dia tidak kritis dan dokter sudah memberinya penenang."

"Oppa."

"Bukankah dia selalu berhati-hati? Dia tidak mungkin ceroboh hingga mengalami kecelakaan."

Leeteuk mengusap kepala Young Me yang tengah memeluknya; menenangkannya.

"Aku tidak tahu, hyung. Sepertinya terjadi sesuatu sebelum kecelakaan itu."

"Bisa aku melihatnya, oppa?"

Gadis itu mengusap air matanya dan menatap Donghwa.

"Hm. Masuklah, ada eomma juga di dalam. Tapi dia masih belum sadar."

Dia mengangguk, membuka pintu ruang inap dan masuk ke dalamnya.

"Eomma."

"Sayang."

"Bagaimana kabarmu?"

Young Me memeluk ibu Donghae yang tengah duduk disamping sang anak.

"Baik. Eomma?"

"Aku juga baik. Tapi aku tidak tahu dengan Donghae. Bagaimana bisa dia mengalami kecelakaan seperti ini?"

"Dia mungkin kekelahan, eomma. Dia akan baik-baik saja, bukan?"

"Hm. Pasti. Kita tahu dia sangat kuat "

"Apa eomma tidak ingin pulang? Eomma harus istirahat."

"Tidak. Aku akan disini menjaganya."

"Bagaimana jika aku saja yang menjaganya, eomma? Aku tidak ingin eomma sakit nantinya."

"Kau juga akan sakit jika menjaganya disini, Young."

"Tidak. Aku akan baik-baik saja, eomma."

"Baiklah. Jika itu maumu. Aku akan kemari besok."

"Ne, eomma."

~

"Dia akan baik-baik saja jika dia tersadar beberapa jam lagi. Tapi jika belum sadar hingga esok pagi maka dokter harus memeriksanya lagi."

Kata-kata Donghwa terus terngiang di kepala Young Me.

Sebegitu parahkah luka yang diderita Donghae karena kecelakaan itu?

Bagaimana jika dia tidak sadar hingga esok pagi? Bukankah pria itu sudah tertidur lebih dari lima jam?

"Aku sangat merindukanmu tapi kenapa saat kita bertemu kau justru dalam keadaan seperti ini, oppa?"

Memasang wajah cemberut dengan air mata berlinang pun tidak akan menghasilkan apa-apa karena pria dihadapannya itu tetap tertidur.

"Cepat bangun atau aku akan meninggalkanmu sendirian disini."

Ancaman yang sia-sia. Donghae tetap terpejam dan tentu saja tidak merespon perkataannya.

"Oppa, sadarlah. Jangan membuatku khawatir."

Gadis itu menggenggam tangan sang kekasih, mengusap pipi dan kepalanya yang diperban.

"Lihat saja. Jika kau tidak segera bangun kau akan menyesal. Arra?"

Menyerah; lelah dengan pikiran dan tubuhnya yang kembali melemah.

Young Me meletakkan kepalanya ke pinggir ranjang tidur Donghae. Mungkin saja saat ia bangun pria itu sudah sadar.

"Arrgh."

Terdengar sedikit suara dari... Donghae?

"Op-pa?"

Kepalanya terangkat segera.

"Arrgh."

Apa dia merasa kesakitan?

"Kau sadar?"

"Nggh."

Pria itu sedikit menggeliat, wajahnya menunjukkan ekspresi kesakitan.

"Oppa."

Air matanya kembali mengalir; tidak sanggup melihat sang kekasih mengerang kesakitan.

"Tenanglah."

Dengan sedikit keberanian dia menyentuh kepala Donghae lalu mengusapnya pelan.

"Oppa, bangunlah. Katakan padaku  apa yang sakit?"

Pria itu terus bergerak gelisah dengan mata yang masih tertutup.

"Oppa, tenanglah, tenang."

Panik dan bingung. Apa dia harus keluar memanggil dokter dan meninggalkan pria itu atau tetap disana menunggu sakit yang dirasakan Donghae menghilang?

Dia tetap mengusap kepala Donghae; menebak jika rasa sakit itu berasal dari sana. Terus mengusap hingga pria itu kembali tenang.

"Astaga."

Tangan kirinya mengusap pipi Donghae. Air mata yang kembali tumpah mewakili perasaan sakit di hatinya melihat keadaan sang kekasih yang seperti itu.

Tangan kirinya masih menangkup pipi Donghae hingga pria itu kembali sedikit bergerak dan... membuka mata.

Perasaan senang dan lega menyeruak di dalam hatinya. Pria itu akhirnya sadar setelah semua gerakan gelisah dan ekspresi kesakitannya tadi.

Young dengan tangan masih mengusap kepala Donghae menatapnya berbinar-binar.

"Kau sadar?"

Matanya bergerak pelan dan balas menatapnya. Menatap beberapa saat, lalu mengalihkan wajah kesamping.

Membuat hati sang gadis mencelos; apa dia marah dan tidak menyukai keberadaannya disini? Benar. Bukankah pria itu memang sedang marah padanya?

Secara perlahan Young Me menghentikan usapan di kepala Donghae dan berniat menarik tangannya menjauh.

Mungkin pria itu tidak nyaman dengan sentuhannya.

"Jangan hentikan."

Suara yang sangat lirih dan lemah.

"Tanganmu."

Memperjelas ucapannya dan menyadarkan sang gadis yang masih terdiam. Walau perlu beberapa detik untuk mencerna tapi akhirnya gadis itu mengerti; jangan hentikan usapan dikepalanya. Itu maksudnya.

Dia kembali mengusap secara pelan kepala Donghae walaupun pria itu masih belum kembali menatapnya.

Perasaannya bercampuk aduk; lega karena dia sadar, senang karena dapat melihat wajahnya setelah 5 hari tidak bertemu, sakit karena melihatnya terbaring lemah dan sedih karena pria itu menunjukkan jika ia masih marah padanya.

Apa yang harus dia lakukan sekarang? Dengan atmosfer tidak mengenakan ini?

"Ehm... aku akan memanggil dokter."

Berbicara pelan seraya tetap memperhatikan Donghae yang baru saja menutup mata.

Terdiam sebentar; menunggu respon.

"Jika keluar jangan kembali lagi ke ruangan ini."

Apakah itu bermakna bahwa pria itu tidak keberatan dengan keberadaannya? Jika begitu, baiklah.

Lalu apa? Hanya diam saja?

"Kau haus?"

Pertanyaan konyol. Lagipula kenapa suasana diantara mereka jadi canggung seperti ini?

Tangannya meraih gelas berisi air di meja saat Donghae menoleh padanya.

Membantu pria yang menjadi tidak berniat menatapnya itu untuk minum.

"Kau... masih marah padaku, oppa?"

Suaranya terdengar ragu dan mengecil. Mengharap kata 'Tidak' keluar dari mulut pria itu.

Namun yang ditatap justru bergerak pelan dan mengubah posisi tubuh agar membelakanginya.

Membuat gadis itu terdiam dan hanya bisa tersenyum kecut.

Dia tidak boleh marah, bukan? Yang melakukan kesalahan disini adalah dirinya, jadi wajar jika pria itu acuh padanya.

"Tidurlah. Jalja."

Menarik selimut Donghae lebih tinggi.
Biarlah dia mengacuhkannya yang terpenting keadaan pria itu tidak mengkhawatirkan lagi.

Young Me sedikit memundurkan kursi dan meletakkan kepala ke pinggir ranjang. Berusaha membuat tubuhnya senyaman mungkin; walaupun nyatanya tidak bisa.

Ingin sekedar memejamkan mata untuk beberapa jam ke depan. Lagipula ini masih pukul dua pagi.

~

Deringan ponsel Young Me yang cukup nyaring berhasil mengusik ketenangan pria yang masih menikmati istirahatnya itu.

Membuatnya terpaksa membuka mata dan menyadari jika hari sudah pagi; karena cahaya sinar matahari sudah masuk menembus celah-celah tirai jendela.

Donghae membalik tubuh dan berniat untuk duduk sebelum pergerakkannya terhenti saat menyadari ada Young Me yang tertidur dengan kepala bertumpu pada kedua tangan di ranjang.

Gadis itu pasti akan mengeluh kesakitan saat bangun nanti.

Serasa ingin segera turun lalu mengangkat tubuh kekasihnya itu dan meletakkan ke atas ranjang.

Tapi, bukankah mereka tengah dalam keadaan bertengkar sekarang?

Tidakkah aneh jika dia tiba-tiba memberi perhatian pada gadis itu sementara tadi malam dia mengacuhkannya?

Park Young Me bahkan tidak bisa menghilang dari pikirannya lalu apakah bisa amarah itu tetap menguasainya? Tentu saja tidak.

Donghae bahkan tidak bisa terus-menerus marah atau benar-benar mengacuhkan gadis itu lebih dari sehari.

Dan jika nyatanya dia bisa menahan diri untuk tidak membawa dirinya ke apartemen Young Me maka bayangkan betapa kacaunya dia selama beberapa hari ini.

Mengurung diri di kamar; tidak peduli dengan keadaan tubuhnya; tidak peduli jika Donghwa dengan setia memberikan kalimat penenang yang semakin hari justru membuat pria itu yang berbalik membutuhkannya karena tidak kuat dengan sikap sang adik.

Bahkan memaksa Siwon untuk mengancam dan berjanji akan membunuhnya jika dia tidak segera keluar dari kamar dan muncul di kantor.

Benar-benar memberikan efek besar pada keduanya.

Donghae menyingkirkan anak rambut Young Me yang terjatuh dan menutupi wajahnya.

Entah hanya perasaannya saja atau apa, wajah gadis itu terlihat pucat. Tidakkah lucu jika keadaan mereka berdua saat ini sama; sakit?

Kegiataannya terhenti saat ponsel sang kekasih kembali berdering. Bukan sebuah pesan melainkan panggilan masuk.

Dengan sigap dia mengulurkan tangan dan meraih ponsel berbungkus phone case berwarna biru safir itu.

Nama yang tertera di layar membuatnya tanpa berpikir panjang langsung menekan tombol merah dan menariknya kesamping.

Tidak ingin emosinya kembali memuncak karena mengingat segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang yang menjadi penyebab kecelakaannya itu.

Perhatiannya kembali teralihkan saat mendengar suara pintu terbuka dan mendapati orang yang masuk adalah ibu dan kakaknya.

"Kau sudah sadar, Hae?"

Matanya nampak sama seperti milik Young tadi malam; berbinar-binar.

"Ya, eomma. Aku sudah sadar sejak tadi malam."

"Lalu bagaimana keadaanmu? Kau merasa pusing? Atau ada bagian tubuhmu yang terasa sakit? Dokter sudah memeriksamu?"

Pertanyaan bertubi-tubi diikuti sentuhan-sentuhan di kedua pipi, kepala dan tubuhnya.

"Aku baik-baik saja, eomma. Hanya masih merasa sedikit pusing. Tenanglah."

Tangannya menghentikan tangan sang ibu yang terus bergerak memeriksanya dan kemudian memeluknya.

"Benarkah? Kau membuatku khawatir dan tidak bisa tidur."

"Maaf, eomma. Aku akan lebih berhati-hati lain kali."

Matanya mengikuti Donghwa yang berjalan menghampiri Young Me, pria itu menarik selimut di ranjang -yang masih dikenakan sang adik- dan melipatnya menjadi dua lalu menggunakannya untuk menyelimuti tubuh Young.

"Seharusnya aku tidak membiarkan dia menjagamu sendirian disini."

Sekarang giliran sang ibu yang mendekati gadis itu.

"Kau tahu dia tidak bisa ditentang, eomma."

Wanita itu mengguncang pelan pundak Young Me; berniat membangunkannya.

"Young."

Mata gadis itu perlahan terbuka dan menatapnya.

"Eomma."

Suaranya terdengar parau.

"Kau tidak ingin pulang? Istirahatlah di rumah."

"Donghae oppa."

Dengan cepat mengangkat kepala dan mencari keberadaan sang kekasih; lebih tepatnya memeriksa pria itu.

"Dia sudah sadar. Apa kau tidur sebelum dia bangun?"

Kedua orang itu bertatapan, tanpa kata, hanya kontak mata.

"Emmm, sepertinya begitu, eomma."

"Benarkah? Apa kau sedang sakit? Wajahmu terlihat pucat."

Tangannya menyentuh kening dan pipi gadis itu.

"Tidak, eomma. Aku memang sakit beberapa hari yang lalu tapi keadaanku sudah membaik."

Kata-katanya membuat Donghwa dan Donghae jadi saling menatap.

"Itu berarti kau belum sepenuhnya pulih, sayang. Pulanglah saja dan istirahat."

Dia diam dan kembali menatap Donghae yang tengah melihat ke arah lain.

"Biarkan saja dia disini, eomma. Dia mungkin tidak tenang jika harus meninggalkan Donghae."

Donghwa yang mengetahui tentang masalah diantara Young Me dan adiknya berusaha membuat suasana tidak terasa canggung dan agar sang ibu tidak mencium gelagat aneh dari mereka bertiga.

"Baiklah, kau bisa tetap disini untuk menjaganya. Aku akan menemui dokter dan mungkin memintanya untuk juga memeriksamu, Young."

"Ne, eomma."

"Kau bisa pergi dan membelikan sesuatu untuk Young Me, kan?"

Wanita itu melihat Donghwa yang baru saja duduk di sofa.

"Hm. Baiklah."

Sang ibu mengangguk dan berjalan keluar ruangan. Begitupun Donghwa, sebelum akhirnya dia berhenti dan menatap sepasang kekasih dihadapannya itu.

"Kalian sudah berbaikkan, bukan?"

Keduanya diam dan sama-sama menatap ke arah lain.

"Berhenti bersifat kekanakkan. Bicarakan baik-baik dan segera selesaikan masalah kalian."

Perintah sebelum akhirnya dia keluar dari ruang inap Donghae. Meninggalkan suasana canggung yang kembali muncul.

Donghae memilih meraih remote di meja dan menyalakan televisi. Sedang Young Me meraih selimut di pangkuannya dan melipat benda itu. Berusaha menyibukkan diri masing-masing.

Disaat yang bersamaan seorang perawat masuk membawa semangkuk bubur dan sup lalu meletakkannya ke meja kecil yang terpasang di samping ranjang lalu menggerakannya agar berada tepat di hadapan Donghae.

Young lalu dengan sigap menuang segelas air dan meletakannya di samping mangkuk bubur. Lalu menunggu pria itu mulai memakannya.

Namun yang ditatap hanya diam dan fokus ke layar televisi.

"Oppa. Makanlah dulu."

Tidak ada reaksi. Matanya bahkan tidak beralih sedikit pun.

"Kau tidak harus memakan semuanya, sedikit saja."

Dia tahu Donghae tidak menyukai sup yang berbahan 100% sayuran dan juga bubur yang pastinya terasa hambar. Tapi bagaimanapun caranya pria itu harus mengisi perutnya.

"Aku akan menyuapimu."

Segera mengambil tindakan.

Dia duduk di pinggir ranjang lalu meraih mangkuk bubur, menyendok isinya dan menyodorkan ke hadapan pria yang masih setiap menatap layar televisi itu.

"Buka mulutmu."

Tentu saja dia hanya diam; teguh dengan sikap acuhnya.

"Oppa."

Gadis itu bahkan mendekatkan wajah agar Donghae menatapnya namun dia dengan cepat mengalihkan wajah ke samping.

"Yaa Lee Donghae !!"

"Aku tidak peduli jika kau masih marah padaku tapi makanlah dulu !!"

"Pulihkan keadaanmu !! Dan jika seelah itu kau memang tidak ingin melihatku lagi aku akan pergi tanpa perlu kau usir !!"

Emosinya memuncak dan meluap sekarang. Tidak peduli jika pria itu akan semakin marah.

Yang ada di otaknya saat ini hanya memastikan keadaan sang kekasih segera membaik.

Dokter bahkan belum memeriksanya sejak ia sadar tadi malam.

Bagaimana jika ada luka dalam yang tidak diketahui jika tanpa pemeriksaan lebih lanjut?

Berbagai hal buruk memenuhi kepala Young Me sedari kemarin malam. Bahkan berhasil membuatnya terjaga tanpa bisa tertidur sedikit pun.

Ya, walaupun dia sudah berusaha memejamkan mata, namun tidak berhasil membuatnya terlelap.

Dan sekali lagi, ya, dia hanya berpura-pura tidur saat Donghae terbangun dan dia tentu bisa merasakan sentuhan pria itu di wajahnya.

Cukup membuat senang untuk beberapa saat sebelum pria itu kembali ke sifat dinginnya.

"Tidak perlu menatapku seperti itu. Aku sadar akan kesalahanku."

"Setelah ini aku akan benar-benar menjauh agar kau bisa merasa tenang."

"Yang ku inginkan hanya melihatmu pulih. Jadi bisakah kau menuruti kata-kataku untuk saat ini, oppa?"

Donghae diam; Young Me diam. Mereka saling menatap, Donghae setia dengan tatapan datarnya sementara sang gadis menatapnya kesal diiringi air mata yang membasahi pipi.

Tidakkah pria itu sadar jika dia juga terluka disini.

Dia bukannya senang karena telah membohongi dan melakukan kesalahan seperti itu.

"Jika..."

Young Me menunduk dan menghapus titik-titik air mata yang masih berjatuhan.

"Keadaanku tidak segera pulih."

"Apa kau akan tetap disini?"

Suaranya bahkan masih terdengar parau dan lemah, tapi kenapa ekspresi wajahnya bisa tetap datar seperti itu?

Sementara Young sudah mengangguk; meng'iya'kan kata-kata Donghae lalu mengangkat wajah dan kembali menatapnya.

"Kalau begitu bertahanlah disini, mungkin aku akan meminta dokter menahanku untuk beberapa hari."

"Aku akan pergi jika seperti itu. Aku hanya khawatir dengan keadaan dan semua luka yang kau dapat."

"Apa yang membuatmu khawatir padaku?"

"Apa yang membuatku khawatir??"

Ekspresinya seakan berkata, "Bagaimana bisa kau bertanya seperti itu?"

"Entahlah. Apa menurutmu skeharusnya aku tidak perlu khawatir? Kau benar, oppa."

"Aku bahkan bukan siapa-siapa bagimu. Lalu untuk apa aku khawatir? Benarkan?"

"Aku hanya ingin menyampaikan permintaan maaf atas semua kesalahanku. Jika kau ingin mengakhiri hubungan ini, aku akan menerimanya."

Air mata yang kembali mengalir bahkan lebih deras dari sebelumnya semakin membuat hatinya sesak.

Ini bukan kesalahan ringan nan biasa.
Dia sama saja menyalahgunakan kepercayaan pria itu padanya dan dia menyadari itu. Jadi apapun keputusan Donghae maka akan ia terima dengan besar hati.

Gadis itu mengulurkan tangan dan menjauhkan meja berisi mangkuk-mangkuk yang tidak tersentuh oleh Donghae.

"Aku akan memanggil eomma dan Donghwa oppa. Aku tidak ingin mengganggumu lebih lama lagi."

Dia berdiri, meraih tasnya dan segera meninggalkan ruangan yang tidak lebih luas dari sebuah kotak yang membuatnya sesak itu.

Meninggalkan sang kekasih yang hanya bisa merutuki sikap bodohnya. Dia memang masih sangat marah tentang kejadian hari itu dan mungkin kebohongan lain yang masih Young Me sembunyikan.

Tapi semua perasaan kesal itu akan menghilang dalam sekejap saat wajah gadis itu muncul dihadapannya. Saat ini dia hanya marah pada 'orang lain' yang akhirnya justru ia luapkan pada Young Me.

Lalu? Bagaimana? Mereka seakan saling marah satu sama lain.

~

"Kita akan melakukan rontgen terlebih dahulu, memeriksa apakah ada luka dalam lain atau tidak. Tapi dilihat dari keadaan dan waktu sadarnya sepertinya dia akan baik-baik saja."

Donghwa dan sang ibu mendengarkan dengan seksama penjelasan dokter yang tengah memeriksa Donghae itu. Mengharapakan hanya mendengar semua hal baik.

"Ah, baiklah. Semoga. Terima kasih, dokter."

Pria berusia sekitar 45 tahunan itu tersenyum lalu beranjak keluar.

"Kau tidak memakan makananmu, Hae?"

"Aku tidak lapar, eomma."

"Hey, disini tidak ada perbedaan antara lapar atau tidak. Kau harus makan agar segera pulih."

"Baiklah. Aku akan memakannya nanti."

Dia memperhatikan sang ibu yang tengah diam menatapnya itu.

"Ada apa? Apa yang eomma pikirkan?"

"Tidak ada."

"Donghwa akan menjagamu, eomma ingin pulang sebentar."

Wanita itu mengusap pelan puncak kepala Donghae. Entah sudah berapa usia sang anak namun baginya dia tetaplah putra kecilnya.

"Eomma istirahat saja dan tidak perlu kembali kemari, eoh?"

"Hm. Eomma akan kembali kemari nanti malam. Kau ingin eomma bawakan sesuatu?"

"Tidak. Aku tidak ingin apa-apa."

"Baiklah. Istirahatlah."

"Ne."

Sang ibu meraih tas di sofa dan segera keluar dari ruang inap Donghae. Meninggalkan kedua putranya yang saling diam dan sibuk dengan kegiataannya masing-masing.

"Kalian kembali bertengkar, bukan?"

"Sudahlah, hyung. Jangan membahas tentang itu."

Donghae yang semula tengah menatap layar televisi bergerak mengubah posisi tubuh dan membelakangi sang kakak yang duduk di sofa.

"Jangan bersikap seperti itu. Untuk apa terus-menerus mengacuhkannya jika sebenarnya emosimu sudah mereda?"

"Kau tidak tahu apa-apa tentang masalah ini."

"Aku memang tidak tahu tentang masalah kalian. Tapi aku sangat mengenal sifatmu, aku juga banyak mengerti tentang kekasihmu itu. Aku tahu kalian hanya saling memasang ekspresi dingin tanpa menunjukkan perasaan kalian yang sebenarnya."

"Aku bukan pihak yang bersalah disini. Untuk apa kau mengatakannya padaku?"

"Dia datang kemari dengan wajah berlinang air mata dan tampak raut panik walaupun keadaannya juga tidak sedang baik. Dia menjagamu semalaman dan mungkin dia juga menangisimu selama itu. Kau seharusnya memberi kesempatan untuknya meminta maaf dan menjelaskan semuanya. Bukannya justru tetap diam dan mengacuhkannya lalu membuat hubungan kalian semakin buruk. Disini kau juga bersalah."

Seperti skak mat. Kata-kata Donghwa berhasil membuat Donghae terdiam dan kehabisan kata untuk membalas.

"Aku lelah. Biarkan aku tidur."

Kalimat alihan.

"Hm. Terserah kau saja."

~

"Hyung, ponselku ada padamu?"

"Hm."

"Berikan padaku."

Donghwa bangun dari posisi tidurnya, lalu mencari sesuatu di saku jaket yang ia letakkan disamping sofa.

"Hae."

Dia melempar ponsel yang kemudian berhasil ditangkap oleh Donghae itu. Dia bahkan masih bisa mengerjai sang adik dan membuatnya segera duduk walaupun tubuhnya masih terasa lemah.

Donghae lalu sibuk mengetik pesan yang ia kirim ke beberapa orang.

"Bisakah aku pergi dari sini?"

"Pergi dan pindah ke rumah sakit lain maksudmu?"

"Tidak. Pergi dan pulang ke apartemen. Untuk apa aku disini?"

"Entahlah. Kau tanya saja sendiri pada dirimu. Untuk apa orang yang sakit sepertimu berada di tempat ini?"

"Aku bosan, hyung."

"Kau baru satu hari disini, Hae. Kau bukan sedang sakit demam atau apa. Tapi kau baru saja mengalami kecelakaan. Tidak bisakah kau kasihan pada dirimu sendiri?"

"Kau seperti eomma."

Satu detik setelah Donghae menyelesaikan kalimatnya, mendadak sebuah benda berbentuk persegi dan sedikit berisi melayang ke arahnya.

Beruntung benda yang berwarna sama seperti sofa yang di duduki Donghwa itu tidak berhasil mengenai kepalanya dan akhirnya jatuh di samping ranjang.

Kenapa pria yang biasanya sangat tenang dan baik hati itu mendadak jadi kejam seperti ini? Tanyakan pada sang adik --"

"Ayolah."

"Bangunlah dulu. Jalan dan putari ruangan ini sebanyak lima kali. Jika kau tidak pingsan setelahnya aku akan mengijinkanmu pulang."

Donghwa kembali mengalihkan pandangan ke buku yang ada di tangannya.

"Aku bukan anak kecil. Untuk apa kau menyuruhku melakukan itu?"

"Kau bukan anak kecil, jadi berpikirlah seperti orang dewasa."

"Aku baik-baik saja. Lagipula aku sudah menjalani pemeriksaan lab kan tadi, rontgen juga sudah dilakukan. Jika memang ada luka dalam yang serius aku berjanji akan kembali kemari."

"Jangan bodoh, Hae. Aku masih cukup pintar untuk tidak mengikuti kata-kata konyolmu itu."

"Kau tidak ingin mencari sesuatu untuk makan siangmu, hyung?"

"Sudah ku katakan jangan membodohiku."

"Baiklah. Kau benar-benar akan menyesal karena menahanku disini, Lee Donghwa."

"Dan aku akan membunuhmu tepat setelah kau keluar dari sini, Lee Donghae."

Baiklah. Abaikan saja perdebatan konyol antara kakak beradik bermarga Lee tersebut.

~TBC~
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar