Sabtu, 22 Oktober 2016

You & Me #17

Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`
Young Me menutup pintu mobil dengan kasar.

Memasang seatbelt, menyalakan mobil dan mulai menjalankannya.

Tidak memperdulikan pria yang sempat menggedor jendela mobilnya sebelum ia pergi dari sana.

Entahlah. Ada rasa amarah, kecewa, dan juga sedih. Semuanya bercampur.

Tapi dia tidak tahu kenapa.

Jika kecewa dan marah wajar, karena pria tadi -sebut saja sebagai Donghae- dengan tiba-tiba menyatakan perasannya.

Mereka bahkan baru bertemu beberapa kali, pergi makan bersama atau hanya jalan berkeliling taman.

Baiklah, itu cukup sering.

Tapi apa hanya karena itu pria itu dengan berani mengatakan cinta padanya?

Dan apa karena dia teman Leeteuk?

Kakaknya itu pun pasti belum tentu menyukai tindakannya yang tiba-tiba ini.

Fokusnya yang hampir hilang membuat mobilnya oleng dan hampir keluar jalur.

Beruntung dia masih bisa mengendalikan diri dan membuat hal buruk tidak terjadi padanya (lagi).

"Tuhan."

"Apa yang terjadi padaku."

Gadis itu menundukkan wajah.

Tidak dipungkiri dia merasa nyaman saat bersama Donghae.

Entah karena apa. Seakan mereka memiliki ikatan.

Tapi saat pria itu menyatakan perasaan padanya, dia justru merasa marah.

Menganggapnya melebihi batas.

Di dasar hatinya dia ingin memberi kesempatan untuk Donghae mendapatkan hatinya.

Tapi logikanya berkata lain. Dia tidak bisa semudah itu menerima pria seperti Donghae.

Pria yang belum lama ia kenal, dan pria yang merupakan teman kakaknya.

Hubungan mereka tidak akan baik.

Setidaknya, menurutnya.

~

"Dia belum kembali?"

"Aku pikir dia masih bersamamu."

"Kami baru selesai makan malam tadi. Dan dia pergi begitu saja setelah itu."

"Karena?"

"Karena... karena... kau tahu karena apa. Kau pikir sampai kapan aku harus menahannya?"

"Astaga! Kau keterlaluan, Lee Donghae."

"Ayolah, hyung. Ini hampir tiga bulan, dia bahkan belum mengalami perkembangan. Selain dia tidak lagi lupa apa yang ia lakukan kemarin sebelum tertidur."

"Karena memang belum saatnya. Kau pikir dia menginginkan ini? Kehilangan memorinya dan bahkan tidak bisa mengingat pria yang sudah berstatus sebagai suaminya sendiri?"

"Aku tidak bisa menahannya!"

Donghae mengacak rambutnya kasar dan menghembuskan nafas panjang.

Baiklah, dia tahu jika dia salah. Tapi dia tidak bisa terus hanya diam kan?

Dia ingin melakukan sesuatu. Lagipula Young Me adalah istrinya, ada hak miliknya pada gadis itu.

Dia tidak tahan saat gadis itu hanya menganggapnya sebagai 'kenalan'.

Terlebih saat dia merasa dirinya bebas dan bisa begitu dekat bercengkrama dengan pria lain.

Henry?

Ya. Pria mana lagi yang bisa sesedekat mungkin dengan Young Me.

"Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan? Usahamu mendekatinya secara perlahan selama ini akan sia-sia. Dia justru akan menjauhimu."

Leeteuk dengan gusar terus mencoba menghubungi sang adik.

Yang sialnya tidak bisa tersambung.

"Aku bahkan tidak bisa menghubunginya. Sialan."

Dia merasa ingin meluapkan amarah pada sang adik ipar.

Tapi, itu keterlaluan.

Donghae sudah cukup menderita dengan semua yang terjadi.

Belum genap satu minggu menikah, dia harus menghadapi kenyataan jika sang istri mengalami kecelakaan dan tidak bisa mengingatnya.

Dia bahkan mati-matian mencari informasi tentang kecelakaan itu.

Tidak bisa tinggal diam tanpa bertindak untuk menemukan siapa yang menyebabkan semua hal buruk ini terjadi.

Terlebih dari itu, kenyataan jika Young Me lebih memilih bersama pria lain dan mengacuhkannya yang membuatnya semakin meradang.

"Kau juga tahu kan jika dia sering pergi keluar bersama Henry?"

"Henry hanya sahabatnya. Pria itu tahu diri. Dia tahu status Young Me."

"Aku yakin kau tidak sepercaya itu padanya."

"Lalu jika memang benar, apa yang bisa ku lakukan? Tidak ada."

"Setidaknya kau bisa mengatakan pada pria itu agar tidak mendekati Young Me. Agar dia tidak mengambil kesempatan dari keadaannya."

Leeteuk terdiam tanpa respon.

Pandangannya mengarah ke mobil sang adik yang tampak memasuki gerbang.

Gadis itu pulang. Baguslah.

"Hyung."

"Diamlah."

Donghae baru menyadari apa yang menyita perhatian sang kakak ipar saat melihat istrinya sudah berdiri disana.

Menatap datar ke arahnya.

"Aku mencoba menghubungimu. Kenapa tidak bisa tersambung? Bukankah aku memintamu untuk selalu mengaktifkan ponsel?"

"Bukankah kau tahu aku pergi dengan siapa? Dan kau sangat mempercayainya. Kenapa sekarang kau khawatir pada keadaanku?"

Benar. Itu benar.

"Astaga. Kau tidak tahu apa-apa, tidak bisakah kau menuruti perkataanku?"

"Benar. Memangnya apa yang aku tahu? Kau selalu menganggapku sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa dan tidak bisa mengandalkan dirinya sendiri!"

"Young!"

Donghae menarik tangan Leeteuk yang berdiri dan hendak mendekat ke sang adik.

Bisakah gadis itu tidak menambah buruk perasaannya?

"Masuk! Masuk ke dalam!"

Dan dia hanya menatap datar pada pria yang memerintahnya.

Punya hak apa dia?

"Aku bilang masuk, Young!"

"Cih. Kalian berdua sama saja!"

Tidak peduli jika Leeteuk akan semakin marah padanya, gadis itu menghentakkan kaki dan berlalu ke dalam.

Donghae mengusap kasar wajahnya.

Gadis itu benar-benar akan menjauhinya sejak saat ini. Itu pasti.

Dan jika dia mengingkan sang istri 'mengenalnya' dengan lebih baik, maka mengatakan yang sebenarnya adalah satu-satunya cara.

Lagipula Young Me juga pasti menyadari jika ada hal yang salah di dirinya.

"Kita harus memberitahunya, hyung!"

"Tidak akan semudah itu."

"Pasti bisa. Kita hanya perlu membuatnya yakin jika aku adalah suaminya. Setelah itu aku akan berusaha membuatnya mengingat semuanya kembali."

"Kau tahu jika aku tidak ingin ada orang lain yang memanfaatkan keadaanya. Aku bahkan belum bisa menemukan orang yang menyebabkan semua hal ini terjadi."

"Aku tahu, Hae. Sangat tahu. Dan aku mengerti apa yang kau rasakan. Tapi bisakah kau bersabar sedikit lagi? Dengan apa yang sudah kau lakukan hari ini saja, kesempatan kita membuatnya percaya akan semakin kecil."

"Itu karena kita terus menutupi semuanya. Walau dia hilang ingatan tapi kita masih bisa mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia berhak tahu itu, hyung!"

"Dia berhak! Tapi ini belum saatnya."

Leeteuk membalas tatapan Donghae.

Kenapa mereka harus bersitegang saat seharusnya mereka saling membantu.

"Baiklah. Aku merasa tidak sopan karena mengajakmu berdebat. Maaf, hyung."

Donghae berdiri, merapikan jaketnya.

"Aku pulang."

~

"Henry!!"

"Hey, bagaiman kabarmu?"

"Baik."

Young Me meletakkan tasnya ke atas meja di teras, lalu sibuk mengenakan coatnya.

Malam ini Henry mengajaknya makan malam, yang tentu saja tanpa berpikir panjang langsung ia setujui.

"Ingin kemana?"

Sayang.

Leeteuk yang datang langsung melenyapkan senyuman di wajah Young Me.

Terlebih nada bicara pria itu terdengar ketus.

"Hai, hyung. Maaf. Aku ingin mengajak Young Me makan malam. Boleh?"

Leeteuk tidak membalas tatapan Henry dan hanya sibuk memandang sang adik.

Menatapnya lekat. Membuat gadis itu kesal.

"Jika Young Me bersedia."

Ucapnya datar lalu berlalu ke dalam rumah.

"Maaf. Leeteuk oppa sedang kelelahan karena pekerjaan."

"Tidak apa. Lagipula dia kakakmu, wajar jika khawatir saat kau akan pergi bersama seorang pria."

"Pria itu adalah sahabatku. Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Dia saja yang berlebihan."

Henry tersenyum dan mengulurkan tangan untuk merapikan sedikit rambut Young Me.

"Kalau begitu kita pergi sekarang?"

"Ya!"

~

"Hey, wajahmu cerah sekali. Ada apa?"

Hye Ri yang tengah membuat minuman hangat untuk Leeteuk mendapati Young Me yang baru saja pulang.

Gadis itu tersenyum dan meneguk kaleng minuman yang ia ambil dari lemari pendingin.

"Bagaimana makan malamnya?"

"Karena itu wajahku terlihat cerah seperti katamu, eonni."

"Eoh, benarkah? Apa ada yang terjadi?"

Hye Ri ikut duduk di meja makan dan tampak tersenyum dengan paksa untuk Young Me yang duduk di hadapannya.

"Dia menyiapkan makan malam yang sangat istimewa. Tempatnya juga romantis. Aku tidak bisa berhenti tersenyum sejak tiba disana."

"Wow. Pasti ada hal spesial yang terjadi, kan?"

"Benar."

"Apa itu?"

"Eonni harus menebaknya."

"Aku? Hmm."

Wanita itu mengetukkan jarinya ke bibir; berpikir.

"Hari ini ulang tahunnya?"

"Bukan."

Young Me kembali menegak air sodanya.

"Dia mendapatkan proyek besar di perusahaan?"

"Aish, bukan! Benarkah eonni tidak bisa menebaknya?"

Aku bisa. Aku hanya tidak ingin mengatakannya.

"Tidak. Aku menyerah."

"Kalau begitu biar aku beri tahu."

Gadis itu tampak mendekatkan tubuhnya ke meja; seakan hendak memberitahukan sebuah rahasia.

"Dia mengatakan perasaannya padaku."

"Wow! Benarkah?"

Hye Ri tampak terkejut (hanya ekspresi kosong sebenarnya).

"Lalu? Apa kau menerimanya?"

"Entah. Dia memberiku waktu untuk berpikir."

"Tapi sepertinya dari reaksimu, kau akan menerimanya. Benarkan?"

Young Me hanya tersenyum dan mengangkat bahu lalu kembali menikmati minumannya.

Sedang Hye Ri hanya membalas dengan senyuman seadanya, lalu memilih menatap orang yang berdiri di ambang pintu dapur sana.

Menatap dingin ke arahnya dan Young Me.

Yang tentu saja tidak gadis itu sadari karena posisi orang itu yang berada di belakangnya.

~

"Sudahlah. Untuk apa kau menangis? Ini bukan masalahmu."

"Kenapa kau harus bicara seperti itu? Apa kau tidak membayangkan bagaiman reaksi Donghae jika dia tahu tentang ini?"

"Memangnya akan memberi pengaruh seperti apa jika dia tahu?"

"Oppa! Dia sudah mau berkorban dengan tidak egois mengatakan dirinya sebagai suaminya di depan Young Me. Dan sekarang, saat hal ini terjadi kau sama sekali tidak memikirkannya?"

"Lalu memangnya apa yang bisa kita lakukan? Apa kau akan meminta Young Me tidak menerima Henry dan bahkan menyuruhnya menjauhi pria itu. Lalu mengatakan jika dia sudah menikah dan Donghae lah suaminya? Kau akan melakukan itu?"

"Jika perlu. Aku tidak sebegitu kejam membiarkan Donghae kehilangan Young Me."

"Cih. Dia bahkan tidak bisa membantu dirinya sendiri. Dan kau justru menangis tersedu-sedu karena memikirkan perasaannya?"

Leeteuk mengalihkan pandangan dan menatap dingin jalan yang dilewati mobilnya.

~

"Benarkah ini rusak? Bukankah mobilnya tidak terlalu parah?"

"Tapi kan bagian depannya sangat ringsek. Kau saja tahu jika luka yang diterima istrimu tidak ringan."

"Ey, jangan membahasnya sekarang. Perbaiki saja cepat."

"Cih. Baiklah."

Donghae melepas jas dan menyampirkannya ke sofa.

Hari ini dia -yang entah bagaimana caranya- berhasil mendapatkan memory card di mobil yang Young Me gunakan saat kecelakaan.

Di dalam memory card itu ada rekaman dari kamera depan mobil yang pasti merekam siapa orang yang membawa Young Me pergi menggunakan mobil itu.

Sayangnya, karena kondisi depan mobil yang sangat parah membuat pihak kepolisian kesulitan memeriksanya.

Dan disinilah dia. Di rumah salah satu teman baiknya yang memang cukup ahli dalam bidang komputer dan sejenisnya.

"Bagaimana?"

"Jangan panggil aku jenius jika tidak bisa melakukannya."

Temannya itu dengan senyum kemenangan memberikan flashdisk untuknya.

"Rekamannya sudah aku letakkan disitu. Kau bisa memeriksanya sendiri."

"Baiklah. Terima kasih. Kau teman terbaikku."

"Ya, aku tahu. Sekarang enyah saja dari rumahku."

Donghae tertawa dan menyampirkan jas ke pundaknya.

"Aku pergi."

"Ya. Dan salam untuk istrimu."

~

Untuk kesekian kalinya, entah yang ke berapa, Donghae mendapati istrinya tengah bersama Henry.

Garis bawahi! 'Bersama'.

Jika saja tidak fakta yang mengatakan kalau Henry mengatakan perasaannya dan diterima oleh Young Me, maka tidak akan terasa seburuk ini.

Tapi lihatlah. Henry yang seperti melakukan kebiasaannya; mengusap kepala Young Me atau bermain dengan rambut gadis itu.

Dan hanya ditanggapi dengan respon manja atau tawa Young Me.

Semakin rumit sekarang. Dia akan semakin jauh dengan Young Me, dan istrinya itu akan semakin dekat ke pria lain.

Resiko.

Dia yang menghancurkan semuanya dengan menyatakan perasannya hari itu.

Jika dia bisa lebih bersabar, bukankah semua tidak harus berakhir seperti ini?

"Hey."

Tepukkan di pundak membuat Donghae berhenti memperhatikan 'pasangan' yang berada di cafe yang berseberangan dengan restoran tempatnya sekarang.

"Hey. Kau sudah datang?"

"Hm. Dan kau acuhkan."

"Hahaha, maaf. Aku tidak fokus tadi."

Seorang pelayan datang dan memberikan buku menu.

"Pesananmu, nona?"

"Dia yang akan memesannya."

Donghae yang merasa ditunjuk dengan cepat memilih menu untuk makan siang mereka hari ini.

"Jadi, bagaimana pekerjaanmu nona Han?"

"Seperti biasa; melelahkan."

"Tentu. Kau harus sering pergi keluar untuk tulisanmu kan?"

"Benar. Dan kau sendiri, oppa?"

"Biasa saja. Berkas menumpuk di meja, meeting bersama klien atau pergi memeriksa lokasi proyek. Begitu seterusnya."

"Membosankan."

"Tepat sekali."

"Setidaknya kau akan merasa bersemangat menyelesaikannya saat mengingat ada yang menunggumu di rumah."

"Hm. Tidak sebegitu berpengaruh."

Ucap Donghae masam dan dengan pelan menoleh; melihat lagi dimana istrinya berada.

"Lebih tepatnya, membuatku justru semakin bersemangat kerja dan tidak ingin pulang."

"Ah, maaf. Hiraukan ucapanku."

Gadis itu tersenyum canggung.

Dia mengerti apa yang terjadi pada Donghae dan tahu kenapa pria itu tampak murung.

"Lalu apakah kau, Han Hye Na juga memiliki seseorang yang memberimu semangat?"

"Jangan menyindirku."

"Aku tidak menyindir. Untuk apa aku menyindirmu yang selalu fokus bekerja dan tidak memiliki waktu untuk sekedar bertemu dengan orang-orang atau lebih tepatnya seorang pria?"

"Cih. Aku benci padamu."

"Memangnya aku salah? Aku bahkan beberapa kali menawarkan untuk mengenalkanmu pada seseorang, kan? Tapi kau menolaknya."

"Aku sedang tidak ingin melakukan hal lain selain pekerjaanku."

"Hm. Teruslah seperti itu. Teruslah melakukannya hingga kau menikah dengan tumpukkan artikel-artikelmu itu."

Hye Na hanya mendengus dan menatap arah lain.

Membuat Donghae tertawa dan menggerakan tangan untuk mengacak rambut gadis itu singkat.

"Jangan marah. Aku hanya bercanda."

"Kalau begitu juga jangan bercanda dengan rambutku!"

Donghae hanya kembali tertawa dan menikmati wajah kesal Hye Na.

Terlalu menikmati hingga tidak menyadari mata lain yang memandangnya lekat dari balik kaca.


~TBC~
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar