Sabtu, 22 Oktober 2016

You & Me #19 (END)

Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`
 "Apa yang kau lihat?"

"Rekaman dari mobil yang kecelakaan itu."

"Benarkah? Apa kau sudah tahu siapa yang saat itu mengajak istrimu?"

"Hm. Aku mengetahuinya baru saja."

"Benarkah?"

Siwon yang masih bersantai dengan duduk di sofa, meloncat dan mendekat ke sang sahabat yang masih setia menatap laptopnya.

"Lalu siapa pelakunya?"

"Seseorang yang sesuai dengan tebakanku."

"Maksudmu?"

"Aku pergi dulu."

Tidak peduli dengan wajah penasaran Siwon, Donghae berdiri dan mengenakan jas yang tersampir di kursinya.

Lalu berlalu pergi dari ruang kerjanya.

"Ya!! Kau belum memberitahuku!"

Merasa tidak akan mendapat jawaban dari sang sahabat, Siwon memeriksa laptop Donghae yang masih menyala.

Mencoba mencari di mana video rekaman itu berada.

Dan sialnya, tidak ada.

Sepertinya video itu tersimpan di flashdisk yang Donghae genggam tadi.

~

"Kenapa? Tidak suka makanannya?"

"Tidak. Aku suka."

"Lalu kenapa hanya menatapnya saja? Atau kau tidak suka pergi denganku?"

"Bukan begitu."

Young Me meletakkan sendoknya dan meminum air di gelasnya.

Entah kenapa. Pergi dengan Henry tidak semenyenangkan sebelumnya.

Mungkin karena ada Donghae yang terus datang ke pikirannya.

"Baiklah. Kau tahu kan kenapa aku mengajakmu pergi hari ini?"

"Tidak."

"Benarkah? Aku ingin membicarakan tentang rencana pertunangan kita."

Pertunangan. Benar.

Sekarang, apa pria di depannya itu tahu jika dia adalah istri orang lain?

Atau dia tidak tahu? Bukankah dia tinggal di Kanada beberapa tahun belakangan?

Ada kemungkinan dia tidak tahu kan?

"Henry, aku boleh bertanya kan?"

"Tentu. Apa?"

Young Me melihat ponselnya yang bergetar.

Ada pesan masuk. Dari Donghae.

"Kau kembali kemari baru saja, kan? Beberapa minggu setelah kecelakaanku?"

"Ya. Kenapa?"

"Seandainya jika aku mengatakan aku sudah menikah sebelum kecelakaan itu, apa kau percaya?"

Henry menghentikan gerakan tangannya, lalu kembali menatap Young Me.

Tampak berpikir sejenak.

"Memangnya kau sudah menikah?"

"Aku bertanya. Apa kau akan percaya?"

"Dan aku juga bertanya, memangnya kau benar-benar sudah menikah?"

"Sudah."

Suaranya melirih. Tampak ragu.

"Lalu kenapa kau tidak pernah mengatakan padaku?"

"Aku tidak ingat. Leeteuk oppa mengatakan jika aku kehilangan sebagian memoriku karena kecelakaan."

"Dan kau menikah dengan?"

Young Me menatapnya. Sedikit tidak nyaman.

"Donghae oppa."

"Pria teman Leeteuk hyung itu?"

Dia mengangguk.

Memperhatikan Henry yang mengusap wajahnya.

Entahlah. Siapa yang salah disini?

Leeteuk yang tidak memberitahu Henry jika Young Me sudah menikah dan memintanya menjauh.

Henry yang sebenarnya tahu tapi tetap mendekatinya?

Atau dirinya yang terlalu bodoh dan tidak menyadari keadaan, hingga memberikan kesempatan untuk sang sahabat mendekatinya?

"Oppa?"

Tatapan Young Me beralih pada Leeteuk yang tampak berjalan mendekati meja mereka.

Membuat Henry menoleh ke belakang dan menangkap wajah penuh emosi Leeteuk.

Ada yang salah?

"Oppa? Kenapa kau ada di-"

Ucapannya terpotong dan terganti dengan teriakan.

Saat Leeteuk dengan brutal menarik kerah Henry hingga membuat pria itu berdiri lalu melayangkan tinjuan ke wajahnya.

Tampak sama seperti yang ia lakukan pada Donghae.

Bedanya, dia hanya memberikan satu pukulan keras untuk adik iparnya itu.

Tapi untuk Henry? Young Me bahkan sudah panik dan meneriaki sang kakak agar melepaskan Henry yang terus menerima layangan tangannya.

"Ya!! Hentikan!"

Beberapa orang dan juga pelayan cafe berusaha mendekat tapi seakan takut mendekati Leeteuk yang tampak menggila.

"Oppa!! Hentikan!"

Dan untungnya dia bisa menarik lengan sang kakak.

Sedang dua orang pelayan pria segera membantu Henry berdiri.

Sungguh. Lebam benar-benar memenuhi wajah pria itu.

"Ya!! Apa yang kau lakukan?"

Antara merasa marah dan bingung, dia mendorong Leeteuk yang mendekatinya.

"Ambil tasmu dan pulang denganku! Sekarang!"

Apa-apaan pria ini.

"Ambil tasmu sebelum aku menghajarnya lagi!"

Emosinya sepertinya sudah mencapai akhir.

Young Me menatap miris Henry yang juga menatapnya.

Lalu beranjak mengambil tasnya dan mengikuti kemana sang kakak menarik tangannya.

~

"Kau gila? Apa yang kau lakukan?"

"Menurutmu?"

"Oppa!! Kau ingin membunuhnya??"

"Benar!!"

Leeteuk menginjak rem mendadak dan meminggirkan mobilnya.

"Aku bisa membunuhnya! Dan aku yakin kau tidak akan berani membantahku jika tahu apa yang sudah ia lakukan."

"Dan sekarang jangan keluarkan air matamu untuk pria itu. Kau akan menyesalinya."

"Oppa... Dia sahabatku. Kau tidak bisa melakukan itu."

Ayolah, Young. Bisakah kau tidak menangis di saat-saat seperti ini?

"Kau mengenalku. Apa kau pikir aku akan melakukan hal seperti tadi jika dia tidak melakukan kesalahan?"

"Memangnya kesalahan apa yang dia lakukan?"

"Dia penyebab kecelakaanmu! Dia yang membawamu pergi dengan mobil sialan itu! Dan dia meninggalkanmu begitu saja tanpa menolongmu!"

"Kau pikir apa yang akan aku lakukan pada seseorang yang hampir membunuh adikku sendiri?"

Baiklah. Ini sedikit sulit di cerna.

Bagaimana bisa Henry yang menyebabkan kecelakaan itu? Bagaimana dan kenapa?

"Dia? Apa maksudmu-"

"Donghae yang memberitahuku. Dan berterima kasihlah karena aku tidak membawa polisi untuk menangkap sahabatmu itu."

"Oppa."


FLASHBACK

"Aku ingin menunjukkan sesuatu."

"Sesuatu apa? Jika tidak penting pergilah saja."

"Hyung. Aku tahu kau masih marah padaku, tapi apa yang ingin aku tunjukan ini berhubungan dengan kecelakaan Young Me."

Leeteuk menatapnya. Akhirnya.

"Jadi bisakah kau memberikan waktumu sebentar?"

"Cepatlah saja."

Donghae mengangguk dan meminta izin untuk menyentuh laptop Leeteuk lalu memasangkan flashdisk yang ia bawa.

Kemudian menampilkan sebuah rekaman yang seperti di rekam dari kamera depan mobil.

"Kau lihat?"

Leeteuk mendekatkan tubuhnya dan memperhatikan rekaman itu.

Disana tampak sebuah cafe yang merupakan salah satu cafe favorit adiknya.

Dan kemudian Young Me terlihat keluar dari cafe, tidak lama tampak Henry mendekatinya dan seperti mengatakan sesuatu lalu menyentuh lengan gadis itu.

Dia sepertinya meminta Young Me ikut dengannya dan gadis itu sedikit menolak.

Dan Henry masih dengan tenaganya, menarik Young Me dan membawanya ke dalam mobil.

Terdengar suara pintu mobil yang ditutup lalu mobil mulai berjalan.

Mobil itu berjalan dengan kecepatan tinggi dan beberapa menit kemudian tampak oleng ke kanan dan ke kiri.

Hingga akhirnya menabrak pembatas jalan.

Cukup keras hingga membuat kamera mati karena rusak.

"Aku tidak mengerti. Apa ini benar hanya karena rem yang blong? Lagipula untuk apa dia memaksa Young Me ikut dengannya bahkan dengan kecepatan tinggi seperti itu?"

"Aku juga tidak tahu, hyung. Tapi aku menebak jika Young Me berusaha membuatnya mengurangi laju mobil, karena itu mobil oleng ke samping."

"Lalu apa yang akan kita lakukan? Membawa rekaman ini ke kantor polisi? Walaupun memang dia tidak berniat menculik Young Me, dengan kecelakaan ini dan dia meninggalkan Young Me begitu saja juga termasuk tindakan kriminal bukan? Dia harus bertanggung jawab."

"Tapi aku rasa Young Me tidak akan suka dengan itu."

"Aku tidak peduli dia suka atau tidak. Apa yang sudah Henry lakukan bisa merenggut nyawanya. Dan kau tahu kita sama-sama tidak menginginkan hal buruk terjadi lagi untuk ketiga kalinya."

"Benar. Tapi aku rasa kita hanya perlu memberinya pelajaran."

"Terserahlah."

FLASHBACK ENDS

~

"Sudahlah, berhenti menangis. Kau sudah menangisinya sedari tadi."

"Eonni. Benarkah dia setega itu? Dia sahabatku sejak kecil."

"Mungkin dia hanya tidak suka kehilangan kesempatan untuk mendapatkanmu."

"Aku hanya tidak mengira dia bisa melakukan itu."

"Memang. Aku pun sama. Jadi wajar kan jika oppamu bisa melakukan hal buruk padanya?"

Hye Ri mengusap kepala Young Me; menenangkannya.

"Tenangkan dirimu. Istirahat saja. Leeteuk oppa akan marah lagi jika melihatmu seperti ini."

"Atau ingin aku hubungi Donghae dan memintanya kemari?"

"Tidak perlu."

"Hey."

Mereka berdua menoleh ke ambang pintu dan mendapati Leeteuk yang menatap kesal pada Young Me.

Lalu kemudian menatap istrinya.

"Ayo pulang."

Yang dibalas anggukan oleh wanita itu.

"Istirahatlah."

Hye Ri sekali lagi mengusap air mata Young Me yang membenamkan wajahnya; menghindari tatapan Leeteuk.

Wanita itu lalu menaikkan selimutnya dan berlalu pergi bersama Leeteuk.

Young Me menarik nafas dalam dan menarik selimut menutupi kepalanya.

Perasaannya semakin buruk. Bingung, marah dan yang lainnya.

Masih sulit mencerna apa yang sudah terjadi.

Sebegitu rumitnya kah hidupnya?

Kehilangan memori bahkan tentang hal penting seperti pernikahan.

Lalu sekarang, fakta jika yang menyebabkan semuanya terjadi padanya adalah sahabatnya sendiri?

Seakan dia kehilangan mereka satu persatu.

"Hey, sayang."

Young Me merasakan seseorang menaiki tempat tidur dan menyingkap selimutnya.

"Hey. Kau menangis?"

"Oppa."

Gadis itu bangun dan memeluknya.

"Tenanglah. Aku disini."

"Leeteuk oppa yang memanggilmu?"

"Tidak. Aku kan memiliki ikatan batin denganmu, jadi aku bisa tahu jika kau sedang bersedih."

Donghae mengusap pipi basah istrinya.

"Kau akan kesulitan untuk tidur jika terus menangis."

"Dan terlebih lagi, kau menangisi pria lain."

"Maaf."

"Aku tidak marah."

Donghae membenarkan bantal di belakang Young Me dan meminta sang istri untuk merebahkan tubuhnya kembali.

"Tidurlah sekarang. Aku akan menjagamu."

Lalu memeluk erat gadis yang membenamkan wajah ke dadanya itu.

"Dia tidak mungkin berniat melukaiku, kan? Kami bersama sejak kecil."

"Dia bahkan selalu melindungiku."

"Membantu dan menemaniku jika aku kesepian."

Donghae hanya diam dan menanggapi dengan gumaman.

Membiarkan Young Me mengungkapkan semua perasaannya.

Gadis itu mungkin tidak bisa menentukan reaksi mana yang harus ia tampilkan.

Dia tentu merasa kecewa, tapi perasaan tidak percaya lebih mendominasi.

"Dia pasti memiliki alasannya sendiri. Kau tidak bisa memberikan label buruk untuknya, mengingat bagaimana hubungan kalian selama ini."

"Lalu kau sendiri? Apa kau menilainya buruk? Sama seperti penilaian Leeteuk oppa?"

Donghae menarik nafas dalam dan terus mengusap rambut istrinya.

"Jujur, aku menilainya dengan sangat buruk. Dia melukai seseorang yang berharga di hidupku. Tidak mungkin aku merasa biasa saja, kan? Tapi aku rasa hukuman yang diberikan Leeteuk hyung sudah lebih dari cukup."

"Aku tidak ingin menambah panjang masalah dengan membawa bukti kesalahannya ke polisi. Dan aku yakin kau juga tidak menginginkannya, kan?"

"Hm. Terima kasih."

Gadis itu akhirnya mengangkat kepala dan menatapnya.

"Aku juga jadi merasa bersalah karena memberi kesempatan untuknya mendekatiku lagi. Dan seakan tidak peka dengan opini kalian."

"Kau kan tidak mengingatnya. Bagaimana mungkin aku menyalahkanmu."

Pria itu mematikan lampu meja di samping ranjang dan mengeratkan pelukannya.

"Jangan membahasnya lagi. Lupakan dan istirahat saja sekarang."

"Tapi boleh aku bertanya sesuatu?"

"Hanya satu pertanyaan."

Young Me menggerakan tubuhnya; mencari posisi nyaman di pelukan Donghae.

"Bagaimana dengan gadis kemarin?"

"'Gadis kemarin'?"

"Gadis itu..."

"Yang kau cium."

"Gadis yang ku cium? Kau?"

Pria itu terkekeh saat merasakan cubitan kecil di perutnya.

"Saat Leeteuk oppa memukulmu."

"Aku bahkan lupa tentang itu."

"Benarkah?"

Young Me menatapnya terkejut. Apa sebegitu mudahnya hal itu ia lupakan?

"Tidak. Aku mengingatnya."

"Lalu apa yang kau tanyakan? Siapa gadis itu atau apa hubunganku dengannya?"

"Kedua-duanya."

"Oke. Dia teman lamaku dan orang yang bersamaku saat aku bersedih karena masalah kita."

"Kau menyukainya?"

"Mungkin."

Bisakah kau tidak segampang itu menjawabnya?

"Tapi dia yang marah karena membiarkan kau melihat ku menciumnya. Yang memaksaku meninggalkan apartemen agar menemuimu. Dan yang terus mendorongku agar mendapatkanmu kembali."

Donghae memainkan ujung rambut Young Me.

"Karena itu aku menyukainya."

"Haruskah aku berterima kasih padanya?"

"Berterima kasihlah padaku. Nanti akan aku sampaikan padanya."

Donghae meraih bibir Young Me. Mengecupnya singkat.

"Sekarang tidurlah. Karena malam ini adalah malam terakhir kau tidur disini."

"Eh?"

"Kita sudah menikah dan kau seharusnya tinggal bersama suamimu, bukan lagi disini. Mengerti?"

Gadis itu mengangguk dan semakin masuk ke dekapan Donghae.

~

"Hey."

Baru saja Young Me keluar dari lift, dia sudah mendapat pelukan dari Leeteuk yang kebetulan sedang menunggu lift.

"Apa yang kau lakukan disini?"

"Bekerja tentu saja."

"Dua minggu tinggal bersama Donghae apa sudah berhasil mengembalikan ingatanmu?"

"Bukankah aku sudah bekerja disini bahkan sebelum aku mengenal Donghae oppa? Aku tahu dan bisa mengerjakan pekerjaanku."

"Baiklah. Jangan sinis. Aku kan hanya bercanda."

"Kau ingin kemana?"

Young Me memperhatikan Leeteuk yang masuk ke dalam lift.

"Membeli sesuatu. Akan aku bawakan kau makanan. Tunggu saja."

Ucapnya sebelum pintu lift tertutup.

~

"Kau masih belum mengingat apapun tentang Donghae?"

Young Me menggeleng dan kembali menikmati cake coklatnya. Mengamati Leeteuk yang memutar-mutar cangkir kopinya.

"Lalu apa yang Donghae lakukan? Apa dia memperlakukanmu dengan baik?"

"Tentu saja. Dan itu yang membuatku nyaman dan merasa memilih keputusan yang tepat dengan bersamanya."

"Baguslah. Aku berharap kau cepat mendapatkan ingatanmu kembali."

"Hm. Akupun begitu."

~

Young Me menata dengan rapi makanan ke atas meja makan.

Dia melirik sekali lagi jam di dinding. Pukul 6 malam. Sepertinya dia masih bisa mandi sebelum Donghae datang.

Young Me mengambil ponsel di meja makan dan membawanya ke kamar.

Meletakkan benda itu ke atas tempat tidur lalu masuk ke dalam kamar mandi. Menyalakan air guna mengisi bathtub. Menuangkan cairan sabun dan aroma therapy.

Tangannya mengaduk-aduk air di bathtub membuat beberapa cipratan mengenai lantai.

Gadis itu lalu berdiri dan mengatur kran shower agar air hangat bisa langsung ia nikmati selesai berendam nanti.

Dia lalu mencuci tangannya yang terasa licin karena cairan sabun di wastafel. Dan menghentikan kegiatannya saat mendengar deringan ponselnya di atas tempat tidur.

Gadis itu dengan cepat mematikan kran wastafel dan berniat keluar dari kamar mandi sebelum kakinya menginjak cipratan air dari bathtub di lantai yang licin.

Membuatnya kehilangan keseimbangan dan limbung dengan kepala yang terbentur ke pinggiran bathtub.

~

"Aku pulang."

Donghae meletakkan sepatu ke rak dan menyampirkan jasnya ke sofa. Pandangannya mengedar mencari keberadaan sang istri.

Dia berjalan ke dapur dan hanya menemukan beberapa piring makanan yang tertata disana tapi tidak ada Young Me.

Dia lalu memutuskan membuka pintu kamar dan melihat ponsel Young Me ada di atas meja.

Pintu kamar mandi terbuka jadi jelas jika gadis itu tidak ada disana.

Langkah kaki Donghae mendekat ke balkon yang pintunya terbuka. Dia tidak melihat Young Me berdiri disana.

Tapi saat memeriksa kursi panjang yang ada di sudut balkon, dia menemukannya.

Gadis itu tampak duduk termenung disana.

"Sayang."

Donghae duduk di sampingnya dan menyentuh pundak Young Me.

Gadis itu menoleh menatapnya. Yang serta merta membuat senyum di wajah Donghae menghilang karena melihat bercak darah di sudut kening gadis itu.

"Kau terluka? Apa yang terjadi?"

Tangannya reflek hendak menyentuh wajahnya tapi gadis itu menggeleng dan hanya menatapnya dingin.

"Ada apa? Kau marah karena aku pulang terlambat? Maaf, terjadi sesuatu dengan mobilku tadi."

Donghae masih berusaha menyentuh wajah sang istri. Dan bagusnya sekarang gadis itu tidak menolak.

"Kepalamu membentur sesuatu? Kenapa tidak mengobatinya? Aku akan mengambil kotak obat dulu."

Dia berdiri dan hendak masuk ke dalam sebelum tangan Young Me menahan lengannya. Membuatnya kembali duduk.

"Ada apa? Kau sadar jika ada bercak darah di keningmu? Jangan diam saja."

Donghae menyingkirkan anak rambut yang hendak menutupi luka itu.

"Kau..."

"Siapa?"

Dan gerakannya terhenti saat kata tanya itu meluncur dari bibir istrinya. Membuatnya tercekat dan menatapnya kaget.

Jangan lagi. Jangan untuk kedua kalinya. Dia sudah bersusah payah membuat Young Me menerimanya. Jangan hilangkan lagi memori tentangnya.

"A-aku? Aku... aku suamimu."

Donghae mencoba berbicara dengan nada setenang dan semeyakinkan mungkin. Yang lagi-lagi mendapat tatapan dingin dari gadis itu.

"Jika kau suamiku."

"Kenapa kau membiarkan aku tinggal di rumah dan bukannya membawaku kemari?"

"Bahkan kau hanya menemuiku beberapa hari sekali."

Tunggu. Tunggu dulu.

Ada yang salah disini.

"Kau? Kau sudah mengingatku? Kau sudah mengingat semuanya tentang ku?"

Donghae yang tanpa sadar meninggikan suaranya membuat Young Me tersenyum tipis dan memberikan kecupan di pipinya.

Seakan pengganti kata 'Ya'.

"Benarkah? Young? Kau tidak sedang mengerjaiku, kan?"

"Apa luka ini bisa mendukung kebohonganku?"

Mata Donghae yang semakin melebar membuat Young Me semakin menahan senyumannya.

"Benar."

Dan menangkup wajah sang suami.

"Aku mengingatnya. Mengingat semua hal detil tentangmu. Suamiku."

"Benarkah itu? Aku tidak sedang bermimpi, kan?"

Young Me memajukan wajah dan meraih bibir Donghae. Mengecupnya sesaat dan kemudian sengaja menggigit bibir bawah pria itu.

"Apa itu tampak seperti mimpi?"

Ucapnya yang mendapat respon teriakan girang pria itu, yang langsung berdiri dan menariknya masuk ke pelukannya.

"Astaga, Park Young Me. Kau hampir membuat jantungku gagal berkerja."

"Maaf. Aku hanya terlalu gembira karena berhasil mengingat semuanya kembali. Terutama semua tentangmu."

"Apa karena luka ini? Apa yang terjadi? Kau jatuh membentur sesuatu?"

Donghae kembali menangkup wajah sang istri; memperhatikan lukanya.

"Aku ceroboh dan terpleset di lantai kamar mandi yang licin dan kepalaku membentur pinggiran bathtub."

"Kau harus lebih berhati-hati lain kali. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika kau sampai terluka lagi."

"Aku tahu. Maaf."

"Berhenti meminta maaf. Kalimat maafmu bisa merusak suasana hatiku."

Donghae kembali memeluk Young Me, sedikit mengangkatnya. Membuat gadis itu melingkarkan kedua tangan ke lehernya.

"Terima kasih, Tuhan."

"Dan terima kasih sayang karena sudah mengingatku."

Donghae meletakkan tangan kananya ke belakang lutut Young Me dan mengangkat tubuh gadis itu.

"Aku mencintaimu."

Dan untuk yang kesekian kalinya, mengecup bibir ranum istrinya.

Yang hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Membiarkan sang suami membawanya masuk dan meletakkan tubuhnya ke atas ranjang king sized mereka.

Tangan pria itu tampak merambat ke arah meja di sisi kiri ranjang dan mematikan lampu yang ada disana. Dia bisa menangkap senyuman di wajah Donghae.

"Aku juga mencintaimu, Lee Donghae."

"Suamiku."

Dan Young Me memanjangkan tangan guna mematikan lampu di meja di sisi kanan ranjang.

Membiarkan cahaya bulan menerangi kamar mereka dari pintu balkon.

Dan juga membiarkan semua bintang menyaksikan kebahagiaan mereka yang melimpah malam ini. Dan untuk malam-malam selanjutnya.


FIN

You & Me #18

Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`
~

Di sisiku, aku hanya melihat raut anggunmu
Di sisinya, dapat ku lihat mata yang mengharap dan garis bibir bahagiamu

Jikalau hatimu yang menuntun
dan jika dapat memberimu bahagia
akan ku lepas beban yang membuatmu resah ini

Aku takut kau yang pergi
Dan jika boleh biarkan aku yang pergi
mempertahankan kenangan yang pernah kau ukir

~

"Kau selalu menggunakan tempat ini untuk termenung?"

"Hm. Bisa dibilang seperti itu. Kau lihat sendiri jika tempat ini tidak terlalu ramai."

"Tentu saja. Karena kau memilih tempat di sudut."

"Karena aku tidak ingin ada yang mengganggu kita."

"Memangnya apa yang akan kita lakukan?"

"Entah."

Donghae tertawa saat kembali mendapati wajah kesal Hye Na.

"Maaf karena mengajakmu kemari."

"Tidak apa. Kau kan memang selalu merepotkanku."

Gadis itu menyuapkan kue yang dia pesan tadi ke Donghae.

"Aku tidak keberatan. Tapi hanya ingin kau lebih banyak istirahat. Kau akan kelelahan nanti."

"Aku baik-baik saja."

"Tapi tubuhmu tidak mengatakan itu."

"Memangnya ada yang salah dari tubuhku?"

Donghae menggeser duduknya saat Hye Na memintanya mendekat.

"Kau kehilangan berat badan, kau tahu? Wajahmu tirus dan tampak pucat. Apa itu yang disebut baik-baik saja?"

Tangan mungilnya mengusap pelan wajah Donghae, membuat pria itu semakin menempelkan wajahnya pada tangan Hye Na.

"Kau memperhatikanku."

"Memangnya tidak boleh?"

"Sangat boleh tentu saja."

Donghae menyelipkan anak rambut Hye Na ke belakang telinga.

"Perhatikan saja aku sesukamu. Kau boleh melakukannya."

Gadis itu mengangguk sebagai respon.

Lalu menunduk memperhatikan tangan Donghae yang menggenggam tangannya.

"Kau tidak menemuinya?"

"Menemui?"

"Young Me."

Hye Na menoleh saat mendengar Donghae yang menarik nafas dalam.

"Tidak. Lagipula dia tidak akan senang melihatku."

"Maaf menanyakan itu."

Dia menatap Donghae yang semakin mendekat.

"Kau tahu jika kau mulai membuatku kesal?"

"Benarkah?"

"Benar. Jadi aku harap kau tahu apa akibatnya."

Pria itu tersenyum kecil dan mendekatkan wajah.

Cukup dekat hingga bibirnya bisa menempel pada Hye Na.

Tangan kanan menahan kedua tangan gadis itu di atas meja agar tidak mengganggu kegiatannya.

Hye Na hendak menjauh, tapi melihat mata Donghae yang menatapnya lembut membuatnya memilih untuk diam.

Membiarkan pria itu sedikit bermain dengan bibirnya.

Yang akhirnya terhenti saat Donghae tertarik oleh seseorang.

Seseorang yang menggunakan tangan kiri untuk mencengkeram kerah Donghae lalu tangan kanannya ia gunakan untuk melayangkan tinjuan ke wajah pria itu.

Cukup membuat sudut bibirnya terluka.

Hye Na yang terkejut ikut berdiri dan berniat menyentuh wajah Donghae sebelum tertahan karena melihat siapa pelakunya dan terlebih seseorang yang berdiri di belakang sang pelaku.

"Hyung!"

"Apa yang kau lakukan??"

"Memangnya apa yang kau lihat?"

Toh tatapan marah orang itu sama sekali tidak berpengaruh untuknya.

"Kenapa kau harus marah? Dia saja tidak keberatan. Ya kan, Young?"

Dan menatap Young Me yang berdiri dengan ekspresi antara kaget dan bingung.

Kaget melihat apa yang Leeteuk lakukan tadi dan bingung kenapa kakaknya bersikap seperti itu.

"Kau tidak sadar apa yang sudah kau lakukan?"

"Aku? Aku sadar. Aku sedang berusaha melakukan apa yang adikmu inginkan; menjauh dan melupakannya."

Menekan kata terakhirnya.

"Dan bukankah kau juga memintaku menjaga jarak dengan adikmu, hyung? Lalu kenapa aku jadi tampak melakukan kesalahan sekarang?"

Leeteuk; yang tampak setengah mati menahan amarah menoleh dan mendapati Young Me menatapnya.

Hari ini dia sebenarnya ingin membawa Young Me pergi makan malam.

Dan berniat untuk mencoba mengatakan sesuatu tentang hubungan Donghae dan adiknya itu yang sebenarnya.

Kenapa dia sekarang ingin melakukannya?

Karena tidak bisa menahan lebih lama lagi. Terlebih setelah Young Me dengan cerianya mengatakan pada Hye Ri jika Henry berniat mengajaknya bertunangan.

Sesuatu yang sangat tidak mungkin dilakukan mengingat Young Me yang masih berstatus sebagai istri orang lain.

Istri dari pria yang memang penurut; mengikuti keinginan Young Me dan Leeteuk untuk menjauh.

Pria itu entah bagaimana, bisa menahan diri untuk tidak lagi menampakkan diri di hadapan sang istri, sejak kejadian dimana dia menyatakan perasaannya pada gadis itu.

Entah memang benar-benar menyerah untuk bertahan atau sedang memikirkan cara lain.

Tapi melihat situasi tadi, sepertinya kita tahu apa yang ia pilih.

~

"Kau tidak ingin menjelaskan padaku?"

"Menjelaskan apa? Diam dan makan saja makananmu."

"Kau masih bisa setenang ini saat melakukan hal tadi di depanku?"

"Lalu kau mengharapkan aku melakukan apa? Toh kau tidak akan mempercayainya."

Young Me meletakkan sendoknya hingga berdenting saat bersentuhan dengan piring.

"Coba katakan padaku."

"Katakan? Jika aku mengatakan kau sudah menikah dan Donghae adalah suamimu, apa kau percaya?"

Baiklah. Bukan seperti ini seharusnya.

Bukan dengan nada penuh emosi.

Dan bukan dengan segampang itu, seakan fakta 'pernikahan' hanya hal sepele.

Pria itu bahkan tidak peduli pada tatapan terkejut sang adik dan memilih meneguk wine di gelasnya.

"Kau tidak percaya, kan?."

"Oppa..."

"Kau tidak percaya dan tidak ingin untuk percaya. Jadi jangan memaksa dirimu."

Leeteuk meletakkan gelas winenya dan beranjak berdiri. Berlalu menuju toilet.

Membiarkan Young Me mematung mencerna perkataannya.

Pernikahan? Suami? Lalu kenapa dia tidak bisa mengingat itu?

Dan apa ini sebabnya Donghae selalu datang ke rumah dan mendekatinya?

Apa karena adanya hubungan itu?

Tapi jika Donghae memang suaminya, kenapa pria itu bisa dengan mudah menyerah saat ia menolaknya?

Bukankah seharusnya dia terus berusaha mendekat atau lebih tepatnya terus mencoba membawa semua memori itu kembali?

Bukannya justru...

Bersama wanita lain.

~

Ku paksakan memori untuk tidak lagi mengingat barisan katamu
Canda tawa yang mulai asing di pendengaran ini
Dan ku paksakan mata untuk tidak lagi melihat ke arahmu

Ada hal yg aku takutkan ketika melihatmu lagi
Logika dan hati ini tidak sejalan
Si hati ingin kembali
Dan si logika ini pergi

~

"Sakit?"

Hye Na dengan sangat hati-hati membersihkan sudut bibir Donghae.

Pria itu tampak terpaksa tersenyum. Sepertinya dia sedikit 'blank'.

"Maaf."

"Kenapa harus kau yang meminta maaf? Bukan kau yang memukulku."

"Aku juga bersalah disini."

"Tapi kan aku yang menciummu lebih dulu."

"Bisakah kau serius?"

Hye Na melayangkan tangannya, seakan berniat memukul pria itu.

"Aku khawatir disini."

"Terima kasih karena mengkhawatirkanku."

Donghae  menarik pundak Hye Na dan mencium puncak kepalanya.

Yang direspon dengan dorongan dari gadis itu.

"Lee Donghae!!"

"Hm?"

Wajahnya bahkan tampak tidak merasa bersalah.

"Bersihkan lukamu sendiri!"

"Ey, ayolah. Jangan marah. Aku tidak bisa membersihkannya."

"Kalau begitu seriuslah sedikit! Walau bagaimanapun dia tetap istrimu. Kau harus memikirkannya."

"Lalu aku harus meninggalkanmu?"

"Lalu apa kau akan meninggalkannya hanya karena dia tidak mengingatmu?"

"Dia juga akan bersama orang lain nanti."

"Tapi sekarang dia masih hakmu. Kau tidak bisa semudah itu menyerah."

"Aku bukannya menyerah. Tapi bersikap realistis."

Donghae meraih kain di tangan Hye Na dan menempelkannya perlahan ke bibirnya.

"Sekarang apa aku harus merusak kebahagiannya? Tidak peduli dia sedang hilang ingatan atau tidak, aku tetap mementingkan kebahagiannya."

"Lalu jika ingatannya kembali nanti. Apa kau akan membiarkan dia mati-matian menyesali apa yang ia lakukan sekarang? Memilih bersama orang lain dibanding bersama suaminya sendiri?"

"Lalu kau ingin aku melakukan apa, sayang? Mengatakan jika aku suaminya dan memaksanya tinggal bersamaku? Kau tahu jika mengembalikan ingatan tidak semudah mengobati luka robek ditubuhmu."

"Setidaknya berusahalah lebih keras. Lagipula dia sudah tahu semuanya karena kejadian tadi."

Hye Na menutup kotak obat dengan kasar dan membawanya ke kamar Donghae.

Benar. Dia tidak harus bersusah payah membongkar semuanya karena gadis itu pasti sekarang sudah tahu apa hubungan mereka yang sebenarnya.

Donghae meraih jas di sofa dan menghampiri Hye Na yang baru keluar dari kamar.

"Aku akan melakukan apa yang kau inginkan. Tunggulah disini. Aku akan mengantarmu pulang nanti."

"Jangan pedulikan aku. Pergilah."

Pria itu mengangguk kecil dan memeluknya singkat.

~

Langit malam ini sedikit tidak bersahabat, selain karena bintang yang sama sekali tidak terlihat. Juga karena angin yang terlalu dingin.

Semakin membekukan keadaan dan perasaan.

"Jadi..."

"Kau sudah tahu semuanya, kan?"

"Hm."

"Lalu apa yang akan kau lakukan?"

Donghae memperhatikan Young Me yang mengeratkan coatnya.

"Entah."

"Aku juga."

Menarik nafas dalam dan mengeluarkannya.

"Jujur. Apa kau percaya jika kita memiliki hubungan dan bahkan sudah menikah?"

Dia perlahan menatap sang istri yang hanya menunduk memperhatikan sepatunya.

"Sedikit. Walau aku sama sekali tidak mengingatmu tapi aku merasa nyaman saat kau ada di sekitarku."

"Tapi tidak senyaman saat kau bersamanya."

Gadis itu menatapnya. Antara terkejut dan sedikit... tidak suka.

"Tidak apa. Bukan salahmu kau kehilangan ingatan."

"Jika kau tahu aku tidak bisa mengingatmu, kenapa kau tidak berusaha?"

"Berusaha? Aku ingin. Hanya saja aku tidak ingin membuatmu memberikan tatapan asing padaku. Lagipula kau cukup pintar untuk menyadari jika aku terus mencoba mendekatimu."

"Kenapa tidak mencoba lebih keras?"

"Memaksakan kehendakku atau melihatmu bahagia. Kau pikir aku akan memilih yang mana?"

"Memaksakan kehendakmu."

Donghae tersenyum kecil. Tangannya membenarkan kerah coat Young Me agar melindungi leher gadis itu.

"Aku akan memilihnya jika aku tidak mencintaimu. Sayangnya, kau segalanya bagiku. Jadi aku lebih memilih pilihan yang kedua."

"Walaupun kau memaksakan kehendakmu tapi saat aku mendapatkan kembali ingatanku nanti bukankah itu lebih baik?"

"Kau ingin aku menarikmu paksa dan tidak memperdulikan tolakannmu karena kau tidak 'mengenalku'?"

"Apa kau akan meninggalkan Henry? Bukankah kalian akan bertunangan?"

Young Me menatap lekat wajah Donghae.

Pria itu tampak sama sekali tidak terganggu dengan ucapannya sendiri.

"Apa kau tidak keberatan jika istrimu bertunangan dengan orang lain?"

"Jika dia menginginkannya. Kenapa tidak?"

"Lagipula walaupun kau sudah tahu siapa aku. Tidak akan semudah itu kan aku untuk mendapatkanmu kembali?"

"Dan kau tidak ingin berusaha? Lagi?"

"Aku ingin. Hanya saja, aku lebih fokus pada perasaanmu sekarang."

Young Me terdiam. Memandang pancuran kecil di tengah-tengah taman kecil yang ia rawat bersama Leeteuk.

Perasaannya seperti kelopak bunga yang jatuh di atas kolam kecil di depannya. Tidak bisa kembali ke tempatnya dan tidak bisa menentukan kemana ia akan pergi.

Karena semua dikendalikan oleh arus air.

Mengingat keadaannya yang sama sekali tidak mengingat Donghae, tetap bersama Henry adalah pilihan yang tepat.

Sayangnya, hatinya mengatakan jika ini tidak benar.

Dia tidak seharusnya seperti ini.

Dia milik orang lain. Orang lain yang seakan mengawasinya dari jauh dan memastikannya tidak terjatuh dan terluka.

"Jangan terlalu berlebihan memikirkannya."

Donghae menyentuh coat sang istri dan kembali mengeratkannya.

Dia tahu Young Me masih akan merasa canggung dengan perlakuannya.

"Sudah malam. Masuklah dan istirahat. Kau harus menemui dokter besok, kan?"

Gadis itu mengangguk dan membuat rambutnya jatuh menutupi wajahnya.

"Kita akan membicarakannya lain kali jika kau menginginkannya."

Membuat Donghae menyelipkan rambut Young Me ke belakang telinga.

Lalu meraih tangannya dan membantunya berdiri.

"Perlu aku antar ke dalam?"

Gadis itu menatap tangan Donghae yang masih menggenggam tangannya. Lalu perlahan menatap wajah pria itu.

"Kau..."

"Bisa tetap disini?"

"Bersamaku."

Ucapan yang cukup membuatnya terkejut. Sebelum akhirnya tersenyum dan mengangguk perlahan.

"Jika kau menginginkannya."

Lalu merangkul pundak gadis itu dan berjalan meninggalkan taman rumah keluarga Park.

Dia tahu jika Young Me masih merasa ragu. Sangat ragu bahkan.

Tapi dia tampak ingin mencoba memastikan apa yang akan ia putuskan nanti.

Leeteuk sepertinya tampak sedikit terkejut mendapati sang adik dalam rengkuhan Donghae saat masuk ke dalam rumah.

"Aku pulang dulu. Besok aku akan kemari untuk mengantarmu ke rumah sakit."

Young Me dengan ragu menoleh dan menatap Donghae. Yang dibalas dengan senyuman dari pria itu.

"Aku saja yang mengantarnya besok, hyung."

"Baiklah. Terserah."

Leeteuk mendekat dan memeluk Young Me yang sudah lepas dari pelukan Donghae.

"Aku pergi."

Dan menepuk singkat pundak Donghae sebelum berlalu.

~

Benarkah pria ini suaminya? Benarkah pria ini yang membuatnya bangkit setelah keterpurukannya karena Hyukjae?

Benarkah dia yang selama 5 tahun ini ada di sampingnya?

Dan benarkah dia lebih memilih melepasnya dan hanya menyaksikan kebahagiannya dari jauh?

Sebesar itu kah rasa cintanya?

Young Me tersenyum miris.

Betapa sialnya dia karena tidak bisa mengingat momen indahnya bersama pria yang tengah terlelap ini.

Dan betapa bodohnya dia karena membiarkan pria itu menderita karena harus menjauhinya.

"Maaf."

Ucapnya pelan. Sangat pelan.

Telunjuknya menyentuh kening Donghae dan menariknya turun melewati hidung pria itu.

Tangannya juga menyentuh pelan lebam di sudut bibirnya.

Perbuatan Leeteuk.

Dan sedikit berhasil mengusik ketenangannya.

Tangan pria itu yang melingkar di pinggangnya terasa melonggar.

Membuat Young Me dengan cepat menarik tangan serta menutup mata; tidak ingin Donghae membuka mata dan menangkap basah kegiatannya tadi.

Tapi sepertinya 'suaminya' itu tidak terbangun. Karena pelukannya kembali mengerat.

Setelah menunggu beberapa saat, Young Me memberanikan diri untuk kembali membuka mata.

Dan benar saja. Donghae masih terpejam.

Baguslah.

Dia bisa kembali menikmati wajah tenang pria itu.

"Kau tidak mengobati lukaku tapi dengan seenaknya menyentuhnya?"

Tapi tidak.

Pria itu sudah bangun dan sengaja menjebaknya.

Dan 'luka'?

"Apakah sakit? Maaf. Aku tidak sengaja."

Mulai merasa bersalah karena tadi menyentuh lebam di wajah Donghae.

"Sangat. Sangat sakit."

Tapi bahkan matanya belum terbuka dan hanya sedikit bergerak untuk memastikan Young Me benar-benar ada di dalam dekapannya.

"Tunggu. Aku akan mengobatinya."

Young Me berniat melepas lingkaran tangan Donghae yang direspon dengan erangan.

"Jangan bergerak dan jangan menjauh. Tetap di tempatmu."

"Kau tidak ingin aku mengobati lukamu?"

"Tidak perlu. Obati saja luka di hatiku karena kau membuatku harus menjaga jarak denganmu."

"Aku kan hanya kesal. Aku tidak tahu jika kau menganggapnya serius dan benar-benar menjauhiku."

Untuk akhirnya, Donghae membuka mata dan menatapnya.

"Asal kau tahu, aku akan menuruti semua keinginanmu. Jika kau ingin aku menjauh, ya aku pasti akan benar-benar menjauh."

"Jadi. Jangan mulai meminta hal yang aneh padaku. Karena aku tidak memiliki pilihan lain selain menurutinya."

Tangan kirinya mengusap wajah Young Me.

"Jika aku memintamu merelakanku bersama Henry?"


~TBC~

You & Me #17

Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`
Young Me menutup pintu mobil dengan kasar.

Memasang seatbelt, menyalakan mobil dan mulai menjalankannya.

Tidak memperdulikan pria yang sempat menggedor jendela mobilnya sebelum ia pergi dari sana.

Entahlah. Ada rasa amarah, kecewa, dan juga sedih. Semuanya bercampur.

Tapi dia tidak tahu kenapa.

Jika kecewa dan marah wajar, karena pria tadi -sebut saja sebagai Donghae- dengan tiba-tiba menyatakan perasannya.

Mereka bahkan baru bertemu beberapa kali, pergi makan bersama atau hanya jalan berkeliling taman.

Baiklah, itu cukup sering.

Tapi apa hanya karena itu pria itu dengan berani mengatakan cinta padanya?

Dan apa karena dia teman Leeteuk?

Kakaknya itu pun pasti belum tentu menyukai tindakannya yang tiba-tiba ini.

Fokusnya yang hampir hilang membuat mobilnya oleng dan hampir keluar jalur.

Beruntung dia masih bisa mengendalikan diri dan membuat hal buruk tidak terjadi padanya (lagi).

"Tuhan."

"Apa yang terjadi padaku."

Gadis itu menundukkan wajah.

Tidak dipungkiri dia merasa nyaman saat bersama Donghae.

Entah karena apa. Seakan mereka memiliki ikatan.

Tapi saat pria itu menyatakan perasaan padanya, dia justru merasa marah.

Menganggapnya melebihi batas.

Di dasar hatinya dia ingin memberi kesempatan untuk Donghae mendapatkan hatinya.

Tapi logikanya berkata lain. Dia tidak bisa semudah itu menerima pria seperti Donghae.

Pria yang belum lama ia kenal, dan pria yang merupakan teman kakaknya.

Hubungan mereka tidak akan baik.

Setidaknya, menurutnya.

~

"Dia belum kembali?"

"Aku pikir dia masih bersamamu."

"Kami baru selesai makan malam tadi. Dan dia pergi begitu saja setelah itu."

"Karena?"

"Karena... karena... kau tahu karena apa. Kau pikir sampai kapan aku harus menahannya?"

"Astaga! Kau keterlaluan, Lee Donghae."

"Ayolah, hyung. Ini hampir tiga bulan, dia bahkan belum mengalami perkembangan. Selain dia tidak lagi lupa apa yang ia lakukan kemarin sebelum tertidur."

"Karena memang belum saatnya. Kau pikir dia menginginkan ini? Kehilangan memorinya dan bahkan tidak bisa mengingat pria yang sudah berstatus sebagai suaminya sendiri?"

"Aku tidak bisa menahannya!"

Donghae mengacak rambutnya kasar dan menghembuskan nafas panjang.

Baiklah, dia tahu jika dia salah. Tapi dia tidak bisa terus hanya diam kan?

Dia ingin melakukan sesuatu. Lagipula Young Me adalah istrinya, ada hak miliknya pada gadis itu.

Dia tidak tahan saat gadis itu hanya menganggapnya sebagai 'kenalan'.

Terlebih saat dia merasa dirinya bebas dan bisa begitu dekat bercengkrama dengan pria lain.

Henry?

Ya. Pria mana lagi yang bisa sesedekat mungkin dengan Young Me.

"Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan? Usahamu mendekatinya secara perlahan selama ini akan sia-sia. Dia justru akan menjauhimu."

Leeteuk dengan gusar terus mencoba menghubungi sang adik.

Yang sialnya tidak bisa tersambung.

"Aku bahkan tidak bisa menghubunginya. Sialan."

Dia merasa ingin meluapkan amarah pada sang adik ipar.

Tapi, itu keterlaluan.

Donghae sudah cukup menderita dengan semua yang terjadi.

Belum genap satu minggu menikah, dia harus menghadapi kenyataan jika sang istri mengalami kecelakaan dan tidak bisa mengingatnya.

Dia bahkan mati-matian mencari informasi tentang kecelakaan itu.

Tidak bisa tinggal diam tanpa bertindak untuk menemukan siapa yang menyebabkan semua hal buruk ini terjadi.

Terlebih dari itu, kenyataan jika Young Me lebih memilih bersama pria lain dan mengacuhkannya yang membuatnya semakin meradang.

"Kau juga tahu kan jika dia sering pergi keluar bersama Henry?"

"Henry hanya sahabatnya. Pria itu tahu diri. Dia tahu status Young Me."

"Aku yakin kau tidak sepercaya itu padanya."

"Lalu jika memang benar, apa yang bisa ku lakukan? Tidak ada."

"Setidaknya kau bisa mengatakan pada pria itu agar tidak mendekati Young Me. Agar dia tidak mengambil kesempatan dari keadaannya."

Leeteuk terdiam tanpa respon.

Pandangannya mengarah ke mobil sang adik yang tampak memasuki gerbang.

Gadis itu pulang. Baguslah.

"Hyung."

"Diamlah."

Donghae baru menyadari apa yang menyita perhatian sang kakak ipar saat melihat istrinya sudah berdiri disana.

Menatap datar ke arahnya.

"Aku mencoba menghubungimu. Kenapa tidak bisa tersambung? Bukankah aku memintamu untuk selalu mengaktifkan ponsel?"

"Bukankah kau tahu aku pergi dengan siapa? Dan kau sangat mempercayainya. Kenapa sekarang kau khawatir pada keadaanku?"

Benar. Itu benar.

"Astaga. Kau tidak tahu apa-apa, tidak bisakah kau menuruti perkataanku?"

"Benar. Memangnya apa yang aku tahu? Kau selalu menganggapku sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa dan tidak bisa mengandalkan dirinya sendiri!"

"Young!"

Donghae menarik tangan Leeteuk yang berdiri dan hendak mendekat ke sang adik.

Bisakah gadis itu tidak menambah buruk perasaannya?

"Masuk! Masuk ke dalam!"

Dan dia hanya menatap datar pada pria yang memerintahnya.

Punya hak apa dia?

"Aku bilang masuk, Young!"

"Cih. Kalian berdua sama saja!"

Tidak peduli jika Leeteuk akan semakin marah padanya, gadis itu menghentakkan kaki dan berlalu ke dalam.

Donghae mengusap kasar wajahnya.

Gadis itu benar-benar akan menjauhinya sejak saat ini. Itu pasti.

Dan jika dia mengingkan sang istri 'mengenalnya' dengan lebih baik, maka mengatakan yang sebenarnya adalah satu-satunya cara.

Lagipula Young Me juga pasti menyadari jika ada hal yang salah di dirinya.

"Kita harus memberitahunya, hyung!"

"Tidak akan semudah itu."

"Pasti bisa. Kita hanya perlu membuatnya yakin jika aku adalah suaminya. Setelah itu aku akan berusaha membuatnya mengingat semuanya kembali."

"Kau tahu jika aku tidak ingin ada orang lain yang memanfaatkan keadaanya. Aku bahkan belum bisa menemukan orang yang menyebabkan semua hal ini terjadi."

"Aku tahu, Hae. Sangat tahu. Dan aku mengerti apa yang kau rasakan. Tapi bisakah kau bersabar sedikit lagi? Dengan apa yang sudah kau lakukan hari ini saja, kesempatan kita membuatnya percaya akan semakin kecil."

"Itu karena kita terus menutupi semuanya. Walau dia hilang ingatan tapi kita masih bisa mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia berhak tahu itu, hyung!"

"Dia berhak! Tapi ini belum saatnya."

Leeteuk membalas tatapan Donghae.

Kenapa mereka harus bersitegang saat seharusnya mereka saling membantu.

"Baiklah. Aku merasa tidak sopan karena mengajakmu berdebat. Maaf, hyung."

Donghae berdiri, merapikan jaketnya.

"Aku pulang."

~

"Henry!!"

"Hey, bagaiman kabarmu?"

"Baik."

Young Me meletakkan tasnya ke atas meja di teras, lalu sibuk mengenakan coatnya.

Malam ini Henry mengajaknya makan malam, yang tentu saja tanpa berpikir panjang langsung ia setujui.

"Ingin kemana?"

Sayang.

Leeteuk yang datang langsung melenyapkan senyuman di wajah Young Me.

Terlebih nada bicara pria itu terdengar ketus.

"Hai, hyung. Maaf. Aku ingin mengajak Young Me makan malam. Boleh?"

Leeteuk tidak membalas tatapan Henry dan hanya sibuk memandang sang adik.

Menatapnya lekat. Membuat gadis itu kesal.

"Jika Young Me bersedia."

Ucapnya datar lalu berlalu ke dalam rumah.

"Maaf. Leeteuk oppa sedang kelelahan karena pekerjaan."

"Tidak apa. Lagipula dia kakakmu, wajar jika khawatir saat kau akan pergi bersama seorang pria."

"Pria itu adalah sahabatku. Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Dia saja yang berlebihan."

Henry tersenyum dan mengulurkan tangan untuk merapikan sedikit rambut Young Me.

"Kalau begitu kita pergi sekarang?"

"Ya!"

~

"Hey, wajahmu cerah sekali. Ada apa?"

Hye Ri yang tengah membuat minuman hangat untuk Leeteuk mendapati Young Me yang baru saja pulang.

Gadis itu tersenyum dan meneguk kaleng minuman yang ia ambil dari lemari pendingin.

"Bagaimana makan malamnya?"

"Karena itu wajahku terlihat cerah seperti katamu, eonni."

"Eoh, benarkah? Apa ada yang terjadi?"

Hye Ri ikut duduk di meja makan dan tampak tersenyum dengan paksa untuk Young Me yang duduk di hadapannya.

"Dia menyiapkan makan malam yang sangat istimewa. Tempatnya juga romantis. Aku tidak bisa berhenti tersenyum sejak tiba disana."

"Wow. Pasti ada hal spesial yang terjadi, kan?"

"Benar."

"Apa itu?"

"Eonni harus menebaknya."

"Aku? Hmm."

Wanita itu mengetukkan jarinya ke bibir; berpikir.

"Hari ini ulang tahunnya?"

"Bukan."

Young Me kembali menegak air sodanya.

"Dia mendapatkan proyek besar di perusahaan?"

"Aish, bukan! Benarkah eonni tidak bisa menebaknya?"

Aku bisa. Aku hanya tidak ingin mengatakannya.

"Tidak. Aku menyerah."

"Kalau begitu biar aku beri tahu."

Gadis itu tampak mendekatkan tubuhnya ke meja; seakan hendak memberitahukan sebuah rahasia.

"Dia mengatakan perasaannya padaku."

"Wow! Benarkah?"

Hye Ri tampak terkejut (hanya ekspresi kosong sebenarnya).

"Lalu? Apa kau menerimanya?"

"Entah. Dia memberiku waktu untuk berpikir."

"Tapi sepertinya dari reaksimu, kau akan menerimanya. Benarkan?"

Young Me hanya tersenyum dan mengangkat bahu lalu kembali menikmati minumannya.

Sedang Hye Ri hanya membalas dengan senyuman seadanya, lalu memilih menatap orang yang berdiri di ambang pintu dapur sana.

Menatap dingin ke arahnya dan Young Me.

Yang tentu saja tidak gadis itu sadari karena posisi orang itu yang berada di belakangnya.

~

"Sudahlah. Untuk apa kau menangis? Ini bukan masalahmu."

"Kenapa kau harus bicara seperti itu? Apa kau tidak membayangkan bagaiman reaksi Donghae jika dia tahu tentang ini?"

"Memangnya akan memberi pengaruh seperti apa jika dia tahu?"

"Oppa! Dia sudah mau berkorban dengan tidak egois mengatakan dirinya sebagai suaminya di depan Young Me. Dan sekarang, saat hal ini terjadi kau sama sekali tidak memikirkannya?"

"Lalu memangnya apa yang bisa kita lakukan? Apa kau akan meminta Young Me tidak menerima Henry dan bahkan menyuruhnya menjauhi pria itu. Lalu mengatakan jika dia sudah menikah dan Donghae lah suaminya? Kau akan melakukan itu?"

"Jika perlu. Aku tidak sebegitu kejam membiarkan Donghae kehilangan Young Me."

"Cih. Dia bahkan tidak bisa membantu dirinya sendiri. Dan kau justru menangis tersedu-sedu karena memikirkan perasaannya?"

Leeteuk mengalihkan pandangan dan menatap dingin jalan yang dilewati mobilnya.

~

"Benarkah ini rusak? Bukankah mobilnya tidak terlalu parah?"

"Tapi kan bagian depannya sangat ringsek. Kau saja tahu jika luka yang diterima istrimu tidak ringan."

"Ey, jangan membahasnya sekarang. Perbaiki saja cepat."

"Cih. Baiklah."

Donghae melepas jas dan menyampirkannya ke sofa.

Hari ini dia -yang entah bagaimana caranya- berhasil mendapatkan memory card di mobil yang Young Me gunakan saat kecelakaan.

Di dalam memory card itu ada rekaman dari kamera depan mobil yang pasti merekam siapa orang yang membawa Young Me pergi menggunakan mobil itu.

Sayangnya, karena kondisi depan mobil yang sangat parah membuat pihak kepolisian kesulitan memeriksanya.

Dan disinilah dia. Di rumah salah satu teman baiknya yang memang cukup ahli dalam bidang komputer dan sejenisnya.

"Bagaimana?"

"Jangan panggil aku jenius jika tidak bisa melakukannya."

Temannya itu dengan senyum kemenangan memberikan flashdisk untuknya.

"Rekamannya sudah aku letakkan disitu. Kau bisa memeriksanya sendiri."

"Baiklah. Terima kasih. Kau teman terbaikku."

"Ya, aku tahu. Sekarang enyah saja dari rumahku."

Donghae tertawa dan menyampirkan jas ke pundaknya.

"Aku pergi."

"Ya. Dan salam untuk istrimu."

~

Untuk kesekian kalinya, entah yang ke berapa, Donghae mendapati istrinya tengah bersama Henry.

Garis bawahi! 'Bersama'.

Jika saja tidak fakta yang mengatakan kalau Henry mengatakan perasaannya dan diterima oleh Young Me, maka tidak akan terasa seburuk ini.

Tapi lihatlah. Henry yang seperti melakukan kebiasaannya; mengusap kepala Young Me atau bermain dengan rambut gadis itu.

Dan hanya ditanggapi dengan respon manja atau tawa Young Me.

Semakin rumit sekarang. Dia akan semakin jauh dengan Young Me, dan istrinya itu akan semakin dekat ke pria lain.

Resiko.

Dia yang menghancurkan semuanya dengan menyatakan perasannya hari itu.

Jika dia bisa lebih bersabar, bukankah semua tidak harus berakhir seperti ini?

"Hey."

Tepukkan di pundak membuat Donghae berhenti memperhatikan 'pasangan' yang berada di cafe yang berseberangan dengan restoran tempatnya sekarang.

"Hey. Kau sudah datang?"

"Hm. Dan kau acuhkan."

"Hahaha, maaf. Aku tidak fokus tadi."

Seorang pelayan datang dan memberikan buku menu.

"Pesananmu, nona?"

"Dia yang akan memesannya."

Donghae yang merasa ditunjuk dengan cepat memilih menu untuk makan siang mereka hari ini.

"Jadi, bagaimana pekerjaanmu nona Han?"

"Seperti biasa; melelahkan."

"Tentu. Kau harus sering pergi keluar untuk tulisanmu kan?"

"Benar. Dan kau sendiri, oppa?"

"Biasa saja. Berkas menumpuk di meja, meeting bersama klien atau pergi memeriksa lokasi proyek. Begitu seterusnya."

"Membosankan."

"Tepat sekali."

"Setidaknya kau akan merasa bersemangat menyelesaikannya saat mengingat ada yang menunggumu di rumah."

"Hm. Tidak sebegitu berpengaruh."

Ucap Donghae masam dan dengan pelan menoleh; melihat lagi dimana istrinya berada.

"Lebih tepatnya, membuatku justru semakin bersemangat kerja dan tidak ingin pulang."

"Ah, maaf. Hiraukan ucapanku."

Gadis itu tersenyum canggung.

Dia mengerti apa yang terjadi pada Donghae dan tahu kenapa pria itu tampak murung.

"Lalu apakah kau, Han Hye Na juga memiliki seseorang yang memberimu semangat?"

"Jangan menyindirku."

"Aku tidak menyindir. Untuk apa aku menyindirmu yang selalu fokus bekerja dan tidak memiliki waktu untuk sekedar bertemu dengan orang-orang atau lebih tepatnya seorang pria?"

"Cih. Aku benci padamu."

"Memangnya aku salah? Aku bahkan beberapa kali menawarkan untuk mengenalkanmu pada seseorang, kan? Tapi kau menolaknya."

"Aku sedang tidak ingin melakukan hal lain selain pekerjaanku."

"Hm. Teruslah seperti itu. Teruslah melakukannya hingga kau menikah dengan tumpukkan artikel-artikelmu itu."

Hye Na hanya mendengus dan menatap arah lain.

Membuat Donghae tertawa dan menggerakan tangan untuk mengacak rambut gadis itu singkat.

"Jangan marah. Aku hanya bercanda."

"Kalau begitu juga jangan bercanda dengan rambutku!"

Donghae hanya kembali tertawa dan menikmati wajah kesal Hye Na.

Terlalu menikmati hingga tidak menyadari mata lain yang memandangnya lekat dari balik kaca.


~TBC~

You & Me #16

Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`
"Kau ingin kemana? Apa ada barang yang kau perlukan?"

Hye Ri mendapati Young Me tengah memegang kunci mobil.

Gadis itu tinggal di apartemen baru empat tahun yang lalu, karena itulah dia tidak mengingatnya.

Dan sedari tadi bertanya kenapa jumlah pakaian dan barang di kamarnya berkurang.

Tentu saja dia tidak mengingat jika hampir semua barang miliknya ada di apartemen bukan disini, di rumah keluarga Park.

"Tidak ada eonni."

"Aku hanya ingin pergi berkeliling sebentar. Boleh?"

"Bukankah keadaanmu masih lemah? Kenapa harus keluar?"

"Eonni..."

Sudah hampir dua minggu dia keluar dari rumah sakit.

Orang tua serta Leeteuk dan Hye Ri selalu mengawasi keadaannya.

Atau lebih tepatnya 'mengurungnya'.

Walau dia sendiri merasa heran. Fisiknya tidak lemah dan ia merasa baik-baik saja.

Selain perasaan aneh yang sering menghampirinya, seperti ada banyak hal berbeda di hidupnya.

"Pergi denganku, bagaimana?"

Kakak iparnya itu melangkah masuk dan duduk di tepi ranjang.

Menghadapnya yang duduk di depan meja rias.

"Bukankah eonni harus menjemput Hyun Bin setelah ini? Lagipula aku hanya sebentar saja."

Dia berusaha memasang wajah memohonnya.

"Baiklah, hanya sebentar. Dan selalu aktifkan ponselmu."

Gadis itu bersorak gembira dan mendekat lalu mengecup pipi sang kakak ipar.

Meraih coat dan tas selempangnya, lalu melesat pergi dari kamarnya.

~

Suasana sore yang cerah, pemandangan taman yang indah, dan minuman favorit yang menemani membuatnya merasa sangat nyaman.

Tidak seperti beberapa hari sebelumnya yang selalu ia habiskan di rumah.

Kalaupun ia keluar hanya untuk pergi ke satu tempat; rumah sakit.

Setidaknya ia merasa lebih baik.

"Sendiri saja?"

Seorang pria tiba-tiba muncul dan duduk di sampingnya.

Tidak ingin berniat merespon, Young Me memilih memandang ke arah lain seraya menikmati es krimnya.

"Aku bertanya padamu nona."

"Dan aku tidak ingin menjawabnya."

"Astaga. Sebegitu sombongnya kah para gadis saat ini?"

Gadis itu menghela nafas.

Belum puas dia menikmati waktunya, sudah ada pengganggu yang datang.

Orang asing itu bahkan duduk dengan jarak yang cukup dekat dengannya.

"Maaf. Bisakah kau pergi? Kita bahkan tidak saling mengenal."

"Karena itu aku ingin berkenalan denganmu. Lagipula kau hanya sendiri. Akan lebih baik jika aku menemani kan?"

Baiklah. Pria ini mulai keterlaluan.

"Dia tidak sendiri. Dia bersamaku."

Pria lain yang datang dengan tiba-tiba itu memandang Young Me sekilas; membalas tatapan orang itu.

"Benarkah, nona? Pria ini bersamamu."

Dia ingin menggeleng.

"Ya."

Membuat pria yang masih berdiri itu tersenyum tipis.

"Baiklah."

Sedang pria asing yang Young Me sebut sebagai pengganggu itu dengan berat hati berdiri dan pergi menjauh, setelah sebelumnya memberi tatapan tidak suka pada pria yang merusak rencananya.

"Terima kasih."

"Hm. Bagaimana keadaanmu?"

"Baik. Terima kasih sudah bertanya."

Young Me memperhatikan tangannya yang memutar-mutar gelas minuman.

Melihat sejenak pria yang sekarang duduk di sampingnya itu.

Dengan jarak yang tidak terlalu dekat.

"Maaf jika aku mengatakan tidak mengenalmu saat di rumah sakit, padahal Leeteuk oppa mengatakan kita sering bertemu."

"Tidak apa. Kau kan memang tidak mengingatku."

"Ya, aku hanya berpikir seharusnya aku bersikap lebih sopan karena kau adalah teman dari oppaku."

"Baiklah. Berhenti membahas itu. Apa kau sendiri kemari?"

"Hm. Aku bosan terlalu lama berdiam di rumah."

Pria ini. Dia tidak mengingatnya. Tapi kenapa berbincang dengannya membuatnya merasa nyaman?

"Leeteuk hyung pasti selalu mengawasimu."

"Benar. Dia sangat menyebalkan."

Pria itu tersenyum saat melihat Young Me yang menutup mulutnya tiba-tiba; merasa tidak sopan karena menceritakan keburukan sang kakak pada orang lain.

"Baiklah. Karena kau tidak mengenalku, bagaimana jika kita mengulangi perkenalan kita?"

Gadis itu mengangguk dan menyembunyikan senyumannya.

"Namaku Lee Donghae, kau bisa memanggilku 'Donghae oppa' jika kau mau. Aku mengenalmu dan Leeteuk hyung sekitar enam tahun yang lalu."

"Giliranmu."

Young Me memberanikan diri menatapnya.

"Namaku Park Young Me. Aku bekerja bersama Leeteuk oppa di perusahaan."

"Ya, aku tahu itu. Aku sering melihatmu disana."

Donghae memandang lekat Young Me yang mengangguk dan menatap arah lain.

Gadis itu benar-benar tidak mengingatnya.

"Apa kau sudah lama disini? Aku rasa keluargamu akan khawatir jika kau terlalu lama berada di luar."

"Belum lama. Sekitar 30 menit yang lalu. Dan aku masih ingin berada di luar."

Dia bahkan merasa nyaman menyampaikan perasaannya.

"Benarkah? Bagaimana jika pergi bersamaku? Kita bisa makan siang bersama."

Kau tidak mengingatnya. Atau bahkan kau tidak mengenalnya.

Dan pria ini mengajakmu pergi?

"Aku akan meminta izin dari Leeteuk hyung dulu jika kau merasa tidak aman."

"Tidak, tidak perlu."

"Baiklah. Aku mau."

~

Tarik nafas. Hembuskan.

Jangan tampak lemah di depan pria yang tengah menatap ke arah mobilnya dari teras itu.

Young Me melepas seatbeltnya dan turun dari mobil.

Sengaja menunduk agar tidak bertemu pandang dengan sang kakak yang duduk di teras.

Pria itu pasti akan mengomelinya karena keluar dari rumah.

Terlebih dalam waktu yang tidak sebentar.

"Kau sudah makan siang? Meminum obatmu?"

Tapi dia bertanya dengan nada normal.

"Sudah."

"Kalau begitu masuklah. Istirahat."

Young Me mengangkat kepala dan menatap Leeteuk.

Pria itu tidak memarahinya?

"Kau... tidak marah?"

"Karena?"

"Aku pergi keluar."

"Kau pergi bersama orang yang aku kenal. Aku merasa aman."

Jawabnya santai dengan pandangan mengarah ke tab di tangannya.

Baiklah. Donghae memberitahunya.

"Hmm."

Dia hanya merespon dengan anggukan dan berjalan masuk.

Perasaannya lebih baik sekarang.

Merasa senang karena bisa pergi keluar dan menikmati harinya.

Terlebih dengan seseorang yang menurutnya menyenangkan.

"Kau sudah pulang, Young?"

Sang ibu yang duduk di sofa menatapnya yang hendak menaiki tangga.

"Eomma."

Gadis itu mendekat dan duduk di sampingnya.

"Sudah makan siang? Obatmu?"

"Sudah. Aku makan di luar tadi. Bersama teman Leeteuk oppa."

Memeluk sang ibu dari samping dan menyandarkan tubuhnya dengan nyaman.

Membiarkan wanita itu mengusap pelan punggungnya.

"Donghae?"

"Hm. Eomma menebak dengan baik."

"Tentu saja."

"Maaf aku tadi pergi dan hanya berpamitan pada Hye Ri eonni. Aku takut eomma tidak akan memberi izin."

"Eomma khawatir, kau tahu? Tapi karena kau pergi bersama Donghae, kekhawatiran eomma menghilang."

Young Me melepas pelan pelukannya lalu menatap sang ibu.

Sebegitu percayanya kah ibunya itu pada Donghae?

"Dia teman dekat Leeteuk. Eomma dan appa mengenalnya dengan baik. Karena itu eomma percaya padanya."

Respon wanita itu saat menyadari tatapan sang putri.

"Benarkah? Apa dia sebaik itu?"

"Hm. Jika kau mengenalnya lebih jauh, kau akan tahu. Tapi sepertinya kalian akan semakin sering bertemu."

Dia membelai rambut Young Me dan membiarkannya terdiam dengan ekspresi heran.

Mungkin berusaha mencerna perkataannya.

~

"Benar apa yang dikatakan dokter; dia terkadang kehilangan memorinya setelah tidur. Dia sering lupa apa yang sudah ia lakukan kemarin dan akan mengulanginya lagi hari ini."

Leeteuk memperhatikan Donghae yang menangkup wajahnya.

Dia sedang melakukan tugasnya sekarang; melaporkan setiap detil hal mengenai Young Me pada sang adik ipar.

"Kami masih belum berani bertanya tentang apapun. Kami bahkan mati-matian menjelaskan tentang Hyun Bin. Yang dia ingat Hyun Bin masih berusia beberapa bulan tapi sekarang anak itu bahkan sudah bisa mengajaknya berbincang."

"Sampai kapan?"

"Entahlah. Tidak pasti. Bisa beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Kita tidak bisa memaksanya mengingat, jadi kita hanya bisa bersabar."

"Apa dia sering mengeluh sakit?"

"Beberapa kali. Di bagian lukanya."

Dia tahu seberapa sakitnya perasaan Donghae karena tidak bisa menjaga sang istri dengan tangannya sendiri.

"Aku berterima kasih padamu karena mau mendekatinya secara perlahan tanpa egois dengan mengatakan yang sebenarnya."

"Aku juga memikirkan keadaannya. Aku justru takut dia akan menjauhiku jika aku begitu saja mengklaim dia sebagai istriku."

"Kau benar. Setidaknya itu yang bisa kita lakukan sekarang. Kita bisa bertindak saat keadaannya sudah benar-benar membaik."

"Ya. Terima kasih hyung karena sudah memberitahuku semuanya. Aku ingin datang ke rumah tapi takut jika Young Me merasa terganggu dengan kedatanganku."

"Hm. Tapi sepertinya kau memberikan kesan baik padanya setelah tadi siang. Ya setidaknya dia tidak akan menghindarimu setelah ini."

"Ya, aku harap."

~

"Teuk-ah, coba kau periksa Young Me. Dia sepertinya tengah bersiap-siap untuk pergi keluar."

Leeteuk yang tengah menemani Hyun Bin bermain dengan segera berdiri setelah mendengar perintah sang ibu.

Kenapa Young Me sangat susah untuk menuruti perintah dokter.

Beruntung dia tidak harus mendengarkan ocehan sang kakak saat dia keluar kemarin.

"Kau ingin kemana? Bukankah kau harus banyak istirahat?"

"Aku ingin pergi keluar, oppa. Sebentar saja."

"Kau sudah pergi keluar kemarin. Kenapa hari ini ingin pergi lagi?"

"Kemarin?"

Gadis yang tengah mencari jaket di lemari pakaiannya itu berhenti dan menatapnya yang masih berdiri di ambang pintu.

"Kau tidak ingat?"

Baiklah. Dia lupa lagi apa yang sudah ia lakukan kemarin.

"Tidak. Aku selalu di rumah karena kalian melarangku. Tapi untuk kali ini saja, eoh? Tolonglah, oppa."

"Baik. Tapi aku akan ikut."

Leeteuk berbalik dan berniat untuk pergi sebelum sang adik kembali merengek.

"Aku ingin sendiri. Kau akan terus menggangguku. Lagipula aku tidak akan lama."

"Oppa..."

Young Me mendekat pada sang kakak yang hanya diam menatapnya.

"Boleh ya?"

"Astaga. Aktifkan terus ponselmu. Awas saja jika kau tidak bisa aku hubungi."

"Baiklah. Janji! Gomawo."

Gadis itu refleks memeluknya.

"Kau oppa terbaik."

"Hm. Aku tahu."

Leeteuk merogoh saku celananya saat sang adik sudah menjauh dan sibuk memeriksa tasnya.

Dia mencoba menghubungi seseorang dan berjalan menjauh dari kamar Young Me.

~

Pakaian yang sama. Tempat yang sama. Dan kegiatan yang sama; duduk dengan memutar-mutar gelas minumannya.

Dia terus tersenyum melihat pemandangan di sekitarnya. Merasa bahagia karena bisa terbebas dari kurungan keluarganya, terutama dari Leeteuk.

"Sendirian saja?"

Pria itu lagi. Tapi toh dia tidak mengingatnya.

"Boleh aku duduk disini?"

Disampingnya.

"Hm. Silahkan."

Young Me membalas senyuman pria itu.

"Kau tidak pergi bersama Leeteuk hyung?"

"Tidak. Aku sendiri."

"Kalau begitu tidak keberatan jika aku menemanimu?"

"Jika kau tidak sibuk. Donghae... oppa."

"Terima kasih karena memanggilku 'oppa'. Aku tidak sedang sibuk, jadi aku bisa menemanimu disini."

"Baiklah jika begitu."

Kenapa sakit rasanya saat respon gadis itu sama; mengenalnya hanya dari perkenalan di rumah sakit.

Apa dia harus selalu mengulang pertemuan 'tidak sengaja' ini dan kembali berkenalan dengan gadis itu?

Leeteuk bahkan merasa menyesal karena harus kembali memintanya menemui dan menemani Young Me disini.

"Kau sudah makan siang? Bukankah kau masih harus meminum obatmu?"

"Ya. Belum. Aku belum makan siang."

"Bagaimana jika kau makan siang denganku?"

~

Mobil yang ia kendarai memasuki pekarangan rumahnya.

Tapi ada mobil sport yang menarik perhatiannya.

Mobil yang terpakir di samping mobil Leeteuk itu tampak familiar.

Tapi bukankah pemilik mobil itu sedang berada di luar negeri?

Dan benar saja. Orang yang ia pikirkan memang orang yang tengah bertamu ke rumahnya.

Tanpa pikir panjang Young Me segera turun dari mobil dan menghampiri sang tamu yang berbincang dengan Leeteuk di teras.

"Henry!"

"Oh. Hei!"

"Kau disini?"

"Ya. Kau tidak suka?"

Young Me mengerucutkan bibir dan mendekat masuk ke pelukkan pria itu saat dia merentangkan tangan.

"Lama tidak berjumpa. Kau pasti rindu padaku."

Henry tahu tentang keadaan Young Me.

Tentu saja dari hasil perbincangannya dengan Leeteuk beberapa saat yang lalu.

"Tidak. Aku tidak pernah rindu padamu. Lagipula kapan kau kembali?"

"Hm. Sekitar dua minggu yang lalu?"

Berbohong.

"Benarkah? Lalu apa kau akan kembali lagi ke kanada?"

"Ya. Tapi tidak dalam waktu dekat."

Henry duduk kembali di tempatnya setelah Leeteuk berdiri dan menggiring sang adik untuk duduk.

Tidak suka melihat gadis itu yang terus berdiri.

"Aku akan masuk. Kalian mengobrollah."

Ucap pria itu kemudian dan berlalu masuk ke dalam.

"Jadi, bagaimana kabarmu?"

"Tidak terlalu baik. Aku baru saja keluar dari rumah sakit, kau tahu?"

"Kenapa caramu mengatakannya seakan kau bangga dengan itu? Dasar."

"Memangnya kenapa kau sampai harus masuk rumah sakit? Apa kau ingat?"

"Tidak. Tapi Leeteuk oppa mengatakan jika aku mengalami kecelakaan."

Henry menyingkirkan anak rambut yang menutupi kening Young Me; menampilkan bekas luka yang masih tertutup perban.

"Lukamu masih tertutup perban, tapi kenapa kau pergi keluar?"

"Kau tidak tahu jika oppa mempengaruhi eomma dan appa agar tidak memperbolehkanku keluar. Selama beberapa minggu ini aku tidak bisa pergi kemana-mana kecuali rumah sakit."

"Itu kan untuk kebaikkanmu sendiri. Kau pikir apa mereka akan tenang jika kau berkeliaran sendiri di luar?"

"Aku kan bukan anak kecil. Aku tidak mungkin tersesat dan tidak tahu jalan pulang."

Kau mungkin. Dengan keadaanmu yang seperti ini.

"Baiklah, aku tahu. Kau memang bukan anak kecil. Puas?"

Young Me tersenyum dan membiarkan Henry mengusap puncak kepalanya.

Sama sekali tidak menyadari seseorang yang memperhatikan gerak-gerik mereka sejak tadi.

Orang yang saat ini dengan langkah berat berjalan mendekat.

"Eoh, Donghae oppa?"

Dan Young Me (akhirnya) menyadari keberadaannya.

"Ada apa?"

Gadis itu langsung berdiri mendekat.

"Aku ingin mengembalikan ini."

Donghae menyodorkan ponsel Young Me yang tertinggal di cafe saat mereka makan siang tadi.

Tapi mata Donghae hanya terarah pada Henry yang diam di kursinya.

Dalam hati dia sudah memaki habis-habisan.

Tidakkah pria itu tahu jika gadis yang ia usap puncak kepalanya tadi berstatus sebagai istri orang lain?

"Oh? Apakah ini tertinggal di cafe? Aku tidak menyadarinya."

"Ya. Berarti aku penyelamatmu hari ini."

"Haha, kau benar."

"Kau ingin bertemu Leeteuk oppa?"

"Apa dia ada disini?"

"Hm. Masuklah."

Donghae mengangguk dan berlalu melewati Henry.

"Ingin aku buatkan sesuatu?"

Dan langkahnya terhenti saat melihat sang istri menawarkan sesuatu untuk sahabatnya.

"Tidak. Lagipula aku sepertinya harus pergi."

Henry berdiri.

Tangannya seakan hendak menyentuh kepala Young Me, tapi ia urungkan.

Mungkin mulai menyadari kehadiran Donghae.

"Aku akan kesini lagi jika ada waktu. Dan kau harus banyak istirahat. Jangan meremehkan lukamu."

"Baiklah, aku tahu. Jangan ikut-ikut menceramahiku."

Sedang gadis itu justru bergerak santai memeluknya.

"Sampai jumpa."

Membuat Henry langsung berlalu tanpa berani memandang Donghae.

"Kau begitu dekat dengannya, eoh?"

"Ya. Begitulah."

Senyumanmu, Young.

Bisakah kau tidak memberikannya pada orang lain?

Bisakah kau hanya menunjukkannya padaku?

Ayolah. Senyuman gadis itu saja sudah membuatnya meradang, apalagi sentuhan orang lain padanya.

Siapa yang bisa menghalangi pria itu untuk melukai orang yang berani menyentuh istrinya.

Tapi apa yang bisa dia lakukan sekarang? Tidak ada.

Hanya bisa : diam.


~TBC~

You & Me #15


Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`
Young Me yang sibuk dengan kegiatannya menyiapkan sarapan tidak menyadari kehadiran Donghae yang sejak beberapa menit yang lalu memperhatikannya disana.

Membuat pria itu mendekat dan memeluknya dari belakang.

"Pagi, sayang."

"Pagi, oppa. Kau sudah bangun, eoh?"

"Kenapa kau bangun lebih dulu? Tidak nyaman rasanya saat aku bangun dan tidak menemukanmu di sampingku."

"Aku harus membuat sarapan untuk kita. Jika menunggu hingga kau bangun pasti aku tidak akan sempat menyiapkan apa-apa."

Donghae meletakkan wajah ke ceruk leher Young Me.

"Baiklah. Aku terima alasanmu, tapi lain kali setidaknya bangunkan aku atau tunggu. Jangan meninggalkanku begitu saja."

"Baik tuan Lee."

"Sekarang cepat mandi dan bersiap-siap. Setelah itu kita sarapan."

"Oke."

~

Sejak dia sampai di kantor, Young Me terus mendapat ucapan selamat dari para rekan kerjanya. Terutama mereka yang tidak datang saat pernikahan nya.

"Selamat pagi nyonya Lee."

"Aish, berhenti menggangguku, oppa."

"Aku kan hanya ingin menyapa. Lagipula kita tidak bertemu selama tiga hari."

"Hanya tiga hari. Jangan berlebihan."

Young Me menggeser tubuh Leeteuk dan duduk di meja kerjanya.

"Baiklah, maaf. Kau gampang sekali untuk marah."

"Sudahlah, kembali saja ke ruanganmu."

"Baik baik, aku akan pergi. Aku hanya ingin memberi ini."

Dia memberikan sebuah kado berukuran sedang untuk adiknya itu.

"Apa ini?"

"Hadiah pernikahanmu."

"Ey, untuk apa kau menyiapkannya?"

"Hanya ingin memberikan sesuatu saja. Aku pergi."

Young Me memperhatikan sang kakak yang masuk ke ruangannya.

Lalu melihat kado yang pria itu berikan.

Young Me membuka kertas kado yang membungkusnya.

Sebuah figura foto.

Dan menampilkan fotonya dan pria itu saat di pernikahannya tempo hari.

Membuatnya tersenyum, terlebih saat membaca tulisan di secarik kertas yang menyertainya.

'Adikku yang paling berharga. Semoga kau bahagia dengan pernikahanmu. Aku mencintaimu'.

"Aku juga mencintaimu, oppa."

~

"Bagaimana menurutmu presentasi mereka tadi?"

"Menarik. Aku bisa membayangkan keuntungan yang bisa kita dapat nanti."

"Benarkah? Baguslah. Aku pikir kau tidak memperhatikan mereka tadi."

"Ha? Maksudmu?"

"Kau sedari tadi tersenyum dengan wajah konyolmu itu. Beruntung kau atasan, jika bukan mungkin kau sudah ditendang keluar dari ruang rapat."

"Astaga. Benarkah?"

Donghae yang bersandar di kursi kerjanya menatap Siwon; serius.

"Kau tanya saja pada Ji Hyun."

Siwon menampilkan wajah jengahnya.

Sahabatnya itu tampak sangat bahagia.

Bahagia dengan status barunya mungkin.

"Kau pasti terus-terusan memikirkan Young Me."

"Haha, tidak. Kau sok tahu."

Pria itu melonggarkan dasi dan meraih ponselnya.

"Tapi aku juga ikut bahagia karena pernikahan kalian lancar. Tanpa ada halangan."

"Kau saja merasa bahagia. Apalagi aku. Kau tahu? Setiap detik sebelum pengucapan janji di altar saat itu, aku selalu berdoa agar tidak ada satupun yang terjadi. Agar tidak ada lagi orang yang berusaha menggagalkannya."

"Baiklah, berhenti khawatir. Semua sudah berjalan sesuai rencanamu."

"Ya. Memang."

"Kalau begitu aku akan kembali ke ruanganku. Ada proposal yang harus aku periksa."

"Ya."

~

"Hai, sayang."

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Apa Hyun Bin sedang tidur?"

"Tidak. Aku hanya ingin mendengar suaramu."

"Astaga. Suamimu ini ingin bersikap romantis, tidak bisakah kau tidak merusak suasana?"

"Cih, kau selalu saja begitu. Kalau begitu kau istirahatlah, aku harus pergi meeting."

"Ya, sampai jumpa, sayang."

Leeteuk meletakkan ponselnya ke meja dan memperhatikan figura foto dirinya bersama Hye Ri dan Hyun Bin.

Mendadak dia merindukan kedua orang itu.

Perhatiannya teralih saat ponselnya berdering.

Panggilan. Dari Young Me.

Walau merasa aneh karena gadis itu menelepon padahal dia bisa langsung menemuinya di ruangan ini.

"Ya, Young?"

"Ya?"

Dahinya mengerut saat mendapati bukan suara Young Me yang ia dengar.

"Benar. Ada apa? Dan kau siapa?"

Kenapa dia jadi panik?

"Rumah sakit? Ah, baiklah baiklah. Aku akan segera kesana."

Sekarang baru ada alasan untuknya panik.

Yang menghubunginya adalah petugas ambulance yang memberi kabar tidak menyenangkan.

Adiknya mengalami kecelakaan.

Yang membuat pria itu tanpa pikir panjang melesat pergi dari ruangannya.

Bahkan tidak menghiraukan sang sekretaris yang memanggil-manggilnya; mengingat ada meeting yang harus mereka hadiri sebentar lagi.

Toh semua itu tidak lagi penting mengingat ada hal buruk yang terjadi pada adiknya.

Selama perjalanan ke rumah sakit dia terus berusaha menghubungi Donghae yang sayangnya tidak di angkat.

Sepertinya adik iparnya itu tengah sibuk.

"Sial."

Mobilnya bahkan hampir menabrak mobil lain karena ketidakwaspadaannya.

Cara menyetirnya bahkan mendadak jadi buruk.

Beberapa kali hampir keluar dari jalur. Pikirannya terlalu kacau sekarang.

Beruntung Tuhan masih memberinya kesempatan untuk sampai dengan selamat di rumah sakit yang ia tuju.

Leeteuk segera turun dari mobil dan hendak berlari memasuki pintu depan rumah sakit saat langkahnya terhenti karena melihat ada ambulance yang baru tiba.

Merasa itulah ambulance yang membawa Young Me, dia berlari mendekat.

Dan benar saja. Beberapa petugas mengeluarkan Ambulance Stretcher dengan Young Me tergeletak di atasnya.

Keadaannya sungguh sangat tidak baik. Darah mengalir dari kepalanya dan seakan membasahi rambut serta pipi gadis itu.

Dengan pikiran yang semakin kacau Leeteuk ikut mendorong stretcher ke dalam ruang pemeriksaan. Dengan pandangan yang sama sekali tidak berpaling dari wajah Young Me.

Dan harus rela ditahan oleh seorang perawat di depan ruang itu.

Beruntung dia masih cukup sadar untuk menghentikan salah satu petugas ambulance.

Dia harus tahu apa yang terjadi pada adiknya.

"Dia mengalami kecelakaan. Mobilnya menabrak pembatas jalan, ada kemungkinan karena rem yang blong. Dia berada di kursi penumpang tanpa menggunakan seatbelt. Tapi kami tidak bisa menemukan pengemudi mobilnya."

Mobil? Rem blong? Di kursi penumpang?

Bukankah Young Me tidak membawa mobil? Lalu pergi dengan siapa dia? Terlebih pengemudi mobilnya tidak ada disana?

"Apa dia pergi makan siang bersama Donghae?"

Leeteuk mengeluarkan ponselnya dan kembali menghubungi sang adik ipar.

Yang kali ini pria itu angkat.

"Ini aku. Kau dimana?"

Tenang. Tenanglah untuk kali ini.

"Di kantor? Kau tidak mengajak Young Me makan siang tadi?"

"Tidak?"

Baiklah. Jelas bukan Donghae pengemudi mobil yang kecelakaan itu.

"Akan aku jelaskan nanti. Sekarang bisa kau kemari? Aku akan memberitahu tempatnya."

Beruntung ia masih bisa tenang dan setidaknya tidak terlalu membuat Donghae khawatir.

Padahal tangannya bergetar sekarang, menulis pesan untuk Donghae pun ia kesulitan.

"Young Me. Apalagi yang terjadi padamu?"

~

"Dia sepertinya pergi bersama seseorang, karena dia ada di kursi penumpang. Tapi petugas ambulance tidak menemukan orang lain bersamanya. Dan itu yang membuatku bertanya-tanya sejak tadi."

Leeteuk menatap Donghae dan Hye Ri bergantian.

Pria itu datang tidak lama setelah ia menelponnya.

Sedangkan Hye Ri yang ia hubungi setelah Young Me selesai diperiksa dan dibawa ke ruang perawatan, datang bersama Hyun Bin.

Belum ada yang berani memberitahu ibu Young Me atau ibu Donghae.

"Maaf. Aku seharusnya tahu kemana dia pergi."

Leeteuk menyentuh pundak Donghae yang duduk di samping ranjang.

Tangannya terus menggengam tangan Young Me. Dia terus diam sejak melihat keadaan istrinya.

Masih merasa terkejut mungkin.

"Aku akan menjemput eomma. Kau jagalah dia, jika aku belum datang dan dia terbangun segera hubungi aku."

Donghae menggangguk lemah dan melihat sekilas Leeteuk yang membawa Hyun Bin dan mengajak Hye Ri pergi bersamanya.

"Sayang. Kenapa harus terjadi hal seperti ini padamu."

Pandangannya kembali ke Young Me yang masih setia memejamkan mata.

Leeteuk mengatakan jika luka di kepala gadis itu cukup serius, jadi ada kemungkinan dia tidak akan sadar dalam waktu dekat.

"Harusnya aku yang mengalami ini dan bukan kau."

Tangannya mengusap pelan kepala sang istri yang terbalut perban lalu pipi gadis itu.

Seharusnya dia tahu hal seperti ini akan terjadi setelah lancarnya pernikahan mereka.

Dan bodohnya kenapa dia tidak bisa mencegahnya?

"Aku akan menemukan siapapun yang melakukan ini padamu. Akan aku pastikan itu."

"Sekarang yang ku inginkan hanya kau membuka matamu, Young."

Dia mengecup tangan Young Me dan mengusapnya pelan.

Apa seperti ini yang dirasakan gadis itu saat menunggunya sadar dari kecelakaan yang ia alami dulu?

Khawatir. Sedih. Putus asa. Bahkan amarah?

~

Leeteuk memperhatikan Donghae yang masih setia di tempatnya.

Terlalu fokus mengamati sang istri. Berharap jika gadis itu akan segera sadar.

Dia pasti belum mendengar penjelasan dokter mengenai keadaan Young Me.

Yang memang lebih dulu diketahui oleh Leeteuk, ibunya serta Hye Ri saat mereka baru tiba dan bertemu dengan dokter yang menangani Young Me di ruangannya.

FLASHBACK

"Kepalanya terbentur cukup keras, terlebih karena dia tidak mengenakan seatbelt. Dan dia mengalami gegar otak yang membuatnya kehilangan sedikit memorinya."

"Kehilangan memorinya?"

"Tidak sepenuhnya. Aku yakin dia masih mengenali dirinya dan kalian. Tapi dia tidak akan mengingat tentang apapun yang terjadi padanya beberapa tahun terakhir. Tepatnya lima tahun terakhir."

Leeteuk merasakan genggaman di tengannya semakin erat.

Sang ibu. Yang sudah memandangnya dengan takut membuatnya kehilangan fokus.

"Jadi... dia tidak akan mengingat apa yang ia alami serta orang-orang yang ia temui sejak lima tahun yang lalu hingga saat ini?"

"Ya. Benar."

"Apakah itu bisa disembuhkan?"

Walau suaranya sudah sangat serak, Hye Ri masih memberanikan diri untuk bertanya.

Walau dia juga takut dengan apa jawaban dokter nanti.

"Beruntungnya ini tidak permanen dan ingatannya bisa kembali. Tapi tidak ada waktu pasti. Beberapa orang yang mengalami hal yang sama mendapatkan ingatan mereka kembali dalam waktu beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Berbeda untuk setiap orang."

"Kalian akan memerankan peran penting untuk membantunya mengingat semuanya kembali. Tapi aku harap jangan menyerangnya dengan memintanya mengingat semua saat ia sadar nanti. Bersabarlah."

"Dan satu lagi. Tapi aku harap dia tidak mengalaminya. Akan ada kemungkinan dia akan selalu lupa dengan apa yang dia lakukan kemarin atau lebih tepatnya sebelum dia tertidur. Jadi dia terkadang akan mengulangi semua kegiatannya kemarin karena dia tidak ingat sudah melakukan atau mengalaminya."

FLASHBACK END

"Apa dokter mengatakan sesuatu?"

Donghae bertanya saat mendapati Leeteuk menatapnya sedari tadi.

"Dia... dia mengalami... gegar otak."

Tatapan curiga Donghae berubah. Dia tidak mungkin tidak terkejut mendengarnya.

Terlebih saat melihat ibu mertuanya yang tampak meluapkan tangisan yang sepertinya wanita itu tahan sedari tadi.

"Gegar otak? Apa... apa dia tidak akan ingat... apa-apa?"

"Tidak semua. Dia hanya kehilangan memorinya tentang beberapa tahun terakhir."

Donghae kembali menatapnya tidak percaya.

"Apa itu berarti dia tidak akan mengingat tentang pernikahan kami?"

Leeteuk menyentuh keningnya gusar. Merasa berat hati menjawab pertanyaan adik iparnya yang sudah tampak putus asa itu.

"Aku takut dia bahkan tidak akan mengenalimu."

~

"Aku takut dia bahkan tidak akan mengenalimu."

Adakah lagi hal yang lebih buruk dari ini?

Kenapa dia sama sekali tidak bisa menikmati kebahagiaannya bersama Young Me.

Apa mereka akan terus merasa selalu waspada dan khawatir tanpa sedikitpun merasa damai?

"Aku hanya harus menemukan buktinya. Walau aku yakin siapa pelakunya, aku tetap membutuhkan bukti itu."

Donghae menggengam ponselnya erat.

Entah Young Me akan mengingatnya atau tidak, tapi yang terpenting dia harus tahu siapa yang menyebabkan istrinya itu mengalami kecelakaan.

Dan ketika ada pesan masuk di ponselnya, dia meloncat dari bangku taman dan berlari di koridor rumah sakit menuju kamar rawat Young Me.

Gadis itu sudah sadar.

"Hyung!"

"Dia baru saja sadar dan sedang diperiksa oleh dokter."

Leeteuk tampak menghadangnya di depan ruangan. Membuat Donghae hanya bisa melihat melalui celah pintu yang sedikit terbuka.

Benar, istrinya itu sudah sadar.

Walau dia tampak lemah dan hanya diam menggengam tangan sang ibu yang duduk di samping ranjang.

"Apa aku harus masuk, hyung?"

Dia bertanya tidak sabaran pada sang kakak ipar yang memandangnya simpati.

Pria yang kemudian menggeleng.

"Kita belum tahu pasti keadaannya. Dan jika dia memang tidak mengingat tentangmu aku takut dia akan terkejut jika kita mengatakan kau adalah suaminya."

"Lalu apa aku hanya harus terus diam dan menjauh darinya?"

"Tapi itu satu-satunya hal yang bisa kau lakukan untuk saat ini."

Dokter yang sudah selesai memeriksa Young Me keluar dan memandang mereka.

"Untuk sekarang dia baik-baik saja, tapi kita harus melakukan rontgen untuk memeriksa apakah dia mengalami luka dalam atau tidak. Biarkan dia istirahat dan jangan membuatnya kelelahan."

"Dan aku harap kalian ingat apa yang aku katakan kemarin, Leeteuk-ah."

"Ya. Kami akan mengingatnya, dokter."

Pria itu menepuk pelan pundak Donghae dan berlalu.

Meninggalkan mereka berdua yang masih diam di tempat; bingung dengan apa yang harus dilakukan.

"Jika kau ingin masuk, aku bisa mengatakan kau adalah temanku. Jika dia memang tidak ingat denganmu."

Sarannya yang dibalas anggukan oleh Donghae.

Di dalam ruangan hanya ada Young Me dan ibunya. Sedang Hye Ri pulang beberapa jam yang lalu karena harus menjaga Hyun Bin.

"Young."

"Oppa."

Gadis itu tersenyum menatapnya dan memandang Donghae kemudian.

Dia hanya diam dan tampak berpikir lalu mengalihkan pandangan ke Leeteuk.

Leeteuk yang merasa mengerti dengan tatapan sang adik itu menghela nafas.

"Dia Lee Donghae, temanku."

Donghae yang sama sekali tidak mengangkat matanya dari Young Me tersentak saat Leeteuk menyentuh lengannya.

"Kau tidak mengenalnya?"

Young Me menggeleng pelan dan menoleh pada sang ibu yang tersenyum miris lalu mengusap kepalanya.

"Dia teman dekat oppamu. Kau sering bertemu dengannya, tapi mungkin kau lupa sekarang."

Ucap wanita itu tenang.

Merasakan sakit yang pasti di rasakan oleh menantunya.

"Kau ingin sesuatu? Dokter tadi tidak mengatakan tentang makanan yang tidak boleh kau makan, kan?"

Young Me mengangguk dan tersenyum.

"Tapi aku tidak ingin makan apa-apa."

Keadaannya yang baru saja sadar mungkin masih mempengaruhinya.

"Benarkah? Kalau begitu istirahatlah, aku akan menjagamu."

"Kau? Apa eomma akan pulang?"

Young Me menoleh dan mendapati sang ibu tengah memasang coatnya.

"Eomma harus pulang sekarang. Lagipula appamu ada di rumah. Kami akan kemari lagi nanti, eoh?"

Wanita itu kembali mendekat dan mengecup singkat dahi Young Me.

"Istirahatlah. Leeteuk tidak akan mengganggumu."

Ucapnya yang membuat sang putri terkekeh.

"Kau jaga dia, Leeteuk-ah."

"Ne, eomma."

Young Me memperhatikan sang ibu yang keluar dari ruangannya setelah sebelumnya menyentuh lembut lengan Donghae.

"Tidurlah. Kau pasti masih merasa lemas."

Leeteuk melihat Donghae yang mendudukan diri di sofa dan ia sendiri memilih untuk duduk di samping ranjang.

Mendapati sang adik yang menatap aneh padanya.

"Apa?"

"Tidak."

"Kalau begitu tidurlah. Aku tidak akan meninggalkanmu."

"Kau membiarkan Hye Ri eonni sendirian di rumah?"

"Bukankah dia bersama Hyun Bin?"

"Hyun Bin?"

Jangan katakan kau juga tidak mengingatnya.

"Ah kau benar. Aku lupa."

"Sudah, jangan banyak bertanya. Tidurlah."

Young Me mengangguk dan menyingkirkan tangan sang kakak yang sedari tadi mengusap kepalanya.

Membuat pria itu memutar bola matanya kesal.

Walaupun di dalam hati dia merasa bersyukur karena sifat gadis itu tidak menghilang.

Hanya kenangannya bersama pria yang terdiam di sofa sana saja yang harus segera diperbaiki.


~TBC~

You & Me #14


Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`
"Apa yang sebenarnya terjadi padanya?"

"Entahlah, eomma. Tapi seperti yang aku katakan pada Leeteuk oppa jika pasti ada orang yang membawanya kesana."

"Dan aku pernah memeriksa ponsel Young dan menemukan nomor tidak dikenal menghubunginya sebelum dia menghilang hari itu, eomma."

"Apa maksudmu ada orang yang memang berniat menculiknya?"

"Dilihat dari situasinya sepertinya memang begitu."

"Lalu apa kau tahu siapa orangnya?"

"Aku masih belum terlalu yakin, eomma. Tapi sepertinya orang itu adalah-"

"Oppa? Kau disini?"

Perbincangan ibu Young Me dan Donghae terpotong saat Young Me muncul dengan nampan ditangannya.

"Hai, Young."

"Kenapa tidak menemuiku? Aku di taman sedari tadi."

"Aku tahu. Tapi kau sedang ada tamu."

"Kau tahu? Eomma melihat dia berdiri saja di pintu menuju taman tadi."

"Benarkah, eomma?"

Young Me meletakkan nampan di pantry

"Dan karena dia belum makan siang jadi eomma memintanya makan siang disini."

"Dia tidak akan makan siang sebelum ada orang yang memaksanya, eomma."

"Lalu dimana Henry?"

"Dia sudah pulang."

"Hm. Kalau begitu kau temani Donghae, eomma ingin keluar sebentar."

"Ne, eomma."

Donghae dan Young Me menyahut secara bersamaan.

"Kenapa tidak menghubungiku sebelum kemari?"

"Periksa dulu ponselmu. Aku sudah menghubungi beberapa kali tapi kau tidak menjawabnya."

"Benarkah?"

Young Me memeriksa ponsel yang tadi ia letakkan di atas meja makan.

"Ah, aku lupa. Aku memasang mode silent tadi."

"Pantas saja."

"Maaf."

"Hm. Kau sudah makan?"

"Sudah. Selesaikan saja makanmu sekarang."

Young Me mengambil minuman kaleng dingin dari lemari pendingin dan membukanya.

"Aku ingin mengajakmu makan malam hari ini. Bagaimana?"

"Malam ini? Baiklah, jemput aku di apartemen saja."

"Aku mengerti."

~

"Bagaimana makanannya? Aku mendapat rekomendasi dari Siwon tentang tempat ini."

"Aku suka. Tempatnya juga menarik."

"Baguslah. Aku takut kau tidak menyukainya."

"Kau seperti sedang kencan untuk pertama kalinya saja denganku. Tidak ingin ada kesalahan sedikitpun."

"Setiap saat memang seperti saat pertama kali kita bersama, sayang."

"Jangan mulai merayuku."

Donghae tertawa dan membuat sang kekasih tersenyum karenanya.

"Aku hanya ingin membuatmu merasa nyaman."

"Aku selalu nyaman denganmu. Kenapa tiba-tiba berpikir seperti itu?"

"Tidak. Lupakan saja. Aku ingin membicarakan tentang hal lain."

Young Me menghentikan kegiatan menikmati cake coklatnya dan menatap Donghae.

"Tentang?"

"Pernikahan kita. Kau ingin kita membicarakannya sekarang?"

Gadis itu menarik nafas sejenak sebelum kembali merespon.

"Tentu saja. Kenapa harus bertanya dulu?"

"Aku takut kau tidak ingin membahas tentang hal ini. Aku pikir kau masih memikirkan kejadian hari itu."

Donghae meraih tangan sang kekasih dan menggenggamnya.

"Aku sudah melupakannya. Walau kadang aku tiba-tiba merasa ketakutan saat mengingatnya, tapi karena kau selalu ada disampingku aku merasa tenang."

"Aku akan menjagamu lebih ketat dan lebih baik dari sebelumnya. Aku berjanji tidak akan mengulang kesalahan yang sama."

"Itu bukan kesalahanmu. Jangan merasa bersalah seperti itu."

"Aku tahu. Tapi setidaknya aku harus lebih memperhatikanmu."

"Kau benar, tapi berhenti membahas itu. Bukankah kau ingin kita membicarakan tentang pernikahan kita?"

"Ya."

"Lalu apa kita harus menyiapkan semuanya dari awal?"

"Sepertinya begitu. Terutama untuk masalah tempat dan undangan. Aku akan mengurus semuanya."

"Aku akan membantu."

"Tidak perlu. Kali ini tidak akan sulit seperti sebelumnya jadi aku bisa mengurusnya sendiri."

"Baiklah, katakan saja jika ada yang bisa aku bantu atau ingin aku menemanimu."

"Tentu saja."

~

Selama beberapa minggu Donghae menyiapkan (kembali) semua persiapan pernikahannya.

Walau dia harus pintar membagi waktu antara pekerjaan dan kegiatannya itu.

"Kau beberapa hari ini tampak tidak bersemangat, Hae."

"Bukannya tidak bersemangat. Aku hanya kelelahan."

"Kau tidak ingin aku membantumu?"

"Tidak, Siwon-ah. Ini adalah hal sekali dalam seumur hidupku jadi aku harus melakukan semuanya sendiri."

"Lalu bagaimana? Sudah selesai?"

"Sudah 90% sepertinya."

Donghae berdiri dari tempatnya duduk dan berpindah ke sofa.

Pria itu merebahkan tubuhnya disana.

"Baiklah. Katakan saja jika kau memerlukan bantuanku. Aku pergi."

"Ya. Terima kasih."

Siwon keluar dari ruangan dan memperhatikan ponselnya.

"Siwon oppa."

Dan bertemu dengan Young Me di depan lift.

"Hai, Young. Bagaimana kabarmu?"

"Baik. Kau sendiri, oppa."

"Aku juga baik. Kau ingin bertemu Donghae, kan? Dia ada diruangannya."

"Ne, gomawo oppa."

"Aku duluan, eoh? Sampai jumpa."

Young Me memperhatikan Siwon yang memasuki lift.

Tidak ada Shin Ji Hyun di mejanya, mungkin tengah makan siang.

Wanita itu sudah kembali dari cuti melahirkannya dan mengambil alih pekerjaan yang dipegang Kyungran selama ia cuti.

Young Me mengetuk pintu ruangan Donghae lalu membukanya.

Melihat tidak ada Donghae di kursi kerjanya, Young Me masuk dan memperhatikan ruangan itu hingga menemukan sang kekasih tertidur di sofa.

Pria itu bahkan tidak terganggu oleh ketukkan pintu tadi.

Young Me mendekat dan duduk di sofa yang tepat berada di samping kepala Donghae.

"Kau tidak ingin aku membantumu tapi kau sendiri kelelahan seperti ini."

Dia mengusap wajah letih Donghae perlahan; tidak ingin membangunkannya.

Tapi pria itu dengan mudah terjaga dan menangkap tangan Young Me di wajahnya.

"Hei, oppa. Ini aku."

"Young?"

"Ya. Ini aku."

Donghae bangun dan menarik tangan Young Me agar duduk di sampingnya.

"Maaf membangunkanmu."

"Tidak apa. Lagipula aku tidak seharusnya tidur disini."

"Kau kelelahan. Karena tidak membiarkanku membantu jadi kau seperti ini."

"Aku baik-baik saja."

Donghae mencari posisi yang nyaman dan kembali merebahkan tubuh di pangkuan Young Me.

"Wajahmu mengatakan yang sebaliknya. Dan kau pasti belum makan siang, kan?"

"Aku ingin makan siang denganmu."

"Baiklah, kita makan siang bersama."

~

"Eomma."

Suara nyaring Young Me sudah terdengar bahkan saat gadis itu masih berada di tangga menuju ruang tengah.

"Ada apa?"

Sedang yang dipanggil muncul dari arah dapur.

"Aku ingin pergi sebentar, eomma. Aku harus mengantar undangan untuk Henry."

"Baiklah. Hati-hati."

"Ne."

Saat hendak menjalankan mobil ada panggilan dari Donghae yang membuat Young Me memasang earphonenya.

"Hai, oppa."

"Aku? Aku sedang menuju apartemen Henry. Aku ingin mengantar undangan pernikahan kita."

Donghae tengah memeriksa kembali semua keperluan pernikahan. Dan bertanya sekali lagi jika ada yang Young Me tidak suka dan ingin menggantinya.

Pernikahan mereka hanya tinggal lima hari lagi. Walaupun ini bukan yang pertama kalinya mereka menunggu saat-saat menuju hari itu, tapi perasaan gugup itu masih ada.

"Berhenti mengajakku pergi makan malam. Kau harusnya istirahat agar tidak kelelahan."

"Berlebihan. Kita akan bertemu setiap saat setelah menikah nanti."

"Baiklah, aku mengerti tuan muda Lee."

Mobil Young Me memasuki basement gedung dimana apartemen Henry berada.

"Bisa kau hubungi lagi aku nanti? Aku akan menemui Henry dulu."

"Baiklah, sampai jumpa nanti malam."

Young Me melihat lagi pesan Henry kemarin mengenai lantai dan nomor apartemennya.

"Lantai 5."

Ucapnya sebelum menekan tombol lift.

Gadis itu memainkan kartu undangan selama menunggu liftnya sampai.

Lalu mencari apartemen Henry dan menekan doorbell.

Tidak lama pintu terbuka dan menampilkan Henry dengan rambut acak-acakkan dan wajah yang masih tampak mengantuk.

"Kau baru bangun, eoh?"

"Oh, hai Young."

"Aku mengganggumu?"

"Tidak. Masuklah."

Walau kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya, Henry menggeser tubuh dan mempersilahkan Young Me untuk masuk.

"Tunggu sebentar. Aku harus mencuci wajahku dulu."

Ucapnya setelah Young Me duduk di sofa.

"Ya."

~

"Terima kasih."

Henry meletakkan segelas minuman hangat untuk Young Me.

"Kenapa tidak memberitahuku jika ingin kemari?"

"Tidak apa. Aku hanya ingin mengantar undangan ini."

"Undangan... pernikahan?"

Henry memperhatikan nama yang tertera di undangan itu.

"Sebelumnya rencana pernikahan kami diadakan dua bulan yang lalu tapi karena ada sesuatu yang terjadi hari itu jadi pernikahan kami dibatalkan."

"Jadi kalian merancangnya lagi?"

"Ya. Lima hari dari sekarang."

"Baiklah. Terima kasih karena sudah mengundangku."

"Kau sahabatku, tentu saja aku akan mengundangmu. Terutama karena kau sedang ada disini."

"Ya, kau benar."

Young Me melirik jam di tangannya.

"Kalau begitu aku pulang dulu, aku harus ke kantor."

Dia berdiri dan diikuti oleh Henry.

"Kau harus datang, eoh? Kalau perlu bawa kekasihmu."

Gadis itu berhenti di ambang pintu.

"Kekasih yang mana?"

"Yang mana yang kau miliki. Bohong jika kau masih sendiri."

"Kau pikir aku akan selalu memiliki kekasih setiap saat?"

"Ya setidaknya akan selalu ada wanita yang mengejarmu. Bukankah kau mengatakan jika kau masih populer sekarang? Kau akan mudah mendapatkan gadis impianmu."

"Hahaha, kau benar. Aku hanya belum mencobanya."

Henry menggaruk leher belakangnya; sedikit canggung.

"Baiklah, aku pergi. Sampai jumpa."

"Ya, berhati-hatilah."

Setelah Young Me cukup jauh dari pandangannya, Henry menutup pintu apartemen dan melihat lagi undangan di tangannya.

"Gadis impianku sudah menjadi milik orang lain."

~

Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Semua orang kembali sibuk dan gugup.

Dan orang yang paling gugup saat ini tentu saja adalah sang mempelai.

Terutama Donghae yang tidak berhenti mengitari ruang persiapannya.

"Pergilah jika kau ingin menemui Young Me."

Donghwa yang mengerti apa yang dipikirkan sang adik menatapnya dari ambang pintu.

"Baiklah."

Dan tanpa pikir panjang pria itu pergi menemui Young Me yang berada di ruangannya bersama Hye Ri.

"Hai, noona."

"Hai, Hae. Kau terlihat tampan."

Hye Ri sekali lagi merapikan gaun pengantin Young Me yang terdiam di kursi riasnya.

"Terima kasih, noona. Bisa aku bicara pada Young Me?"

"Ya, tentu saja. Leeteuk oppa akan menunggu diluar."

Leeteuk memutuskan untuk terus mengawasi Young Me sampai gadis itu berdiri di altar nanti.

Mencegah hal yang tidak diinginkan terjadi (lagi).

"Hai, sayang."

Donghae mendekat menyentuh pundak Young Me setelah Hye Ri tidak ada.

"Hai , oppa."

"Kau gugup?"

"Ya, dan takut. Aku yakin kau lebih gugup dan takut dariku."

"Tidak. Aku berusaha untuk tenang agar tetap bisa menjagamu."

"Tidak akan ada lagi yang mengganggu dan menghalangi pernikahan kita hari ini. Aku pastikan itu."

"Aku tahu."

Young Me berdiri dan memeluk sang kekasih.

"Terima kasih karena sudah membuatku lebih tenang."

"Itu tugasku. Sekarang jangan gugup dan tenanglah. Kita akan bertemu di altar nanti, eoh?"

Pria itu menatap dan mengecup sekilas bibirnya.

"Aku akan kembali ke ruanganku sekarang. Jangan takut, ada Leeteuk hyung yang menjagamu di luar."

"Hm. Aku mengerti."

~

Saatnya tiba. Ayah Young Me sudah berdiri di depan Young Me dan menatapnya.

"Kau tampak cantik, sayang."

"Terima kasih, appa."

"Sudah saatnya."

Young Me mengangguk dan mengikuti sang ayah keluar dari ruangan dan lalu berhenti di pintu menuju hall utama.

"Kau siap, Young?"

"Aku siap."

"Kalau begitu ayo."

Pria bertuxedo hitam itu mengulurkan tangan yang disambut oleh Young Me dan kemudian melingkarkan tangan gadis itu ke lengannya.

Mereka berjalan memasuki ruangan dengan iringan hymne wedding.

Orang-orang menatap kagum pada Young Me yang terlihat bak dewi dengan gaun putih yang melekat dengan sempurna di tubuh rampingnya.

Sedang gadis itu tidak sempat membalas satu-persatu tatapan dari para tamu, dia terlalu gugup dan hanya mampu menatap sang kekasih yang berdiri gagah di altar seraya tersenyum ke arahnya.

"Kakimu, sayang."

Ucap sang ayah memperingatkan gadis itu untuk sedikit mengangkat gaunnya agar tidak terinjak saat hendak menaiki altar.

Setelah itu, tatapannya kembali ke Donghae yang menerima tangannya saat diulurkan oleh ayahnya.

"Aku titip dia padamu, Hae."

"Baik, appa."

~

"Tanganmu benar-benar terasa dingin tadi."

"Benarkah? Aku terlalu gugup. Apa kau tidak merasa gugup?"

"Tentu saja aku gugup. Tapi aku berusaha untuk tenang agar kau juga ikut tenang, jadi kita tidak akan melakukan kesalahan apapun."

Donghae melambatkan laju mobilnya dan membiarkan Young Me memandangi pemandangan jalan yang mereka lewati.

"Hye Ri eonni berkata suaraku terlalu kecil tadi. Benarkah?"

"Ya, tapi cukup jelas didengar saat di altar, tidak apa."

Donghae meraih tangan Young Me dan menggenggamnya.

"Ingin pergi ke tempat lain dulu?"

"Dengan pakaian seperti ini?"

"Apa ada masalah?"

"Kita akan dikira pengantin yang kabur dari gereja nanti."

"Bagaimana kalau ke sungai Han? Hari sudah malam, tidak akan ada yang memperhatikan pakaian kita."

"Kau tidak lelah? Kita seharian disana, kau bahkan tidak berhenti berkeliling menemui para tamu tadi."

"Aku lelah, tapi aku pikir kau bosan dan ingin pergi ke suatu tempat."

"Tidak, aku tidak apa. Kita pulang saja, jadi kau bisa segera istirahat."

"Baiklah, jika itu maumu."

Donghae kembali fokus ke jalanan dan menambah kecepatan mobilnya.

~

"Bukankah aku mengatakan tidak perlu memasak apapun tadi?"

"Kau tidak lapar? Kau belum makan apapun sejak tadi siang. Aku tidak ingin kau membangunkanku tengah malam dan meminta makanan."

"Tidak akan, aku tidak lapar. Lebih baik kau menemaniku sekarang."

"Menemani apa? Aku selalu menemanimu."

"Ya menemaniku melakukan sesuatu. Ini malam pertama kita tapi kau sibuk di dapur dan mengacuhkanku."

"Jangan berlebihan."

Young Me mematikan kompor dan membalik tubuhnya yang dipeluk Donghae sedari tadi.

"Tidak ada istilah malam pertama. Kau sudah sering tidur disini dan aku sering menginap di apartemenmu."

"Kau tahu definisi malam pertama itu bukan sekedar berada di satu tempat yang sama selama semalaman, sayang."

"Lalu apa?"

"Kau berpura-pura tidak tahu atau memang benar-benar tidak tahu?"

"Entahlah. Sepertinya yang kedua, tapi mungkin juga yang pertama."

"Aish, kau tahu kan maksudnya?"

"Mungkin."

Gadis itu menoleh ke belakang, memeriksa masakannya.

"Masakanku mulai dingin."

"Kau memasak untukku atau untukmu?"

"Tentu saja untukmu."

"Kalau begitu tidak apa. Aku juga tidak akan memakannya."

"Benarkah?"

Gadis itu mengalungkan tangan di leher Donghae dan menatap matanya, wajahnya mendekat ke wajah pria itu.

Hidung mereka saling bersentuhan, ditambah Donghae mengeratkan pelukannya agar tubuh gadis itu semakin menempel padanya.

Pandangannya mengarah pada bibir ranum Young Me.

~Chu~

Sebuah kecupan lembut mendarat di bibir Donghae.

"Kau harus makan. Jangan membuatku terus-menerus khawatir."

"Tapi aku benar-benar tidak lapar, Young."

Donghae tersenyum lalu menempelkan ibu jarinya ke bibir Young Me. Mengusapnya lembut.

"Apa kau tidak suka dengan masakannya? Aku akan membuatkan yang lain."

"Tidak. Aku selalu menyukai masakanmu."

"Baiklah, tidak perlu makanan berat. Pasta? Ramen?"

"Ramen? Kau menawariku ramen?"

"Untuk kali ini saja."

Pria itu menyusupkan tangan kanan ke leher Young Me dan mengangkat wajahnya.

"Kau sejak dulu selalu melarangku memakan ramen dan sekarang kau tiba-tiba menawarinya?"

"Yang terpenting kau makan sesuatu. Aku benci melihatmu terus-menerus menunda waktu makanmu."

"Hm. Baiklah."

Donghae meraih bibir Young Me, mengecup dan melumatnya singkat.

"Kau siapkan saja apa yang sudah kau masak, aku akan memakannya."

"Ya."


~TBC~