Sabtu, 22 Oktober 2016

You & Me #14


Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`
"Apa yang sebenarnya terjadi padanya?"

"Entahlah, eomma. Tapi seperti yang aku katakan pada Leeteuk oppa jika pasti ada orang yang membawanya kesana."

"Dan aku pernah memeriksa ponsel Young dan menemukan nomor tidak dikenal menghubunginya sebelum dia menghilang hari itu, eomma."

"Apa maksudmu ada orang yang memang berniat menculiknya?"

"Dilihat dari situasinya sepertinya memang begitu."

"Lalu apa kau tahu siapa orangnya?"

"Aku masih belum terlalu yakin, eomma. Tapi sepertinya orang itu adalah-"

"Oppa? Kau disini?"

Perbincangan ibu Young Me dan Donghae terpotong saat Young Me muncul dengan nampan ditangannya.

"Hai, Young."

"Kenapa tidak menemuiku? Aku di taman sedari tadi."

"Aku tahu. Tapi kau sedang ada tamu."

"Kau tahu? Eomma melihat dia berdiri saja di pintu menuju taman tadi."

"Benarkah, eomma?"

Young Me meletakkan nampan di pantry

"Dan karena dia belum makan siang jadi eomma memintanya makan siang disini."

"Dia tidak akan makan siang sebelum ada orang yang memaksanya, eomma."

"Lalu dimana Henry?"

"Dia sudah pulang."

"Hm. Kalau begitu kau temani Donghae, eomma ingin keluar sebentar."

"Ne, eomma."

Donghae dan Young Me menyahut secara bersamaan.

"Kenapa tidak menghubungiku sebelum kemari?"

"Periksa dulu ponselmu. Aku sudah menghubungi beberapa kali tapi kau tidak menjawabnya."

"Benarkah?"

Young Me memeriksa ponsel yang tadi ia letakkan di atas meja makan.

"Ah, aku lupa. Aku memasang mode silent tadi."

"Pantas saja."

"Maaf."

"Hm. Kau sudah makan?"

"Sudah. Selesaikan saja makanmu sekarang."

Young Me mengambil minuman kaleng dingin dari lemari pendingin dan membukanya.

"Aku ingin mengajakmu makan malam hari ini. Bagaimana?"

"Malam ini? Baiklah, jemput aku di apartemen saja."

"Aku mengerti."

~

"Bagaimana makanannya? Aku mendapat rekomendasi dari Siwon tentang tempat ini."

"Aku suka. Tempatnya juga menarik."

"Baguslah. Aku takut kau tidak menyukainya."

"Kau seperti sedang kencan untuk pertama kalinya saja denganku. Tidak ingin ada kesalahan sedikitpun."

"Setiap saat memang seperti saat pertama kali kita bersama, sayang."

"Jangan mulai merayuku."

Donghae tertawa dan membuat sang kekasih tersenyum karenanya.

"Aku hanya ingin membuatmu merasa nyaman."

"Aku selalu nyaman denganmu. Kenapa tiba-tiba berpikir seperti itu?"

"Tidak. Lupakan saja. Aku ingin membicarakan tentang hal lain."

Young Me menghentikan kegiatan menikmati cake coklatnya dan menatap Donghae.

"Tentang?"

"Pernikahan kita. Kau ingin kita membicarakannya sekarang?"

Gadis itu menarik nafas sejenak sebelum kembali merespon.

"Tentu saja. Kenapa harus bertanya dulu?"

"Aku takut kau tidak ingin membahas tentang hal ini. Aku pikir kau masih memikirkan kejadian hari itu."

Donghae meraih tangan sang kekasih dan menggenggamnya.

"Aku sudah melupakannya. Walau kadang aku tiba-tiba merasa ketakutan saat mengingatnya, tapi karena kau selalu ada disampingku aku merasa tenang."

"Aku akan menjagamu lebih ketat dan lebih baik dari sebelumnya. Aku berjanji tidak akan mengulang kesalahan yang sama."

"Itu bukan kesalahanmu. Jangan merasa bersalah seperti itu."

"Aku tahu. Tapi setidaknya aku harus lebih memperhatikanmu."

"Kau benar, tapi berhenti membahas itu. Bukankah kau ingin kita membicarakan tentang pernikahan kita?"

"Ya."

"Lalu apa kita harus menyiapkan semuanya dari awal?"

"Sepertinya begitu. Terutama untuk masalah tempat dan undangan. Aku akan mengurus semuanya."

"Aku akan membantu."

"Tidak perlu. Kali ini tidak akan sulit seperti sebelumnya jadi aku bisa mengurusnya sendiri."

"Baiklah, katakan saja jika ada yang bisa aku bantu atau ingin aku menemanimu."

"Tentu saja."

~

Selama beberapa minggu Donghae menyiapkan (kembali) semua persiapan pernikahannya.

Walau dia harus pintar membagi waktu antara pekerjaan dan kegiatannya itu.

"Kau beberapa hari ini tampak tidak bersemangat, Hae."

"Bukannya tidak bersemangat. Aku hanya kelelahan."

"Kau tidak ingin aku membantumu?"

"Tidak, Siwon-ah. Ini adalah hal sekali dalam seumur hidupku jadi aku harus melakukan semuanya sendiri."

"Lalu bagaimana? Sudah selesai?"

"Sudah 90% sepertinya."

Donghae berdiri dari tempatnya duduk dan berpindah ke sofa.

Pria itu merebahkan tubuhnya disana.

"Baiklah. Katakan saja jika kau memerlukan bantuanku. Aku pergi."

"Ya. Terima kasih."

Siwon keluar dari ruangan dan memperhatikan ponselnya.

"Siwon oppa."

Dan bertemu dengan Young Me di depan lift.

"Hai, Young. Bagaimana kabarmu?"

"Baik. Kau sendiri, oppa."

"Aku juga baik. Kau ingin bertemu Donghae, kan? Dia ada diruangannya."

"Ne, gomawo oppa."

"Aku duluan, eoh? Sampai jumpa."

Young Me memperhatikan Siwon yang memasuki lift.

Tidak ada Shin Ji Hyun di mejanya, mungkin tengah makan siang.

Wanita itu sudah kembali dari cuti melahirkannya dan mengambil alih pekerjaan yang dipegang Kyungran selama ia cuti.

Young Me mengetuk pintu ruangan Donghae lalu membukanya.

Melihat tidak ada Donghae di kursi kerjanya, Young Me masuk dan memperhatikan ruangan itu hingga menemukan sang kekasih tertidur di sofa.

Pria itu bahkan tidak terganggu oleh ketukkan pintu tadi.

Young Me mendekat dan duduk di sofa yang tepat berada di samping kepala Donghae.

"Kau tidak ingin aku membantumu tapi kau sendiri kelelahan seperti ini."

Dia mengusap wajah letih Donghae perlahan; tidak ingin membangunkannya.

Tapi pria itu dengan mudah terjaga dan menangkap tangan Young Me di wajahnya.

"Hei, oppa. Ini aku."

"Young?"

"Ya. Ini aku."

Donghae bangun dan menarik tangan Young Me agar duduk di sampingnya.

"Maaf membangunkanmu."

"Tidak apa. Lagipula aku tidak seharusnya tidur disini."

"Kau kelelahan. Karena tidak membiarkanku membantu jadi kau seperti ini."

"Aku baik-baik saja."

Donghae mencari posisi yang nyaman dan kembali merebahkan tubuh di pangkuan Young Me.

"Wajahmu mengatakan yang sebaliknya. Dan kau pasti belum makan siang, kan?"

"Aku ingin makan siang denganmu."

"Baiklah, kita makan siang bersama."

~

"Eomma."

Suara nyaring Young Me sudah terdengar bahkan saat gadis itu masih berada di tangga menuju ruang tengah.

"Ada apa?"

Sedang yang dipanggil muncul dari arah dapur.

"Aku ingin pergi sebentar, eomma. Aku harus mengantar undangan untuk Henry."

"Baiklah. Hati-hati."

"Ne."

Saat hendak menjalankan mobil ada panggilan dari Donghae yang membuat Young Me memasang earphonenya.

"Hai, oppa."

"Aku? Aku sedang menuju apartemen Henry. Aku ingin mengantar undangan pernikahan kita."

Donghae tengah memeriksa kembali semua keperluan pernikahan. Dan bertanya sekali lagi jika ada yang Young Me tidak suka dan ingin menggantinya.

Pernikahan mereka hanya tinggal lima hari lagi. Walaupun ini bukan yang pertama kalinya mereka menunggu saat-saat menuju hari itu, tapi perasaan gugup itu masih ada.

"Berhenti mengajakku pergi makan malam. Kau harusnya istirahat agar tidak kelelahan."

"Berlebihan. Kita akan bertemu setiap saat setelah menikah nanti."

"Baiklah, aku mengerti tuan muda Lee."

Mobil Young Me memasuki basement gedung dimana apartemen Henry berada.

"Bisa kau hubungi lagi aku nanti? Aku akan menemui Henry dulu."

"Baiklah, sampai jumpa nanti malam."

Young Me melihat lagi pesan Henry kemarin mengenai lantai dan nomor apartemennya.

"Lantai 5."

Ucapnya sebelum menekan tombol lift.

Gadis itu memainkan kartu undangan selama menunggu liftnya sampai.

Lalu mencari apartemen Henry dan menekan doorbell.

Tidak lama pintu terbuka dan menampilkan Henry dengan rambut acak-acakkan dan wajah yang masih tampak mengantuk.

"Kau baru bangun, eoh?"

"Oh, hai Young."

"Aku mengganggumu?"

"Tidak. Masuklah."

Walau kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya, Henry menggeser tubuh dan mempersilahkan Young Me untuk masuk.

"Tunggu sebentar. Aku harus mencuci wajahku dulu."

Ucapnya setelah Young Me duduk di sofa.

"Ya."

~

"Terima kasih."

Henry meletakkan segelas minuman hangat untuk Young Me.

"Kenapa tidak memberitahuku jika ingin kemari?"

"Tidak apa. Aku hanya ingin mengantar undangan ini."

"Undangan... pernikahan?"

Henry memperhatikan nama yang tertera di undangan itu.

"Sebelumnya rencana pernikahan kami diadakan dua bulan yang lalu tapi karena ada sesuatu yang terjadi hari itu jadi pernikahan kami dibatalkan."

"Jadi kalian merancangnya lagi?"

"Ya. Lima hari dari sekarang."

"Baiklah. Terima kasih karena sudah mengundangku."

"Kau sahabatku, tentu saja aku akan mengundangmu. Terutama karena kau sedang ada disini."

"Ya, kau benar."

Young Me melirik jam di tangannya.

"Kalau begitu aku pulang dulu, aku harus ke kantor."

Dia berdiri dan diikuti oleh Henry.

"Kau harus datang, eoh? Kalau perlu bawa kekasihmu."

Gadis itu berhenti di ambang pintu.

"Kekasih yang mana?"

"Yang mana yang kau miliki. Bohong jika kau masih sendiri."

"Kau pikir aku akan selalu memiliki kekasih setiap saat?"

"Ya setidaknya akan selalu ada wanita yang mengejarmu. Bukankah kau mengatakan jika kau masih populer sekarang? Kau akan mudah mendapatkan gadis impianmu."

"Hahaha, kau benar. Aku hanya belum mencobanya."

Henry menggaruk leher belakangnya; sedikit canggung.

"Baiklah, aku pergi. Sampai jumpa."

"Ya, berhati-hatilah."

Setelah Young Me cukup jauh dari pandangannya, Henry menutup pintu apartemen dan melihat lagi undangan di tangannya.

"Gadis impianku sudah menjadi milik orang lain."

~

Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Semua orang kembali sibuk dan gugup.

Dan orang yang paling gugup saat ini tentu saja adalah sang mempelai.

Terutama Donghae yang tidak berhenti mengitari ruang persiapannya.

"Pergilah jika kau ingin menemui Young Me."

Donghwa yang mengerti apa yang dipikirkan sang adik menatapnya dari ambang pintu.

"Baiklah."

Dan tanpa pikir panjang pria itu pergi menemui Young Me yang berada di ruangannya bersama Hye Ri.

"Hai, noona."

"Hai, Hae. Kau terlihat tampan."

Hye Ri sekali lagi merapikan gaun pengantin Young Me yang terdiam di kursi riasnya.

"Terima kasih, noona. Bisa aku bicara pada Young Me?"

"Ya, tentu saja. Leeteuk oppa akan menunggu diluar."

Leeteuk memutuskan untuk terus mengawasi Young Me sampai gadis itu berdiri di altar nanti.

Mencegah hal yang tidak diinginkan terjadi (lagi).

"Hai, sayang."

Donghae mendekat menyentuh pundak Young Me setelah Hye Ri tidak ada.

"Hai , oppa."

"Kau gugup?"

"Ya, dan takut. Aku yakin kau lebih gugup dan takut dariku."

"Tidak. Aku berusaha untuk tenang agar tetap bisa menjagamu."

"Tidak akan ada lagi yang mengganggu dan menghalangi pernikahan kita hari ini. Aku pastikan itu."

"Aku tahu."

Young Me berdiri dan memeluk sang kekasih.

"Terima kasih karena sudah membuatku lebih tenang."

"Itu tugasku. Sekarang jangan gugup dan tenanglah. Kita akan bertemu di altar nanti, eoh?"

Pria itu menatap dan mengecup sekilas bibirnya.

"Aku akan kembali ke ruanganku sekarang. Jangan takut, ada Leeteuk hyung yang menjagamu di luar."

"Hm. Aku mengerti."

~

Saatnya tiba. Ayah Young Me sudah berdiri di depan Young Me dan menatapnya.

"Kau tampak cantik, sayang."

"Terima kasih, appa."

"Sudah saatnya."

Young Me mengangguk dan mengikuti sang ayah keluar dari ruangan dan lalu berhenti di pintu menuju hall utama.

"Kau siap, Young?"

"Aku siap."

"Kalau begitu ayo."

Pria bertuxedo hitam itu mengulurkan tangan yang disambut oleh Young Me dan kemudian melingkarkan tangan gadis itu ke lengannya.

Mereka berjalan memasuki ruangan dengan iringan hymne wedding.

Orang-orang menatap kagum pada Young Me yang terlihat bak dewi dengan gaun putih yang melekat dengan sempurna di tubuh rampingnya.

Sedang gadis itu tidak sempat membalas satu-persatu tatapan dari para tamu, dia terlalu gugup dan hanya mampu menatap sang kekasih yang berdiri gagah di altar seraya tersenyum ke arahnya.

"Kakimu, sayang."

Ucap sang ayah memperingatkan gadis itu untuk sedikit mengangkat gaunnya agar tidak terinjak saat hendak menaiki altar.

Setelah itu, tatapannya kembali ke Donghae yang menerima tangannya saat diulurkan oleh ayahnya.

"Aku titip dia padamu, Hae."

"Baik, appa."

~

"Tanganmu benar-benar terasa dingin tadi."

"Benarkah? Aku terlalu gugup. Apa kau tidak merasa gugup?"

"Tentu saja aku gugup. Tapi aku berusaha untuk tenang agar kau juga ikut tenang, jadi kita tidak akan melakukan kesalahan apapun."

Donghae melambatkan laju mobilnya dan membiarkan Young Me memandangi pemandangan jalan yang mereka lewati.

"Hye Ri eonni berkata suaraku terlalu kecil tadi. Benarkah?"

"Ya, tapi cukup jelas didengar saat di altar, tidak apa."

Donghae meraih tangan Young Me dan menggenggamnya.

"Ingin pergi ke tempat lain dulu?"

"Dengan pakaian seperti ini?"

"Apa ada masalah?"

"Kita akan dikira pengantin yang kabur dari gereja nanti."

"Bagaimana kalau ke sungai Han? Hari sudah malam, tidak akan ada yang memperhatikan pakaian kita."

"Kau tidak lelah? Kita seharian disana, kau bahkan tidak berhenti berkeliling menemui para tamu tadi."

"Aku lelah, tapi aku pikir kau bosan dan ingin pergi ke suatu tempat."

"Tidak, aku tidak apa. Kita pulang saja, jadi kau bisa segera istirahat."

"Baiklah, jika itu maumu."

Donghae kembali fokus ke jalanan dan menambah kecepatan mobilnya.

~

"Bukankah aku mengatakan tidak perlu memasak apapun tadi?"

"Kau tidak lapar? Kau belum makan apapun sejak tadi siang. Aku tidak ingin kau membangunkanku tengah malam dan meminta makanan."

"Tidak akan, aku tidak lapar. Lebih baik kau menemaniku sekarang."

"Menemani apa? Aku selalu menemanimu."

"Ya menemaniku melakukan sesuatu. Ini malam pertama kita tapi kau sibuk di dapur dan mengacuhkanku."

"Jangan berlebihan."

Young Me mematikan kompor dan membalik tubuhnya yang dipeluk Donghae sedari tadi.

"Tidak ada istilah malam pertama. Kau sudah sering tidur disini dan aku sering menginap di apartemenmu."

"Kau tahu definisi malam pertama itu bukan sekedar berada di satu tempat yang sama selama semalaman, sayang."

"Lalu apa?"

"Kau berpura-pura tidak tahu atau memang benar-benar tidak tahu?"

"Entahlah. Sepertinya yang kedua, tapi mungkin juga yang pertama."

"Aish, kau tahu kan maksudnya?"

"Mungkin."

Gadis itu menoleh ke belakang, memeriksa masakannya.

"Masakanku mulai dingin."

"Kau memasak untukku atau untukmu?"

"Tentu saja untukmu."

"Kalau begitu tidak apa. Aku juga tidak akan memakannya."

"Benarkah?"

Gadis itu mengalungkan tangan di leher Donghae dan menatap matanya, wajahnya mendekat ke wajah pria itu.

Hidung mereka saling bersentuhan, ditambah Donghae mengeratkan pelukannya agar tubuh gadis itu semakin menempel padanya.

Pandangannya mengarah pada bibir ranum Young Me.

~Chu~

Sebuah kecupan lembut mendarat di bibir Donghae.

"Kau harus makan. Jangan membuatku terus-menerus khawatir."

"Tapi aku benar-benar tidak lapar, Young."

Donghae tersenyum lalu menempelkan ibu jarinya ke bibir Young Me. Mengusapnya lembut.

"Apa kau tidak suka dengan masakannya? Aku akan membuatkan yang lain."

"Tidak. Aku selalu menyukai masakanmu."

"Baiklah, tidak perlu makanan berat. Pasta? Ramen?"

"Ramen? Kau menawariku ramen?"

"Untuk kali ini saja."

Pria itu menyusupkan tangan kanan ke leher Young Me dan mengangkat wajahnya.

"Kau sejak dulu selalu melarangku memakan ramen dan sekarang kau tiba-tiba menawarinya?"

"Yang terpenting kau makan sesuatu. Aku benci melihatmu terus-menerus menunda waktu makanmu."

"Hm. Baiklah."

Donghae meraih bibir Young Me, mengecup dan melumatnya singkat.

"Kau siapkan saja apa yang sudah kau masak, aku akan memakannya."

"Ya."


~TBC~
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar