Senin, 03 April 2017

Hello Baby #1

Author : Reni Retnowati (Park Hye Ri)
Cast : Cho Kyuhyun, Park Jin Ra, etc.
Length : Chapters


Happy reading!

~

“Kelas hari ini akan berakhir lebih awal dari biasanya karena ada rapat penting yang harus dihadiri oleh beberapa dosen. Jadi selamat untuk kalian dan kelas dibubarkan.”

Suara riuh para mahasiswa mengiringi langkah dosen pria yang pergi meninggalkan kelas. Hari ini mata kuliahnya harus selesai satu jam lebih awal.

Sebagian besar mahasiswa langsung berlarian keluar dari ruangan dan ada beberapa yang memilih bertahan di kelas untuk menyelesaikan kegiatan masing-masing.

Termasuk salah satu gadis yang duduk di sisi sudut kiri ruangan. Dia menggunakan lembar kertas materi untuk memberi sedikit angin di leher. Hawanya terlalu panas dan membuat pendingin ruangan seakan tidak bekerja.

Jam di pergelangannya menunjukkan angka dua. Tidak ada kelas lain setelah ini.

“Kau akan terus duduk disana atau pergi makan siang denganku?’

Entah dia yang terlalu fokus pada diri sendiri atau memang orang di sampingnya itu memiliki kemampuan untuk hadir tanpa menghasilkan suara apapun.

“Kau tidak ada kelas lain?”

“Ada. Tapi sepertinya akan ditiadakan karena rapat.”

“Ah, benar juga.”

Gadis itu beranjak dari kursi dan menerima uluran tangan  pria yang berada satu anak tangga di bawahnya.

~

“Malam ini kau sibuk?”

“Kenapa bertanya?”

“Hyukjae dan yang lain mengajak kita ke festival nanti malam.”

Sang gadis melepas kartu pengenal mahasiswa yang tergantung di leher dan meletakannya ke atas meja, berdampingan dengan milik si pria.

Kartu bertuliskan jurusan serta nama mereka masing-masing; Park Jin Ra dan Cho Kyuhyun.

“Apa kau ingin kita pergi?”

“Tidak. Aku hanya menyampaikan pesan mereka.”

Kyuhyun menyerahkan kembali daftar menu pada pelayan dan melihat Jin Ra yang menatap sinis padanya.

“Jika kau ingin pergi aku akan meminta mereka menjemputmu.”

“Bukankan lebih baik jika kau tadi tidak mengatakan apapun tentang festival itu?”

Kyuhyun tersenyum simpul, seakan mengatakan ‘Kau tahu jika aku tidak akan mengajakmu pergi ke tempat seperti itu terkecuali dalam keadaan mendesak.’

“Benar. Seharusnya aku yang tidak boleh memiliki harapan tinggi padamu.”

Dia paham bagaimana sifat sang kekasih. Tapi tetap saja mengesalkan setiap kali mendapati pria itu seakan menikmati kemarahannya.

~

‘Pukul 07.00 malam’

Suara dari jam digital di ruang tamu terdengar di tengah-tengah suara riuh musik di ponsel Jin Ra yang ia letakan di atas pantry.

Dia tengah memotong beberapa lembar daging ham serta daun bawang. Lalu memasukkan mi  ke dalam panci kecil berisi air yang sudah mendidih.

Jin Ra memasukkan semua bahan pelengkap yang ia siapkan lalu mengaduknya sebentar. Dari mulutnya terus terlontar lirik-lirik dari lagu yang tengah terputar.

Saat membuka lemari pendingin untuk mengambil telur yang kebetulan bersamaan dengan waktu pergantian lagu yang sudah selesai ke lagu selanjutnya, dia bisa mendengar suara password yang dimasukkan dan kemudian suara pintu yang terbuka.

Ada yang datang.

Dia bergegas beranjak dan melihat dari pintu dapur dengan satu telur di genggamannya. Dan saat melihat siapa yang berjalan ke arahnya setelah meletakan coat di atas sofa itu, ekspresi Jin Ra spontan berubah jadi dingin dan datar.

Dia sedari tadi memang mengacuhkan panggilan serta pesan dari orang yang sudah merusak moodnya sejak waktu makan siang tadi itu.

Jin Ra kembali fokus ke kegiatannya dan mengacuhkan Kyuhyun yang membuka lemari pendingin, mengambil sekaleng minuman dan duduk di meja makan.

Pria itu tidak mengatakan apa-apa dan hanya diam seraya menikmati minumannya. Baru setelah Jin Ra selesai memasak makan malam –sederhana- dan meletakan mangkuk ramen di atas meja barulah pria itu kembali bergerak.

Dia yang tadi duduk di seberang tempat mangkuk ramen Jin Ra, berdiri dan mengambil sumpit lalu duduk di samping sang kekasih.

Dengan santai dan tanpa kata ikut menikmati makanan itu bersama Jin Ra. Gadis itu yang juga memilih untuk tetap diam dan memulai makan malamnya.

Setelah beberapa menit kegiatan makan dalam diam mereka, Jin Ra meletakkan mangkuk kotor ke wastafel dan mencucinya.

“Jika tidak ada yang ingin kau katakan, lebih baik pergilah. Aku ingin tidur lebih awal malam ini.”

Kyuhyun melirik singkat Jin Ra yang membelakanginya dan kemudian meneguk habis minumannya. Setelah sang kekasih selesai mencuci mangkuk dan gelas, dia berniat melewati Kyuhyun sebelum pria itu menahan dan menariknya agar duduk kembali di tempatnya tadi.

“Ayo pergi ke festival.”

“Aku sedang tidak ingin kemana-mana.”

Jin Ra menjawab tanpa membalas tatapan Kyuhyun.

“Bukankah kau ingin kesana?”

“Jika memang berniat mengajakku pergi kenapa tidak mengatakannya saat makan siang tadi dan tidak harus merusak suasana hatiku.”

“Maaf.  Aku sebelumnya sudah memiliki janji, tapi kemudian batal. Dan karena aku tahu kau akan terus menggerutu seperti ini jadi aku memutuskan untuk mengajakmu kesana.”

Kyuhyun menepuk singkat kepala Jin Ra yang menunduk.

“Jadi bagaimana? Kebetulan Hyukjae dan yang lain sedang menunggu dibawah.”

“Ha?”

Ada sahabatnya yang menunggu di bawah dan dia sedari tadi sangat santai dan bahkan sempat untuk ikut makan disini?

“Jadi, jika kau tidak ingin mereka membunuhku malam ini kau bisa segera ke kamarmu dan mengganti pakaian.”

“Kalau begitu boleh aku yang membunuhmu nanti?”

“Nanti. Setelah kita kembali dari festival.”

Kyuhyun kembali tersenyum senang karena ekspresi kesal sang kekasih sebelum berlalu ke kamarnya.

~

“Apa saja yang kalian lakukan diatas, eoh?”

Pertanyaan penuh nada kesal Hyukjae yang sedang bersandar di pintu mobil dibalas Kyuhyun dengan melirik Jin Ra; seakan mengatakan jika gadis itu penyebab mereka harus menunggu lama.

“Maaf, oppa. Dia tidak mengatakan apa-apa jadi aku tidak tahu jika kalian menunggu disini.”

“Hm, aku mengerti. Masuklah.”

Hyukjae membuka pintu belakang untuk Jin Ra dan belum sempat gadis itu bergerak dari posisinya, dia sudah di dului oleh Kyuhyun yang langsung masuk ke dalam.

“Aku tidak membukakan pintu untukmu, sialan.”

“Terima kasih, oppa.”

Kalimat Jin Ra selalu berhasil merubah raut marah di wajah Hyukjae dan membuatnya cepat melupakan tingkah Kyuhyun.

Sebenarnya ada Minho dan Taemin yang ikut tadi, tapi mereka berdua sudah pergi lebih dulu karena terlalu lama menunggu.

“Kau tampak cantik, Jin Ra-ah.”

Donghae –yang duduk disamping kursi kemudi- menoleh ke belakang dan memperhatikan Kyuhyun dan Jin Ra bergantian sebelum memberi komentar tadi.

“Terima kasih, oppa.”

“Kalian pasti bertengkar tadi di atas. Tampak jelas di wajah kalian berdua.”

Komentar selanjutnya yang datang dari mulut sang supir.

“Perhatikan saja jalannya, hyung.”

Kyuhyun memperhatikan pemandangan di kaca mobil dengan tangan yang bergerak menggenggam tangan kiri Jin Ra.

~

Festival tahunan di salah satu universitas itu penuh dengan stand yang menjual berbagai macam barang, makanan dan juga hiburan atau permainan.

Kyuhyun jelas tampak tidak terlalu menikmati event itu, alasan terbesarnya karena ada para sahabatnya bersama mereka.

Jika dia hanya berdua bersama Jin Ra mungkin tempat ini akan jadi lebih menarik.

Jin Ra yang justru sangat ceria terus mengekori kemanapun Hyukjae dan yang lain membawanya. Dia bahkan sudah menggendong dua boneka kecil hasil dari kemenangan Hyukjae dan Donghae saat bermain permainan menembak kaleng kosong minuman di stand yang ada.

Dan saat ini mereka tengah menikmati minuman dan makanan kecil di cafe kecil yang ada di area gerbang universitas.

“Kalian berkelilinglah lagi. Aku tahu jika kalian ingin berdua saja.”

Hyukjae melirik Kyuhyun yang diam memainkan ponsel serta Jin Ra yang sudah menatapnya heran sekarang.

Belum sempat gadis itu mengatakan sesuatu, Kyuhyun sudah berdiri dan berjalan keluar cafe. Membuat Jin Ra terpaksa ikut berdiri dan menyusulnya.

“Kau benar-benar tidak suka jika kita pergi ke tempat seperti ini?”

Kyuhyun memelankan langkah setelah Jin Ra berhasil mengejarnya. Dia mengaitkan tangan sang kekasih ke lengannya.

“Aku akan suka jika kita hanya berdua.”

“Berdua atau tidak kan sama saja. Aku jadi tidak enak dengan mereka.”

“Kau dan mereka mengenalku dengan baik, kan?”

Kyuhyun merangkul Jin Ra dan mengajaknya berjalan lebih cepat memasuki area festival agar gadis itu tidak lagi mengatakan kalimat lain.

Karena mereka tadi sudah mengelilingi semua tempat disana, Kyuhyun hanya mengajak Jin Ra berjalan sebentar lalu membelikannya permen kapas. Dan kemudian memilih untuk duduk di kursi panjang yang ada di sisi-sisi stand.

“Aku akan senang jika ada tempat seperti ini di dekat apartemen jadi aku bisa pergi sendiri tanpa menunggu ajakan darimu.”

Jin Ra menyandarkan kepala ke bahu Kyuhyun seraya menikmati permen kapasnya.

“Aku rasa kau juga tahu jika aku tidak akan memberi izin padamu.”

“Aku kan bisa pergi diam-diam tanpa memberitahumu.”

”Apa kau memperingatkanku tentang kejahatan yang akan kau lakukan?”

“Kejahatan apa maksudmu?”

“Pergi keluar tanpa memberitahuku atau tanpa kehadiranku sama saja kejahatan, sayang.”

“Sikapmu yang menyebalkan dengan sengaja mengatakan sesuatu yang menyenangkan tanpa berniat mengajakku pergi atau melakukannya, itu yang lebih cocok disebut sebagai kejahatan.”

Jin Ra menyumpalkan permen kapas ke mulut Kyuhyun yang tersenyum seakan mengejeknya.

Pria itu mengeratkan rangkulannya, sementara tangan kiri merogoh saku jaket saat ponselnya bergetar.

“Mereka pergi lebih dulu, pertandingan basket yang harusnya diadakan lusa dimajukan malam ini.”

Menyampaikan pesan yang dikirim Donghae baru saja.

“Oh? Mendadak sekali. Apa kita harus ikut pergi dan menonton mereka?”

“Tidak perlu.”

Kyuhyun memasukkan kembali ponselnya.

“Mereka tidak memerlukan semangat dari kita. Lagipula apa kau tidak bosan melihat mereka bermain basket?”

Jin Ra menggeleng dan tersenyum lalu kembali memakan permen kapasnya.

“Kita bertahan disini sebentar lagi lalu kita pulang.”

“Hm.”

~

Jin Ra memperhatikan garis-garis kubik jalanan yang ia lewati. Seakan menikmati setiap langkah yang Kyuhyun dan dirinya ambil.

“Perhatikan jalanan di depanmu sebelum kau tersandung dan jatuh.”

“Kau kan bisa melihatnya untukku.”

“Aku sudah menjadi pengantar dan juga harus menjadi pemandu jalanmu, eoh?”

“Memang itu kan tugasmu sebagai kekasihku?”

Jin Ra berjinjit dan mengecup pipi kiri Kyuhyun saat pria itu berdecak karena kalimatnya.

“Apa aku harus selalu merajuk dan marah lebih dulu agar kau mau mengajakku jalan-jalan seperti ini?”

“Kita selalu jalan-jalan setiap harinya kan?”

“Di koridor kampus?”

Dia memukul pinggang Kyuhyun setelah pria itu membenarkan tebakannya.

“Bersikaplah romantis sedikit.”

“Kau tahu aku berusaha.”

Kyuhyun menghentikan langkah dan menarik Jin Ra ke arah area hijau di belakang gedung apartemen.

Dia membawa gadis itu ke kursi panjang yang ada disana, menariknya agar duduk dan memeluknya dari samping.

“Aku pikir kau ingin cepat-cepat pulang agar bisa segera bermain game atau tidur.”

“Dan kau akan meneror dengan pesan-pesan singkatmu.”

“Dan akan berlanjut marah hingga esok harinya.”

“Bagus jika kau sadar itu.”

Jin Ra tersenyum simpul. Dia mengeratkan lingkaran tangannya di pinggang Kyuhyun dan ikut memandangi langit yang memiliki beberapa bintang malam ini. Sedikit menambah tingkat keceriaannya.

“Kapan terakhir kali kita duduk disini?”

“Bulan lalu?”

“Hm. Sepertinya.”

Kyuhyun menarik Jin Ra lebih dekat. Dia menundukkan kepala dan mengecup bibir serta kening sang kekasih.

Membuat gadis itu tersenyum sumringah lalu membalas dengan mencium bibirnya untuk beberapa saat.

“Walaupun kau sangat menyebalkan hari ini, tapi terima kasih.”

“Aku mengesalkan setiap hari. Kau yang mengatakan itu.”

“Tetap saja kau terkadang bisa jadi kekasih yang sangat keren. Terkadang.”

Dia memberi sedikit penekanan pada kata terakhir, bahkan dengan menambahkan gesture menggunakan jari-jarinya.

“Aku akan membuatnya berubah jadi ‘jarang’ jika kau mau.”

“Aish. Jangan kembali ke sifatmu secepat ini.”

Kyuhyun terkekeh pelan dan kembali memeluk erat Jin Ra. Mereke terdiam beberapa saat, menikmati suasana dan momen yang ada.

“Tapi, sayang. Kau mendengar sesuatu?”

Pertanyaan tiba-tiba.

“Mendengar apa?”

“Sepertinya ada suara yang terus terdengar dari area di belakang kita.”

“Jangan bercanda. Di belakang kita kan hanya semak-semak.”

Walau dengan nada kesal, Jin Ra mengeratkan kedua tangan di tubuh Kyuhyun. Mulai memberi respon dari perkataan pria itu.

“Aku serius. Aku mendengar sesuatu sejak tadi.”

“Cho Kyuhyun. Caramu benar-benar murahan untuk menakutiku.”

Jin Ra mempertahankan posisi tubuh yang menempel pada Kyuhyun, sebelum pria itu perlahan melepas kaitan tangannya.

“Aku benar-benar mendengarnya, sayang.”

Dia menoleh ke belakang dan melihat Jin Ra kemudian.

“Haruskah kita memeriksanya?”

Ekspresi Kyuhyun yang serius membuat Jin Ra mau tidak mau menghilangkan ekspresi kesalnya.

“Kau saja yang periksa. Kau kan yang mendengar ‘sesuatu’ itu.”

“Baiklah.”

Kyuhyun yang mendadak berdiri dan langsung  berjalan memutari kursi membuat Jin Ra terkejut dan ikut berdiri lalu menarik bajunya.

“Kau serius? Jika kita menemukan yang aneh-aneh bagaimana? Kau jangan kembali bertingkah mengesalkan, Cho.”

“Akan lebih baik jika aku memeriksanya. Aku penasaran.”

Jika dia tidak mendengar suara itu terus-menerus mungkin dia akan mengabaikannya. Tapi dia mendengarnya sejak tadi, hanya saja dia tidak segera memberitahu Jin Ra.

Dia mendengar seperti suara tangisan, dan itu tentu akan semakin menakuti sang kekasih jika dia mendengarnya.

Dengan Jin Ra menempel di belakang seraya memegang erat bajunya, Kyuhyun berjalan perlahan ke area di depannya yang memang penuh dengan semak-semak karena itu tepat di pinggir trotoar untuk pejalan kaki yang tadi mereka lewati.

“Kau melihat sesuatu?”

“Kita baru mendekat beberapa langkah, sayang.”

“Tapi kita tampak mencurigakan karena mengendap-endap seperti ini.”

Kyuhyun menghentikan langkah lalu menegakkan tubuh. Kenapa juga dia harus berjalan seperti tadi?

Setelah selesai dengan gerutuan di dalam hati, pria itu kembali melanjutkan langkah. Dia menyingkap dedaunan yang menutupi pandangannya.

Tidak jauh dari sana dia melihat sesuatu seperti tempat berbentuk kotak di atas batu marmer berukuran sedang, sebagian pinggirannya agak tertutupi rerumputan, tapi karena cahaya dari lampu jalan di depan dia bisa melihat ada sesuatu yang bergerak-gerak di sana.

Kyuhyun membalik tubuh dan menatap Jin Ra.

“Aku melihat sesuatu.”

“Be-benarkah? Apa? Kau tidak sedang mengerjaiku, kan?”

“Aku sendiri tidak yakin dengan pengelihatanku.”

“Apa? Apa yang kau lihat?”

“Bayi.”

~

Pernah kau mengalami keadaan dimana kau merasa sesuatu itu sangat tidak masuk akal dan membuatmu tanpa sadar ingin mentertawakan diri sendiri karena percaya dengan apa yang sedang terjadi?

“Apa yang harus kita lakukan?”

“Aku juga sedang memikirkannya, sayang.”

“Membawanya ke kantor polisi?”

“Tidakkah itu ide yang buruk?”

“Buruk kenapa?”

“Pasangan kekasih membawa seorang bayi ke kantor polisi dan mengatakan menemukannya di semak-semak. Mereka bukannya membantu justru akan menuduh jika itu bayi kita dan kita hanya berpura-pura menemukannya agar kita tidak perlu menjaga bayi itu.”

“Ey. Mana mungkin mereka berpikiran seperti itu?”

“Kau yang justru aneh jika tidak berpendapat seperti itu.”

Kalimat Kyuhyun berhasil membungkam Jin Ra, dia sepertinya sadar apa ‘buruknya’ ide membawa bayi itu ke kantor polisi.

Sungguh, mereka sudah tampak seperti orang idiot.

Duduk menyila di lantai dengan menghadap sofa dimana seorang bayi yang tertidur di atas ranjang bayi, sepertinya bayi itu kelelahan karena terus menangis dan tertidur saat Kyuhyun dan Jin Ra membawanya ke apartemen –dengan mengendap-endap-.

“Lalu? Aku bahkan masih belum yakin apa dia benar-benar bayi atau robot berbentuk bayi.”

“Aish, pikiranmu itu.”

“Kita menemukan bayi di semak-semak saat malam hari, oppa. Kau sadar betapa gilanya itu? Apa menurutmu itu masuk akal? Orang bodoh mana yang meninggalkan bayi mereka di tempat seperti itu?”

“Bagaimana jika justru mereka kehilangan bayi ini?”

“Dan bayi itu tiba-tiba ada disana? Dia bermain petak umpet atau apa?”

“Leluconmu bahkan tidak lucu, nona Park.”

“Aku tidak sedang bercanda, Cho Kyuhyun!”

Jin Ra yang terlanjur –sangat- kesal spontan menarik bantal sofa dan memukul-mukulkannya ke kepala Kyuhyun.

Dan suara ribut yang mereka buat ternyata mengusik sang bayi. Dia membuka matanya tiba-tiba. Kyuhyun dan Jin Ra yang sadar itu seakan membeku di tempat, dan setelah tanpa sadar menghitung 1 2 3 di dalam hati, bayi itu menangis dengan lantang.

Mereka mengganggu tidurnya.

Berbarengan dengan suara tangisan sang bayi yang nyaring, Kyuhyun dan Jin Ra mendadak panik dan berdiri dari duduk mereka.

“Kau membangunkannya.”

“Kau yang membuat suara gaduh itu.”

“Itu karena kau memukulku terus-menerus.”

Semakin nyaring perdebatan mereka, semakin nyaring pula tangisan bayi di depan mereka itu.

“Angkat dia.”

“Ha?”

“Gendong dia. Kau wanita, tidak mungkin tidak pernah mengendong seorang bayi.”

“Bukan begitu. Aku takut.”

“Ketakutanmu akan berubah jadi kepanikkan jika ada yang mendengar suara tangisan bayi datang dari sini.”

Benar juga.

Jin Ra mendekat dan memberanikan diri mengangkat sang bayi yang masih menangis. Dia memang pernah beberapa kali menggendong bayi, tapi bukan berarti dia mahir dalam hal itu, kan?

Tubuh Jin Ra bergerak dengan sendirinya ke kanan dan ke kiri; mengayunnya.

Bayi itu masih menangis dan membuat tingkat kepanikkan mereka berdua semakin tinggi.

“Apa dia haus?”

“Lalu? Kita tidak mungkin memberinya air mineral.”

Jin Ra semakin aktif bergerak.

“Kita coba saja. Lagipula dia bukan bayi berumur 7 hari kan?”

Kyuhyun melesat pergi ke dapur. Tidak berapa lama dia kembali dengan cangkir serta sendok kecil.

Kenapa ini lucu? Melihat Kyuhyun yang biasanya bertingkah cool dan berbicara atau bergerak seadanya sekarang justru sibuk pergi kesana-kemari dan mengatakan segala hal yang terlintas di otaknya.

“Sendokkan sedikit saja.”

Jin Ra membenarkan gendongannya agar Kyuhyun lebih mudah menyuapkan air untuk sang bayi.

Jika dilihat lagi, bayi ini sepertinya berumur sekitar 5-7 bulan. Bukan ide yang buruk kan memberinya air mineral?

Kyuhyun kembali menyendokkan air setelah melihat bayi itu menerima air yang masuk ke mulutnya, dia bahkan tidak lagi menangis.

“Sepertinya berhasil dan sepertinya dia memang haus.”

Jin Ra hanya mengangguk dan bergerak perlahan untuk duduk di atas sofa. Kyuhyun mengikuti gerakannya dan ikut duduk sembari kembali memberikan minum.

Setelah beberapa saat dan sang bayi benar-benar sudah tenang, mereka jadi ikut hening.

“Sekarang apa?”

Tanyanya setelah meletakkan cangkir ke atas meja.

“Apa lagi? Tentu saja menidurkannya.”

“Kalau begitu lakukanlah.”

“Kenapa kau begitu mudah mengatakannya? Kebanyakan bayi akan susah tidur terkecuali berada disamping ibunya.”

“Setidaknya kau wanita. Akan lebih mudah untukmu dibanding denganku, kan?”

“Aish.”

Jin Ra kembali berdiri, mengayunkan tubuhnya dan menjauh dari ruang tamu –atau lebih tepatnya menjauh dari Kyuhyun?-.

“Kau ingin kemana?”

“Mencoba menidurkannya di kamar.”

Jawabnya dengan nada sedikit ketus.

“Semoga berhasil.”

“Sialan.”

~

Suara alarm serta sedikit cahaya matahari yang masuk dari celah tirai jendela membuat Kyuhyun menggeliat. Dia menggaruk kepalanya lalu merenggangkan tangan serta kakinya, tubuhnya tanpa sadar bergerak menyamping dan membuatnya tiba-tiba terjatuh ke lantai.

Ah, tempat tidurnya tidak seluas itu ternyata (re:sofa).

Dia bangkit dengan cepat, setelahnya dia memperhatikan keadaan sekitar. Apartemen Jin Ra.

“Ha ha, sepertinya ini pertama kalinya aku bermimpi aneh seperti itu. Auhhh, sangat tidak masuk akal.”

Kyuhyun mengacak-acak rambutnya singkat sebelum berhenti karena pandangannya jatuh ke cangkir berisi air di atas meja.

“Cangkir. Aku menyuapinya dengan air di cangkir itu.”

...

“Sialan. Itu bukan mimpi.”

Kakinya seakan lemas dan membuatnya terduduk dengan cepat ke atas sofa. Diikuti dengan tangan yang refleks mengacak rambut lebih cepat dan membuatnya acak-acakkan.

Setelah otaknya sedikit –kembali- bekerja, Kyuhyun bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kamar sang kekasih. Dia membuka pintu dengan –sangat- perlahan.

Pintu terbuka setengah, dia bisa melihat Jin Ra masih tertidur di sisi kiri ranjang. Kyuhyun membuka pintu sepenuhnya, lalu menghela nafas setelah  melihat bayi –yang ia harap hanya ada dalam mimpinya- sudah bangun dan  tengah tengkurap di samping Jin Ra.

“Hah. Dia benar-benar ada.”

Kyuhyun bersandar di ambang pintu. Memperhatikan sang bayi dan  kekasihnya bergantian.

Apa yang harus mereka lakukan? Membawa bayi itu ke kantor polisi –seperti yang sudah  ia katakan  tadi malam- adalah ide yang buruk.

Membiarkannya disini? Lebih buruk lagi. Akan jadi bencana jika orang tua Jin Ra datang dan melihat bayi itu.

“Kenapa di saat genting seperti ini otak cerdasku tidak bekerja?”

Mungkin efek shok yang terlalu tinggi?

Kyuhyun menghela nafas; untuk yang kesekian kali; lalu berjalan mendekat ke ranjang. Dia duduk di sisi kanan, di sebelah sang bayi.

Bayi itu mengikuti pergerakannya dan menatapnya.

Kyuhyun memberanikan diri mengusap kepala bayi itu. Dia yang terus menatapnya, membuat Kyuhyun kembali menghela nafas dan tanpa sdar menggeser duduknya menjauh.

“Aku merasa aku akan gila.”

Dia berdiri dan berpindah ke sisi kiri ranjang. Pandangan si bayi masih terus terfokus padanya.

Kyuhyun duduk di samping tubuh Jin Ra dan  mengusap pipinya. Sedikit mengusik dan kemudian membuatnya terbangun.

“Hei.”

Dia hanya tersenyum dan mengangguk.

“Dia menunggumu bangun sejak tadi.”

Ucapnya lembut dan melihat sang bayi kemudian. Membuat sang kekasih menengok ke sisi kiri.

“Astaga.”

Jin Ra yang terkejut bergegas bangun dan membuat keningnya berbenturan dengan Kyuhyun.

“Oh, maaf.”

Dia dengan cepat mengusap kening Kyuhyun dan membuat pria itu terkekh.

“Jangan katakan kau juga berharap jika dia hanya ada di dalam  mimpimu.”

Tebakannya yang sepertinya benar membuat Jin Ra tersenyum kemudian.

“Apa yang kita lakukan sekarang?”

“Entah.”

“Kita sama-sama harus pergi ke kampus hari ini. Siapa yang akan menjaganya?”

“Tidak mungkin orang lain selain kita, Park Jin Ra.”

“Jadi?”

“Tidak perlu pergi kuliah untuk hari ini. Kita harus memikirkan apa yang akan kita lakukan dan mungkin pergi berbelanja sesuatu untuknya.”

“Sesuatu seperti?”

“Susu.”

“Aku tidak membayangkan akan membeli barang seperti itu bersamamu.”

“Dengan kata lain kau tidak pernah membayangkan kita menikah?”

“Bukan. Aku hanya membayangkan kau akan terus sibuk bermain game tanpa peduli dan ikut menjaga bayi kita nanti.”

“Yaish.”

Kyuhyun mengetuk kening Jin Ra.

“Kau pikir aku akan jadi ayah yang seburuk itu?”

“Kemungkinan besar memang seperti itu.”

“Berpikirlah dua kali sebelum mengatakan itu, nona.”

Jin Ra menampilkan wajah puas setelah yakin kyuhyun cukup kesal dengan kata-katanya.

“Kau tahu aku hanya bercanda.”

Dan memberikan kecupan singkat di bibir pria itu.

“Mandilah lebih dulu. Aku akan menjaganya dan menyiapkan sarapan.”

Kyuhyun mengangguk dengan baik dan pergi berlalu masuk ke kamar mandi.

“Cah, ini adalah hari pertama kau bersama kami.”

“Jin Ra yang sudah lebih dulu mengikat rambutnya ke atas, mendekati sang bayi dengan menggendongnya dengan pelan.

“Oh, kau cantik. Yeoja?”

Dia baru sadar jika mereka belum tahu jenis kelamin bayi ini tadi malam. Itu wajar kan? Bayi dengan umur seperti dia memiliki wajah yang sulit dibedakan antara laki-laki atau perempuan.

“Maaf, eoh? Kami bahkan tidak memikirkan apa kau bayi perempuan atau laki-laki.”

Bayi itu menggenggam telunjuk Jin Ra yang ia gunakan untuk mengusap pipinya,

Dia lalu membawanya keluar kamar, dengan tidak lupa membawa keranjang bayi yang masih ada di sofa.

“Kau akan tenang kan selama aku menyiapkan sarapan untuk pria menyebalkan di dalam tadi?”

Jin Ra merebahkan sang bayi ke dalam keranjang yang ia letakkan di atas pantry, tentu dengan jarak yang sangat jauh dari kompor.

Dia lalu menyiapkan segala alat dan bahan yang ia perlukan untuk membuatkan Kyuhyun sarapan. Tanpa sadar dia bergerak lebih cepat karena takut si bayi akan menangis jika ditinggalkan lebih lama.

Karena tatapan bayi itu terus mengikutinya yang lalu lalang di dapur.

“Apakah aku juga harus membuatkanmu sesuatu?”

Dia menghampiri keranjang bayi dan bermain dengan wajah bayi itu sembari menunggu sup yang ia buat mendidih.

Jin Ra melihat beberapa buah kentang yang masih tersisa dari yang ia gunakan untuk sup. Merebus kentang lalu melumatnya dan memberikannya untuk bayi ini sepertinya bukan ide yang buruk, kan?

Dia pasti sudah dalam usia yang mendapat makanan tambahan selain ASI.

“Baiklah. Tunggu sebentar lagi, eoh?”

Jin ra mengambil panci kecil yang biasa ia gunakan untuk merebus. Setelah mengisinya dengan air dan memasukkan dua buah kentang, ia meletakkan panci itu ke atas kompor. Lalu kembali fokus ke sup di samping.

Dia mengaduk dengan sesekali menengok ke arah sang bayi yang sibuk bermain dengan tangannya.

Sebelum memekik dan membuat bayi itu ikut terkejut.

Kyuhyun tiba-tiba memeluknya dari belakang tanpa suara sedikit pun.

“Apa dia sangat mempesonamu sampai kau lupa menyalakan kan kompor yang satunya?”

Pria itu meletakkan dagu keatas pundak  Jin Ra lalu menggenggam tangan kanan sang kekasih dan menyalakan kompor untuk panci berisi kentang yang akan  direbus tadi.

“Astaga, aku benar-benar tidak menyalakannya?”

Terlalu tidak percaya dengan kecerobohannya sendiri.

“Dan kau bisa meletakkan ranjangnya di atas meja makan, lebih luas dan lebih aman kan?”

“Benarkah?”

Gadis itu mendongakkan kepala.

“Setidaknya itu ide yang lebih baik, menurutku.”

Kyuhyun mengangkat ranjang sang bayi dan meletakkanya ke atas meja makan, di tengah-tengah.

Pria itu lalu membantu kegiatan memasak sang kekasih.

~

“Apakah ini berarti kita akan membiarkannya tinggal bersama kita?”

“Untuk sementara. Aku akan mencoba pergi ke kantor polisi terdekat dan mencari tahu jika ada orang tua yang melaporkan kehilangan bayi mereka.”

Kyuhyun kembali menuang air ke dalam gelasnya dan memperhatikan Jin Ra yang dengan hati-hati menyuapkan kentang ke bayi di gendongannya.

“Kau tidak ingin memberi nama sementara untuknya?”

“Nama?”

“Apa kita akan terus memanggilnya dengan ‘kau’, ‘bayi’, dan lain-lain?”

Jin Ra tertegun dan memandang sang bayi yang tengah menghabiskan kentang di mulutnya.

“Kau benar. Tapi aku tidak tahu nama apa yang harus kita berikan.”

“Dia perempuan, kan?”

“Hm. Haru?”

“Jangan membawa-bawa ikan itu disini.”

“Akhir-akhir ini kata itu yang sering terlintas di benakku. Donghae oppa berhasil meracuniku sepertinya dengan bisnisnya.”

“Tentu. Kau mengenakan produknya, bagaimana mungkin kau tidak terus teringat ikan itu.”

Kyuhyun menatap sinis kalung putih yang melingkar di leher sang kekasih.

Donghae memang baru saja menjalankan bisnis bersama kakaknya. Jadi terkadang dia tanpa sadar terus mempromosikan produk bisnisnya, terutama pada Jin Ra agar kekasih Kyuhyun itu akan mempromosikan produk itu pada teman-teman wanitanya.

Bahkan dia mendapat kalung dengan liontin berbentuk bintang dengan inisial ‘J’ di dalamnya. Seperti sebuah sogokan –menurut Kyuhyun-.

“Kenapa kau mengalihkan pembicaraan?”

 “Kenapa juga kau membawa-bawa Donghae sekarang.”

“Baiklah. Jadi kau ingin nama seperti apa?”

“Entah. Itu lagipula tugas konyol jika harus diserahkan padaku.”

Kyuhyun meletakkan gelas kosong ke wastafel dan berlalu dari dapur.

“Cih. Dia yang menyarankan untuk memberi nama, taoi dia tidak mau memberi pendapat apapun.”

Tidak ingin mengabaikan sang bayi karena Kyuhyun, Jin Ra melanjutkan kegiatannya.

“Sekarang kau tidak akan lagi bertanya kenapa aku menyebut pria tadi menyebalkan.”

Dia seperti berharap bayi ini menyerap kata-katanya seperti saat ia menerima suapannya dengan baik.

“Nama apa yang cocok untukmu, eoh?”

 “Karena kau perempuan, aku harus memberi nama yang cantik bukan? Walaupun hanya sementara.”

“Haruskah aku menggabungkan nama kami? Kyuhyun dan Jin Ra. Kyura? Hyunra?”

Entah karena makanan atau karena ekspresi Jin Ra yang lucu,bayi itu tersenyum saat Jin ra menyebut kata ‘Hyun Ra’.

“Eoh? Hyun Ra cantik, kan? Kau suka sepertinya.”

“Aku akan memanggilmu Hyun Ra mulai sekarang. Hyun Ra. Cho Hyun Ra? Park Hyun Ra lebih menarik sepertinya.”

Jin Ra terkekeh saat Hyun Ra merespon dengan baik perkataan atau tangannya yang bermain dengan wajah bayi itu.

Sepertinya mereka sama-sama merayakan terciptanya nama ‘Park Hyun Ra’ itu.

~

“Orang-orang memperhatikan kita?”

“Mungkin mereka berpikir ‘Di usia yang semuda itu mereka sudah harus memiliki seorang bayi’.”

Kyuhyun mengambil beberapa kotak tisu dan memasukkan ke keranjang belanja dan melanjutkan langkahnya ke food court. Membiarkan Jin Ra yang menggendong Hyun Ra mengekorinya dari belakang.

“Bagaimana dengan susu Hyun Ra? Atau popok dan yang lainnya.”

“Hyun Ra?”

“Kami sepakat menggunakan nama ‘Hyun Ra’ untuknya. Dia juga sepertinya suka.”

Jin Ra dengan sumringah bermain dengan Hyun Ra yang memegang erat telunjuknya.

“Cih, bukan ‘kami’ tapi ‘kau’ yang sepakat.”

“Diamlah. Dan ayo cepat kesana.”

Dia melangkah lebih dulu mendekati area berisi tumpukkan berbagai macam susu bubuk untuk bayi.

“Pilih yang mana?”

“Untuk usia 5-12 bulan, kan? Untuk rasanya kita ambil saja beberapa rasa.”

Jin Ra mengambil tiga merk susu bubuk yang berbeda rasa dan menyerahkannya pada Kyuhyun.

“Ini saja?”

Menyadari arti pertanyaan sang kekasih, Jin Ra menunjuk ke arah belakang pria itu. Disana tersedia makanan untuk bayi.

“Susu, makanan, popok dan pakaian sudah. Ada lagi?”

“Sudah cukup sepertinya.”

Kyuhyun mengangguk dan membawa troli belanjaan ke kasir yang kebetulan tengah sepi.

“Selamat sore, tuan dan nyonya. Ada barang lain lagi?”

“Tidak. Ini saja.”

Kyuhyun membalas senyuman si petugas kasir dan beralih fokus ke dompetnya. Sementara Jin Ra sibuk memegangi Hyun Ra yang bergerak aktif saat melihat penutup kepala dari jaket Kyuhyun yang tergantung di punggung pria itu.

Dia seperti mencoba menggerakkan tangan untuk meraihnya. Membuat Jin Ra tersenyum dan menjadikan tudung kepala Kyuhyun sebagai mainan dengan menarik-nariknya agar sampai ke tangan Hyun Ra.

Kyuhyun yang tidak ingin perhatiannya teralihkan, membuka sedikit resleting jaket agar Jin Ra bisa menarik tudungnya lebih jauh.

‘Biarkan kedua anak kecil di belakangku ini bermain sesuka hati mereka’. Begitu pikirnya.

“Berapa usia bayi kalian?”

Seorang wanita paruh baya yang mengantri dibelakang mereka spontan bertanya seraya menyentuh lengan Hyun Ra.

Jin Ra yang mungkin terlalu terkejut karena mendapat pertanyaan seperti itu tercengang dan bingung harus mengatakan apa.

“Enam bulan.”

Hingga harus Kyuhyun yang ambil suara.

“Ah, usia dimana perkembangannya akan sangat cepat. Kalian harus merawat dan menjaganya dengan baik. Dia anak pertama, kan?”

Jin Ra tanpa sadar semakin menunduk dan tangan kirinya yang menggenggam ujung kaos Kyuhyun semakin mengerat.

“Ya. Terima kasih atas sarannya.”

Kyuhyun yang berusaha menahan tawa menoleh dan tersenyum kepada wanita itu.

Setelah selesai dengan urusannya di meja kasir, Kyuhyun membawa semua belanjaan dan memberi isyarat pada Jin Ra untuk berjalan mendahuluinya.

~

“Aku akan mengirim fotonya. Tulis saja bayi perempuan dengan usia sekitar 5-7 bulan dan ditemukan di area sekitar apartemen Jin Ra. Kau tahu kan tempatnya?”

“Jangan mencari masalah denganku. Kau pikir Jin Ra bisa hamil selama sembilan bulan tanpa ada satupun dari kalian yang tahu?”

“Dia bahkan tidak terlihat mirip denganku atau Jin Ra.”

“Sudahlah. Cepat saja dan jangan banyak bertanya.”

Kyuhyun melepas seatbelt dan membuka pintu mobil. Setelah memutus panggilan dari temannya tadi, dia membuka folder galeri di ponsel dan mencari foto Hyun Ra.

Dia lalu berjalan masuk ke gedung di depannya dan langsung disambut oleh meja berukuran sedang dengan dua petugas berseragam duduk disana.

“Selamat sore, tuan. Ada yang bisa kami bantu?”

Kenapa aku merasa gugup?

“Ah, aku hanya ingin bertanya. Apa dalam beberapa hari ini ada orang yang melaporkan kehilangan bayi mereka di area ini?”

Sang petugas polisi yang berbicara dengannya itu melepas topi dan menatapnya sebentar. Dia lalu membuka buku besar yang ada di meja.

“Jika laporan kehilangan anak kecil berusia dua tahun dan lima tahun, ada. Tapi jika seorang bayi, tidak ada laporan apapun. Apa anda kehilangan bayi anda, tuan?”

Kyuhyun yang semula berniat menunjukkan foto Hyun Ra di ponsel membatalkan niat dna memasukkan benda itu ke dalam sakunya.

Entah kenapa dia jadi merasa ragu.

“Tidak. Hanya-“

“Ada pesan dari tim di lapangan, penculik anak-anak dan bayi yang kita cari itu sudah ditemukan tempat persembunyiannya.”

Sebelum ada petugas lain yang datang dengan tergesa-gesa untuk memberi informasi pada petugas di meja jaga.

“Baik, akan kami kabarkan pada tim yang lain.”

Setelah petugas yang datang tadi berlalu, sang petugas di depan Kyuhyun kembali melihatnya.

“Jadi anda ingin membuat laporan, tuan?”

“Laporan?”

Fokus, Cho Kyuhyun.

“Ah, tidak. Tidak apa. Aku akan kembali kemari jika memang ada masalah.”

Jawabnya ambigu. Dia bahkan dengan canggung tersenyum dan menundukkan kepala lalu berlalu dengan cepat keluar dari sana.

“Benar, kan? Datang kemari memang bukan ide yang baik.”


~TBC~