Senin, 05 Desember 2016

Just Say It #2

Author : Reni Retnowati (Park Hye Ri)
Cast : Lee Donghae, Park Jin Ra, etc.
Length : Chapters


Happy reading!

~

"Milikmu. Tertinggal di suatu tempat."

Donghae melihat jas coklat yang Jin Ra letakkan di atas sofa ruang kerja.

Gadis itu bahkan tidak menatap matanya. Tidak berniat mungkin.

Dia hari ini memang tampak dingin. Tentu saja, setelah pertengkaran kecil mereka tempo hari tidak mungkin hubungan mereka akan biasa-biasa saja.

Jin Ra menutup pelan pintu ruang kerja. Gadis itu pasti akan bersiap untuk ke kantor.

Donghae memperhatikan jas miliknya.

Jas itu tertinggal? Dimana?
Bukankah itu salah satu jas kesukaannya?

Hebat sekali dia hingga jas itu bisa tertinggal.

Seingatnya, setelah selesai dengan perdebatannya dengan Jin Ra, dia pergi meninggalkan kantor dan pergi ke salah satu apartemen miliknya yang tidak diketahui oleh sang istri.

Bertahan disana beberapa jam lalu menemui Chaebi di apartemen gadis itu karena ada beberapa berkas yang harus mereka bicarakan. Dan juga... makan malam singkat.

Setelahnya, dia pergi menemui Hyukjae sebelum pulang ke rumah saat waktu menunjukkan hampir pukul 2 pagi.

Apa jasnya tertinggal saat bersama Hyukjae? Tapi pria itu tidak cukup baik untuk mau bersusah payah datang kemari hanya untuk mengantarkan sebuah jas.

Atau tertinggal di apartemen Chaebi? Apa gadis itu yang mengantarnya kemari?

Semakin menambah masalah jika memang seperti itu keadaannya.

"Pengacara Kim? Kau sudah membaca e-mail yang aku kirim? Bisa kau mengaturnya?"

Tangan kanannya memasukkan beberapa lembar kertas yang lusuh ke dalam laci lalu menutupnya.

Dia sedang tidak ingin pergi ke kantor. Biarlah 'istrinya' itu mengurus semua jadwalnya hari ini.

Lagipula gadis itu pasti juga sedang mensyukuri fakta jika mereka tidak harus bertahan dalam satu ruangan yang sama selama seharian ini.

~

"Apa dia sakit? Kenapa tidak pergi ke kantor? Donghae oppa kan bukan tipe orang yang akan meninggalkan pekerjaannya begitu saja."

Tuhan, bisakah aku membungkam mulutnya. Haruskah dia menyebut nama Donghae dengan nada semanis dan semanja itu?

"Dia sedang sibuk dengan hal lain. Karena itu dia tidak pergi ke kantor."

Jin Ra memilih memperhatikan berkas-berkas yang sedang ia tata.

Perasaannya sedang tidak baik karena Donghae dan sekarang gadis ini memperparahnya.

"Benarkah? Baiklah. Aku akan menghubunginya nanti atau katakan saja jika aku mencarinya."

Jin Ra dengan senyum yang dipaksakan mengangguk tanpa berniat menatap Chaebi, bahkan hingga gadis itu keluar dari ruangan.

Tangannya lalu mengetukkan pulpen yang ia pegang ke tumpukan kertas.

Sebenarnya kenapa Donghae tidak datang ke kantor? Ia pikir pria itu akan pergi setelah ia meninggalkan rumah tadi.

Dia tahu jika Donghae tidak ingin berada dalam satu mobil yang sama untuk ke kantor hari ini, karenanya dia memilih untuk berangkat lebih dulu.

Tapi pria itu juga tidak mengatakan apa-apa jika ia tidak akan kemari.

"Mungkin dia sibuk di tempat lain."

Jin Ra merapikan blazernya dan menyiapkan tas serta berkas yang akan ia bawa untuk menemui salah satu rekan kerja Donghae.

Serta dalam hati menyiapkan alasan untuk disampaikan jika mereka bertanya dimana Donghae dan kenapa bukan pria itu yang datang.

~

"Kau yakin dengan keputusanmu?"

"Kau tidak dalam fase dimana kau bisa menasehatiku, kan?"

"Aku kan bertanya, bukan menasehati. Kau terlalu sensitive, kau tahu?"

Donghae menggeleng dan membalik kertas di tangannya. Membiarkan sisi yang penuh dengan tulisan menghadap meja.

"Jangan menyesali keputusan apapun yang kau buat. Kau sendiri yang akan menanggung akibatnya."

"Kata-katamu seperti mengisyaratkan jika keputusan yang aku ambil ini salah."

"Aku tidak mengatakan itu. Bukankah aku tidak dalam fase dimana aku bisa menasehatimu?"

Hyukjae menampilkan senyum puas dan meneguk minumannya. Melihat Donghae saat sedang kelimpungan seperti ini adalah hiburan tersendiri.

"Aku tidak membutuhkan nasehat tentang keputusanku. Tapi aku butuh saran bagaimana menyampaikan keputusanku ini."

"Kau tidak bisa mengatakannya begitu saja. Dia akan terkejut."

"Aku tahu itu."

"Lakukan saja senatural mungkin."

"Entahlah. Aku harap dia tidak mengharapkan apa-apa dari hubungan ini."

"Kau yang salah jika dia sampai mengharapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginanmu."

"Apa aku salah memperlakukannya?"

"Mungkin. Hanya dia yang tahu."

Hyukjae beranjak dari kursi kerja dan meraih berkas di lemari besar di belakangnya.

"Bagaimana dengan Chaebi?"

"Chaebi?"

"Ya, chaebi."

Pria itu kembali duduk dan membaca berkasnya.

"Kau bertanya tentang apa? Tentang proyeknya atau tentang dirinya?"

Hyukjae menatapanya sebentar, memberikan ekspresi menggoda dan tersenyum.

"Karena kau mengingatkanku jadi aku juga akan bertanya tentang dirinya."

"Sialan."

"Semua juga tahu jika Chaebi menyukaimu. Kau juga dekat dengannya."

"Dulu."

"Sepertinya sekarang juga masih sama."

"Begitukah?"

"Dari yang ku lihat, ya."

"Mungkin Jin Ra juga melihat hal yang sama."

"Mungkin."

Ini mungkin terdengar konyol, tapi sejak lama Donghae menganggap Chaebi sebagai sahabat dan juga adik.

Dia menyayangi gadis itu. Tapi hanya karena dia peduli padanya.

Dia tahu tentang Chaebi, bagaimana sifatnya, bagaimana keluarganya atau bagaimana kehidupannya.

Seperti Siwon yang bersahabat dari lama dengan Jin Ra, diapun sedekat itu dengan Chaebi.

Sekarang jika baik orang lain ataupun Chaebi menganggap jika mereka memiliki hubungan yang lebih dari itu maka semuanya salah.

Dia sama sekali tidak menganggap rasa sayangnya pada Chaebi sama seperti rasa sayang seorang pria pada wanita. Tapi hanya pada sahabat dan berupa perasaan untuk melindungi.

Bukan memiliki.

Walaupun terkadang dia tanpa sadar bersikap protektif dan terlalu 'dekat' dengan gadis itu.

Dan mungkin juga tanpa sadar membiarkan Jin Ra merasa sakit karenanya.

Dia tidak memiliki niat apa-apa, hanya ingin melindungi.

Jika saja orang tahu seberapa besar luka yang dimiliki gadis dengan cover ceria, glamour serta gembira itu.

Anak tunggal serta hubungan yang tidak terlalu baik dengan kedua orang tuanya, siapa yang akan tahu hal itu jika bukan gadis itu sendiri yang mengatakannya.

Dia tidak begitu mudah dekat dengan seseorang dan jika dia sudah mendapatakan seseorang yang membuatnya nyaman, dia akan memastikan orang itu selalu bersamanya atau ada di dekatnya.

Mungkin itu yang ia coba lakukan pada Donghae. Memastikan pria itu selalu dekat dengannya.

Terdengar selfish memang, tapi seperti itulah keadaannya.

"Kau terlalu mudah untuk didekati dan dibuat untuk tertarik. Aku rasa. Kau membuat mereka berharap lebih padamu."

"Mereka?"

"Chaebi. Jin Ra juga."

"Benarkah? Aku rasa aku hanya memberikan perhatian yang pantas dan tidak berlebihan. Lagipula aku memang tidak berniat memberikan harapan palsu pada mereka."

"Kau akan mengatakan itu. Tapi mereka yang merasakannya."

"Bukan salahku jika mereka merasa seperti itu kan?"

"Memang. Tapi setidaknya beri kepastian, mana yang kau pilih. Agar salah satu dari mereka tidak berharap lebih lama lagi."

"Aku rasa aku tidak bisa memilih salah satu. Kau tahu mereka memiliki hubungan yang sangat dekat denganku."

"Kau harus bisa. Mau tidak mau."

~

Mereka sering saling diam, tapi jika dibandingkan dengan saat ini diam itu benar-benar menelan semua kata yang hendak satu sama lain ucapkan.

Sedari tadi hanya suara dentingan sendok dan piring yang terdengar. Jin Ra bahkan berniat membuat suara seminimal mungkin dari kegiatan makannya.

Dia tidak berani hanya untuk sekedar menatap Donghae yang ada di depannya. Pria itupun sama.

Donghae mungkin sedang memikirkan semua perkataan Hyukjae yang ia dapatkan.

Semua nasehat, saran atau semua celaan pria itu.

Berusaha mencerna dan mempertimbangkannya. Walau bagaimanapun apa yang sahabatnya itu katakan semuanya benar. Dia harus segera memutuskan sesuatu.

Dia tidak bisa terus 'mempermainkan' mereka, baik Chaebi ataupun Jin Ra.

"Sudah selesai?"

Suara lembut Jin Ra membuat Donghae spontan mendongak dan menatapnya. Refleks.

Dia sendiri bahkan terkejut dengan reaksinya yang begitu dan membuat sang istri sama terkejutnya.

Mereka berpandangan beberapa saat lalu saling mengalihkan wajah kemudian.

"Aku akan mencuci piringnya jika kau sudah selesai."

Gadis itu memperjelas tentang pertanyaannya tadi.

Dengan pandangan yang masih menunduk dan mulai merapikan piring-piring makanan di atas meja.

"Sudah."

Donghae menyodorkan piring kosongnya dan menunggu hingga Jin Ra mengambil benda itu dari tangannya.

Dia ingin sekali memecahkan semua suasana dingin ini. Setidaknya dengan menyapa gadis yang seakan semakin menjauh darinya beberapa hari ini.

"Eomma menanyakan kabarmu. Dia mengatakan ingin kau datang ke rumah."

Donghae yang terlalu fokus memperhatikan semua gerak-gerik Jin Ra, tidak merespon perkataan istrinya yang tengah sibuk mencuci piring.

Hingga Jin Ra menoleh dan menatapnya.

"Ha? Kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak. Lupakan saja."

Jin Ra menarik nafas dan melanjutkan kegiatannya, membiarkan Donghae sekali lagi merutuki kebodohannya karena mengacuhkan gadis itu.

Ponsel milik Jin Ra yang ada di atas meja makan bergetar.

Donghae bisa melihat ada nama pria yang tertera di layar ponsel. Nama yang asing, untuknya.

Jin Ra yang dengan sigap mengeringkan tangan dan meraih ponsel, menatap Donghae sekilas.

Lalu berlalu dari dapur dan mengangkat panggilan.

"Hai."

"Malam ini? Tapi aku baru saja selesai makan malam."

"Baiklah. Aku akan bersiap-siap."

Gadis itu masuk ke kamar tanpa menyadari Donghae yang memperhatikannya dari pintu dapur.

~

"Bagaimana? Kau menyukai filmnya?"

Jin Ra tersenyum dan mengangguk singkat.

"Terima kasih."

"Aku yang harusnya berterima kasih karena kau mau pergi denganku."

Jin Ra memperhatikan tangannya yang dimasukkan ke saku jaket pria di sampingnya.

"Aku tahu kau sibuk. Dan aku berterima kasih karena kau mau menyempatkan waktu mengajakku pergi."

"Aku akan sering mengajakmu pergi jika kau mau."

"Kau tahu kau harus menjaga janjimu, kan?"

"Aku tahu, sayang."

"Karena aku akan terus menagihnya jika kau lupa, Kim Kibum-ssi."

"Ya, nona Park. Kau bisa menagihnya kapanpun semaumu."

Jin Ra menyodorkan milkshake coklat yang ia pegang dan menghentikan langkah agar Kibum bisa meminum minuman itu.

"Apa suamimu tahu jika kau pergi bersama pria lain?"

"Jangan menggodaku."

"Aku bertanya, bukan menggoda."

"Kalau begitu aku tidak ingin menjawabnya."

Kibum terkekeh dan menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Jin Ra.

"Aku terkadang merasa aneh jika menyadari aku pergi bersama istri seseorang."

"Berhenti menggangguku!"

Jin Ra menarik tangannya dari saku jaket Kibum dan mendorong pria itu ke samping; kesal.

Sedang yang ia dorong hanya menampilkan wajah santai dan justru memilih untuk merangkulnya.

"Aku serius. Apa kau sendiri tidak merasa aneh? Kau berstatus sebagai istri seseorang. Memang tidak semua orang tahu, selain keluarga dekat kalian. Dan sekarang kau jalan denganku, berpegangan tangan dan bahkan dalam jarak sedekat ini. Kau tidak takut seseorang akan melihat kita?"

"Lalu apa kau merasa risih saat bersamaku? Karena aku 'istri' seseorang?"

Ada sedikit tekanan di kata 'istri'.

"Tentu tidak. Aku kan tahu status kalian sebenarnya."

"Lalu aku yang menyandang status itu apa juga akan merasa aneh?"

"Kau marah?"

Kibum menghentikan langkah dan berdiri di depan Jin Ra.

"Entah."

"Kau marah."

Jemarinya menggerakan wajah sang gadis yang berpaling agar menatapnya.

"Maaf. Aku tidak bermaksud membuatmu marah. Aku hanya bercanda."

Yang hanya mengangguk dengan wajah datar.

"Maaf?"

"Ya. Hanya jangan membahas tentang itu lagi."

"Baiklah. Tidak akan."

Kibum mengusap pelan wajah Jin Ra. Menciptakan senyuman tipis di wajahnya.

Salah satu hal yang tidak ada di Donghae; sikap peka dan perhatian Kibum.

Dan salah satu hal kenapa mungkin dia merasa lebih nyaman bersama Kibum, terkadang.

Pria itu tahu bagaimana memperlakukannya. Bagaimana membuatnya marah dan bagaimana meredakannya.

Donghae? Pria itu sangat ahli dalam membuatnya marah tapi tidak memiliki skill untuk meredakannya.

"Ingin aku antar pulang? Atau ingin pulang ke tempatku?"

"Aku harus ke kantor besok."

"Aku bisa mengantarmu besok pagi."

Kibum mendekatkan wajah ke Jin Ra dan mencoba membuat gadis itu kembali tersenyum.

"Kibum..."

"Hanya tawaran. Tidak apa jika kau menolak."

"Kenapa kau tidak menawarkan diri untuk enyah dari hadapanku?"

"Kau akan kesepian jika tidak ada aku di sekitarmu."

Jin Ra hanya mendengus dan menggandeng lengan Kibum.

"Diam dan cepat saja pergi dari sini."

"Jadi kau setuju untuk pergi ke tempatku?"

"Tidak."

"Aish! Gagal."

Pria itu berdecak kecewa dan membuat sang gadis terkekeh karenanya.

~

"Jangan melepasnya dulu. Kita belum sampai."

Jin Ra menghentikan tangannya dan memandang Donghae lalu jalanan.

Halte bus yang berjarak satu blok dari perusahaan dan menjadi tempat dimana dia biasanya turun dari mobil Donghae, sudah terlewat. Mobil pria itu terus berjalan.

"Kenapa tidak berhenti?"

"Kenapa harus berhenti? Kita belum sampai ke tujuan."

"Jangan gila! Jangan menahanku di dalam mobil hingga benda ini masuk ke basement."

Gadis itu melanjutkan niatnya melepas seat belt.

"Memangnya kenapa? Kalaupun ada orang yang melihat, mereka tidak akan berpikir yang macam-macam."

"Kau sekretarisku. Katakan saja kita baru saja menemui klien."

Dan akhirnya tanpa bisa ditahan, mobil sport Donghae masuk ke basement perusahaan.

Ada beberapa karyawan yang baru keluar dari mobil masing-masing tampak menundukkan kepala; menyapa sang atasan saat mobil pria itu melintas.

"Turunlah. Kau sedari tadi ingin cepat turun dari mobilku, kan?"

Gadis yang ia ajak bicara itu justru diam menyilangkan kedua tangan dan tidak berniat bergerak dari kursinya.

"Atau kau ingin kita bertahan disini saja? Melakukan sesuatu?"

Jin Ra memperhatikan keadaan di luar, melihat masih adakah karyawan yang ada di basement.

Merasa sudah aman, gadis itu membuka pintu dan keluar tanpa mengucapkan apa-apa.

Membuat Donghae ikut cepat-cepat turun dan mengejarnya.

"Ayolah. Jangan kesal padaku."

"Jangan terlalu dekat denganku. Bagaimana jika ada yang melihat?"

"Aku tidak peduli. Kau saja santai saat pergi dengan pria lain. Kenapa kau harus khawatir saat bersamaku?"

Langkah gadis itu terhenti. Dia menoleh dan mendapati Donghae yang tersenyum. Pria itu lalu tampak merapikan jas dan dasi.

Jin Ra mengerti makna ucapan Donghae. Apa pria itu tahu tentang Kibum? Atau tahu tentang hubungan mereka?

"Aku bosan karena sendirian jadi aku pergi keluar beberapa jam setelah kau pergi. Dan aku tidak sengaja melihatmu jalan bersama seseorang. Kebetulan."

"Bisa kau rapikan?"

Dia bergerak maju dan menunjuk dasinya.

Seakan tidak menyadari ekspresi terkejut serta gerakan yang canggung saat gadis itu merapikan dasinya.

Entah apa yang Jin Ra pikirkan. Merasa bersalahkah karena pergi dengan pria lain saat dia tahu apa statusnya?

Atau justru merasa biasa saja dan tidak peduli?

Toh mereka memiliki perjanjian untuk tidak saling ikut campur urusan pribadi masing-masing.

"Tenang. Aku bukan menyindirmu. Aku hanya meminta agar kau lebih berhati-hati. Kau tidak ingin kan jika keluargaku atau keluargamu yang melihat kalian?"

Donghae menyibak rambut Jin Ra dengan pelan, dia mendekatkan wajah dan mengecup singkat bibir gadis itu.

"Aku belum mendapatkan morning kiss, kan?"

Lalu menggenggam tangan Jin Ra dan membawanya masuk ke lift, yang kebetulan kosong.

Dia sadar dengan perubahan ekspresi Jin Ra, dia juga sadar telah berhasil membuat gadis itu bingung.

"Kau tidak ingin mengenalkannya padaku?"

"Ha?"

Terlalu fokus dengan pikirannya, gadis itu tampak tidak mendengarkan pertanyaannya.

"Kekasihmu."

Kata itu terdengar aneh saat keluar dari mulut Donghae.

"Kibum. Namanya Kim Kibum."

Jin Ra menjawab dengan tatapan menunduk, mengarah ke tangannya yang ada dalam genggaman Donghae.

Tidak melihat Donghae yang merespon dengan anggukan.

"Mungkin lain kali kita bisa makan siang atau makan malam bersama."

Tawaran konyol.

~

"Kenapa kau? Tertawa sendiri."

"Aku sedang membalas pesan dari Hye Soo. Kami sedang membicarakan sesuatu."

"Membicarakan apa? Tidak ingin memberitahuku?"

Jin Ra mengambil potongan jamur di piring Young Me dan memakannya.

"Hanya mengingat saat kita kuliah dulu dan dia sedang membicarakan tentang pekerjaan barunya."

"Memang dia mendapat pekerjaan dimana?"

"Di rumah sakit. Dia mendapat pekerjaan di bagian administrasi."

Jin Ra mengangguk menanggapi Young Me yang menyebut nama rumah sakit tempat Hye Soo bekerja.

Karena kebetulan Kibum juga seorang dokter di rumah sakit itu.

Yang tentunya tidak diketahui oleh Young Me.

"Oh ya, bagaimana dengan rencana liburan perusahaan?"

"Aku rasa rencana itu sudah disetujui dan hanya beberapa orang dari setiap divisi yang mendapatkan bonus untuk liburan itu, kan?"

"Termasuk kau?"

"Ya, aku salah satu yang mendapatkannya."

"Benarkah? Seandainya aku bisa ikut."

"Hm? Maksudmu?"

Jin Ra mengaduk milkshake coklatnya.

"Aku ingin sekali ikut tapi aku tidak bisa."

"Karena?"

Karena aku sudah lebih dulu memiliki janji liburan bersama Kibum.

"Karena aku harus pergi ke suatu tempat saat hari liburan itu."

"Apa Donghae mengizinkannya? Dia kan akan pergi juga, tidak mungkin dia pergi tanpamu."

"Dia akan pergi dengan atau tanpaku."

"Aku juga masih mempertimbangkan apa aku harus pergi atau tidak. Kau tahu kan jika tempat liburannya dirahasiakan. Kita tidak tahu tempat tujuannya."

"Yang pasti tempatnya tidak akan buruk atau menyeramkan. Jadi tenang saja."

"Mungkin aku akan tenang jika kau ikut pergi."

"Maaf."

Young Me mengangguk dan memicingkan mata saat melihat Donghae yang melewati pintu cafetaria yang berada di belakang Jin Ra.

Dia pikir pria itu ingin menemui sahabatnya. Tapi Donghae bahkan tidak memelankan langkah saat melewati meja yang mereka tempati.

Dan hanya terus berjalan ke sudut cafetaria.

"Kalian bertengkar?"

"Hm? Siapa?"

"Kalian. Kau dan ..."

Young Me menggunakan kepalanya untuk menunjuk arah dimana Donghae berada.

Yang Jin Ra sendiri tidak tahu jika pria itu ada disana karena dia tadi sedang menunduk melihat makanannya.

"Tidak."

"Oh aku lupa. Kalian tidak mungkin menunjukkan kedekatan kalian saat sedang di kantor."

Jin Ra meletakkan telunjuk ke depan bibirnya dan menunjuk makanan Young Me; meminta gadis itu diam dan melanjutkan makan.

~

"Apa yang kau lakukan?

Jin Ra meletakkan mangkuk berisi potongan buah ke atas meja, di samping berkas-berkas Donghae yang bertebaran.

Lalu melirik laptop Donghae yang menunjukkan beberapa tempat seperti hotel dan pantai.

"Memeriksa tempat untuk liburan perusahaan nanti."

"Benarkah? Pasti tempatnya menyenangkan. Sayang aku tidak bisa ikut."

"Kenapa?"

Donghae menoleh dan menatap sang istri yang duduk di sofa.

"Ada urusan yang tidak bisa aku tinggal."

"Urusan bersama kekasihmu?"

Pria itu dengan santai bertanya tanpa melihat wajah Jin Ra. Yang tentu saja hanya bisa diam tanpa menjawab.

"Tidak apa. Ini juga bukan kegiatan wajib dari perusahaan."

"Aku tidak mungkin memaksamu, kan?"

Gadis itu mengangguk dan merebahkan tubuh di sofa. Memeluk boneka panda besar yang ada di sampingnya, sekaligus menutupi wajahnya yang diam-diam memperhatikan Donghae.

Sesaat pria itu tampak tidak keberatan dengan hubungannya dan Kibum, tapi jika diperhatikan lebih dalam dari setiap kata atau ekspresi wajahnya, dia terkadang tampak menyindir.

Seakan-akan mengatakan 'kau bodoh karena berhubungan dengan pria lain saat statusmu adalah sebagai istriku'.

Membuatnya merasa benar-benar bodoh. Terutama saat pria itu menunjukkan perhatian atau bersikap manis padanya. Semakin membuatnya merasa tidak nyaman dan merasa bersalah.

'Aku tidak akan ikut campur urusanmu dan kau tidak akan ikut campur urusanku. Itu salah satu perjanjiannya.'

'Semua orang juga tahu jika Chaebi menyukai suamimu.'

'Bagaimana jika kita melanjutkannya saat makan siang?'

'Jas Donghae. Tertinggal di apartemenku.'

Itu semua? Urusan pribadi adalah urusan masing-masing, kan?

Dia juga tampak memperjelas perjanjian yang satu itu.

~

Getaran ponsel di atas meja berhasil membuat Donghae terkejut dan bergegas mematikannya.

Dia tidak ingin kegiatannya sekarang terganggu; memperhatikan Jin Ra yang tertidur di sofa saat menunggunya bekerja.

"Bodoh. Haruskah kau tertidur disini dan mengganggu konsentrasiku?"

Donghae menyingkirkan rambut yang terjatuh menutupi pipi Jin Ra karena posisi tidurnya yang miring.

Menikmati wajah Jin Ra saat terlelap menjadi hobi barunya belakangan ini. Karena saat seperti ini, gadis itu tampak polos dan terlihat natural.

Dan dia bisa menikmati wajah sang istri sepuasnya, karena saat gadis itu terjaga dia pasti akan merasa risih jika ditatap terus.

Dia juga bisa bebas mengatakan apapun yang ingin ia katakan tanpa khawatir Jin Ra terkejut atau marah dan justru membalasnya dengan berdebat.

"Kau yang terlalu bodoh untuk peka atau aku yang tidak berusaha lebih keras?"

Usapan di pipinya membuat Jin Ra bergerak dan menggunakan tangan untuk bantal. Membuat tangan kiri Donghae yang masih menyentuh pipinya tertahan di tempat, terjepit antara pipi dan tangan kanan Jin Ra.

"Aku harus menyingkirkanmu."

Bahkan selama dia bekerja terutama sejak Jin Ra tertidur, matanya tetap memperhatikan gadis itu dan membuat pekerjaannya terbengkalai.

Donghae menarik pelan tangan kirinya, menoleh ke laptop yang masih menyala.

Melihat Jin Ra tidur membuatnya ikut mengantuk.

Beberapa berkas yang sudah diperiksa, ia rapikan. Dan kemudian menyimpan file yang masih belum selesai ia buat.

Membiarkan semua barang pekerjaannya itu tertumpuk di meja.

Donghae lalu kembali melihat Jin Ra dan menyelipkan kedua tangan ke bawah leher dan tengkuk gadis itu; mengangkatnya.

"Oppa..."

Langkah Donghae terhenti di depan pintu kamar saat mendengar satu kata yang keluar dari mulut Jin Ra itu.

Membuatnya menarik nafas singkat.

"Kau memanggilku atau kekasihmu?"

Kau akan mendapat hujan protes jika kau menyindirnya seperti itu, tuan Lee.

Menggunakan kaki untuk mendorong pintu kamar, Donghae meletakkan tubuh Jin Ra ke atas tempat tidur.

Lalu ikut naik dan merebahkan tubuhnya. Membiarkan tangan kirinya menjadi bantal untuk sang istri.

Tidak lupa menarik selimut dan memastikan Jin Ra nyaman dalam pelukannya. Tidak peduli jika besok gadis itu akan mengamuk karena perlakuannya.

Karena saat dia berada sedekat ini dengan Jin Ra, dia merasa nyaman. Terlepas dari penolakan secara halus dari gadis itu.

Donghae menarik tubuh Jin Ra semakin dekat dan mengusap rambutnya.

Dan tangannya kemudian bergerak ke meja di samping ranjang saat mendengar ada panggilan masuk di ponsel Jin Ra.

Nama yang sama dengan yang ia lihat di dapur saat itu dan nama yang ia tahu siapa orangnya.

"Ya?"

Apa reaksi Jin Ra jika tahu dia mengangkat panggilan itu?

"Bukankah ini ponsel Jin Ra?"

Pria di seberang sana itu bertanya setelah terdiam beberapa saat.

"Benar. Dia sedang tidur dan aku rasa kau tahu siapa yang akan mengangkat ponselnya saat ini."

Dengan tangan kiri masih memeluk Jin Ra, Donghae tampak tersenyum tipis.

Seakan menikmati membayangkan reaksi wajah Kibum karena jawabannya.

"Jadi apa ada yang ingin kau pesankan untuk aku sampaikan besok padanya?"

Donghae kembali bersuara karena Kibum tidak merespon perkataannya.

"Tidak. Tidak apa. Aku hanya ingin mendengar suaranya tadi."

Mendengar suaranya?

"Baiklah, jika begitu. Aku akan menutup panggilannya."

Dan tidak perlu menunggu jawaban, Donghae sudah menggeser tombol merah di layar dan meletakkan ponsel Jin Ra kembali ke tempat.

Pria itu mempererat kedua tangannya di tubuh Jin Ra; mencoba menghilangkan perasaan kesal yang tiba-tiba ia rasakan.

Bukan kesal mungkin, cemburu lebih tepatnya.

~

"Apa kau mengangkat panggilan di ponselku?"

"Ya. Bukan hanya itu, aku juga mengangkatmu dari sofa ke kamar."

Jin Ra memicingkan mata dan menatap Donghae yang dengan santai merapikan dasi seraya duduk di pinggiran ranjang.

"Tidak perlu berterima kasih. Aku melakukannya dengan senang hati."

"Aish! Kau sengaja kan?"

"Sengaja apanya? Aku justru membantu orang yang menghubungimu itu agar dia tidak menunggu terlalu lama dan tidak harus menghubungimu ulang."

"Kau kan bisa membangunkanku."

"Aku tidak tega mengganggumu."

"Alasan!"

"Memangnya kenapa kau sampai harus sekesal ini?"

Pria itu mendekat dan mengambil jas di tangannya.

"Tidak apa. Hanya saja kau tidak pernah menyentuh ponselku sebelumnya."

"Benarkah? Bukan karena aku mengangkat panggilan dari kekasihmu?"

Gadis itu menyodorkan tas kerja dan hanya menatapnya datar.

"Pergilah saja. Kau ada rapat pagi ini."

"Kau sekretarisku. Kenapa aku harus cepat pergi sementara kau masih dalam balutan handuk?"

"Aku bisa datang terlambat, kan? Lagipula orang terpentingnya kan kau, bukan aku."

"Baiklah, jika itu maumu. Lagipula aku tidak ingin mendapat hujanan protes darimu lagi. Terlebih jika kau tahu apa yang sudah kita lakukan tadi malam."

"Kita? Maksudmu?"

Gadis itu menatapnya penuh selidik.

"Upps! Maksudku yang ku lakukan. Karena kau tertidur jadi tentu saja kau tidak tahu dan mungkin juga kau tidak merasakannya. Jadi secara logika bukan 'kita' yang melakukannya, melainkan hanya aku."

Donghae dengan sengaja memasang tampang bodoh saat menyampaikan semua kata-katanya tanpa perduli dengan wajah Jin Ra yang semakin memerah.

Antara sibuk menerka apa yang suaminya maksud dan antara menahan diri untuk tidak lari atau untuk tidak memukul wajah Donghae karena dia mengerti apa yang pria itu maksud.

Yang tentu saja tidak ada maksud apa-apa karena memang tidak ada yang terjadi tadi malam.

Pria itu hanya ingin menjahilinya dan dia tahu jika Jin Ra cukup pintar untuk mengerti perkataanya dan gadis itu akan dengan mudah masuk ke dalam perangkapnya.

"Baiklah. Selamat pagi dan aku permisi, nyonya Lee."

Selagi Jin Ra masih sibuk berspekulasi dengan pikirannya, Donghae menggunakan kesempatan itu untuk mengecup pipi kiri Jin Ra dan melesat pergi dari kamar.

Sebelum gadis itu memakinya, lagi.

~

"Maaf, aku sudah tidur saat kau menghubungiku."

"Tidak apa. Aku yang seharusnya peka dengan waktu, itu sudah larut dan wajar jika kau sudah tidur."

"Dan aku tidak ingin kau salah paham karena aku membiarkan orang lain yang mengangkat panggilanmu."

Gadis itu mengaduk-aduk makanannya tanpa berani menatap Kibum.

"Aku tidak akan salah paham. Kau tinggal dengannya, jika bukan dia lalu siapa lagi yang akan menyentuh ponselmu saat kau tidur?"

"Benar kau tidak marah?"

"Tidak. Apa aku harus marah karena alasan sepele seperti itu?"

Kibum menggenggam singkat tangan Jin Ra dan tersenyum.

"Sudah. Selesaikan makanmu agar kita masih memiliki waktu untuk pergi ke tempat lain sebelum kau kembali ke kantor."

Jin Ra mengangguk dan melirik sekilas ponselnya yang menunjukkan nama Donghae di layar.

~

"Kau ingat kan, di sini pertama kali kita bertemu."

"Tentu aku ingat."

Tangan kiri Jin Ra yang masuk dalam genggaman Kibum, terayun mengikuti irama pria itu.

Yang berhasil membuatnya terus tersenyum sejak mereka keluar dari kedai es krim beberapa menit yang lalu.

"Aku sebenarnya sudah lama ingin mengajakmu kemari. Tapi karena kita sama-sama sibuk, jadi baru kali ini aku bisa melakukannya."

"Tidak apa. Aku sudah cukup senang."

Gadis itu menikmati sedikit demi sedikit cone berisi es krim coklat di tangannya. Dan sesekali menyodorkannya pada Kibum.

"Benarkah? Aku bahkan harus merasa cemburu saat melihat sepasang anak kecil yang sering menikmati es krim di taman rumah sakit. Mereka saja bisa bersama setiap saat, kenapa kita tidak bisa?"

"Ey, kau tidak bisa menyamakan mereka dengan kita, dokter tampan."

"Benarkah? Bukankah sama saja?"

Jin Ra menggeleng dan terkekeh mendapati wajah konyol Kibum. Gadis itu kembali menunduk dan memakan es krimnya.

"Lihatkan? Kenapa aku tidak bisa menyamakan kita dengan anak kecil? Caramu makan saja sama seperti mereka."

"Ha?"

"Ada sisa es krim di sudut bibirmu, sayang."

"Benarkah?"

Jin Ra panik dan hendak melepas tangannya yang masih di genggam Kibum.

"Tidak perlu."

Tapi pria itu justru menarik tangannya dan membuat tubuhnya mendekat.

"Aku tidak tanpa alasan menyamakan kita seperti anak kecil, kan?"

Dia mendekatkan wajah dan menyapukan ibu jarinya ke sudut bibir Jin Ra yang kotor.

"Kapanpun saat kita makan es krim bukankah wajar jika seperti ini?"

"Tidak mau disalahkan kan?"

"Aku kan memang tidak bersalah."

"Diamlah, nona Park."

"Aish! Menyebalkan!"

Gadis itu menghentakkan kaki dan membuat tubuhnya bergerak maju. Dan juga mengakibatkan keningnya berbenturan dengan kening Kibum.

Yang justru direspon dengan tawa oleh pria itu, saat melihat Jin Ra yang meringis kesakitan dan mengusap keningnya.

"Satu lagi bukti. Hanya anak kecil yang bersikap seperti ini."

"Baiklah baiklah! Jangan mendekatiku, karena aku hanya anak kecil!"

Gadis itu mengambil langkah mundur dan melepas tangannya dari kaitan Kibum.

Dengan wajah kesal dia mengambil tisu dari tas dan membersihkan tangan serta bibirnya.

"Kalau begitu, boleh aku membawamu pulang? Anak kecil tidak perlu pergi ke kantor, kan?"

Dan kembali tersenyum tipis saat Kibum mendekat dan mendekapnya.

"Bagaimana? Ikut ke rumah sakit atau pulang saja ke apartemen ku?"

"Keduanya merugikan bagiku."

"Tapi menguntungkan untukku."

Gadis itu menatap dan mencubit pipi Kibum pelan, membuat pria itu berpura-pura kesakitan.

"Antar aku ke kantor!"

"Aish! Baiklah, nyonya Kim yang mempesona."

~

"Masih sakit? Maaf."

"Aku yang membuat kening kita berbenturan. Tidak apa."

Jin Ra tersenyum memperhatikan Kibum yang mengusap pelan keningnya. Lalu bergerak memberikan kecupan disana.

"Hati-hati saat kembali ke rumah sakit dan jangan lupa meminum vitamin agar kau tidak ketularan apa-apa."

"Aku akan mengingatnya, sayang."

Kibum melepas seatbelt dan bergerak maju untuk meraih bibir Jin Ra. Mencium dan sedikit melumatnya.

Sedang gadis itu sibuk memegangi rambutnya yang panjang agar tidak tergerai dan mengganggu kegiatan sang kekasih.

Hingga saat ponsel di saku blazer Jin Ra berdering, Kibum baru menjauhkan wajahnya. Tapi dengan jarak yang masih sangat dekat.

"Naiklah. Mungkin atasanmu sudah rindu padamu."

"Kenapa harus berkata seperti itu? Kau selalu saja merusak suasana hatiku."

"Maaf."

Kibum membantu Jin Ra melepas seatbeltnya dan sekali lagi mengecup bibir dan pipi gadis itu.

"Sampai jumpa. Aku akan menghubungimu nanti."

"Ya, dan hati-hati."

Jin Ra meraih tas tangannya dan segera turun dari mobil.

Melambai saat Kibum melihatnya dan menunggu mobilnya meninggalkan area parkir.

Jin Ra melirik layar ponsel yang sekali lagi menampilkan nama Donghae. Untuk apa pria itu terus-menerus menghubunginya.

Saat ia baru berjalan beberapa langkah ponselnya kembali berdering karena panggilan yang lagi-lagi dari Donghae.

Menarik nafas pelan, dia menggeser layar hijau dan mendekatkan benda itu ke telinganya.

Baru saja dia ingin menyapa, sudah terdengar nada panggilan yang diputus.

Membuatnya ingin memaki-maki.

"Aku hanya ingin memastikan ponselmu masih bisa bekerja."

Dan orang yang ingin ia maki itu muncul di belakangnya.

"Apa? Kau ingin sesuatu?"

"Tidak. Aku hanya ingin tahu kemana sekretarisku pergi."

"Aku kan pergi makan siang tadi."

Gadis itu berbalik dan berjalan ke arah lift. Membiarkan Donghae mengikutinya.

"Dan aku kan tidak tahu karena kau pergi saat aku tidak ada di ruangan."

"Baiklah. Lain kali aku akan memastikan kau tahu kemana aku pergi."

"Hm. Memang harus begitu."

Donghae mendekat dan memeluk Jin Ra dari belakang. Memasukkan wajahnya ke ceruk leher gadis itu.

Tentu saja dia bisa dengan leluasa melakukan itu karena tidak ada orang lain di lift.

"Malam ini eomma meminta kita makan malam bersama di rumah. Donghwa hyung juga akan datang."

"Dalam rangka apa?"

"Tidak ada. Hanya makan malam biasa. Kau akan pergi?"

"Tentu saja. Apa kau akan meninggalkanku dan pergi kesana sendiri?"

"Tidak. Mungkin saja kau sedang ingin menjauhiku."

Aku bahkan membiarkanmu sedekat ini.

"Aku ingin kau menjauhiku sekarang."

Merasa paham dengan maksud sang istri, Donghae melepaskan pelukannya dan mengambil beberapa langkah menjauh.

Sedetik kemudian pintu lift terbuka dan Jin Ra mendahului Donghae untuk keluar.

~

"Bagaimana kabarmu? Kalian lama tidak kemari."

"Maaf, eommonim. Kami sibuk dan Donghae oppa juga beberapa kali harus ke luar negeri."

"Benarkah? Tapi dia menjagamu dengan baik, kan?"

"Tentu saja. Eommonim tidak perlu khawatir."

"Aku rasa ada yang membicarakanku."

Ada sebuah tangan yang berusaha meraih tumpukan kue di piring kecil yang sedang Jin Ra tata.

Sayang tangan itu harus menerima pukulan kecil dari sang ibu.

"Bersabarlah sedikit, dan jangan ganggu istrimu."

"Aku tidak mengganggu. Aku hanya muncul karena ada yang menyebut namaku tadi."

Pria itu mundur dan duduk di meja makan. Menopang dagu dan memperhatikan Jin Ra yang lebih memilih untuk kembali menyelesaikan pekerjaannya.

"Eomma hanya bertanya pada Jin Ra apa kau menjaganya dengan baik atau tidak."

"Jika dia jujur maka dia akan mengatakan jika aku tidak menjaganya dengan baik."

Perkataannya berhasil membuat Jin Ra terkejut dan membalas sang ibu mertua yang menatapnya.

"Benarkah itu? Dia mengatakan yang sebaliknya. Apa kau mengancamnya?"

"Tidak."

Donghae dengan santai menjawab dan membuat Jin Ra menatapnya kesal.

Seakan mengatakan 'jangan macam-macam'.

"Aku hanya sadar diri jika aku tidak menjaganya dengan baik. Jika eomma mau, hukum saja aku. Wakili Jin Ra."

Pria itu entah mabuk atau apa, dia tidak peduli dengan ekspresi Jin Ra yang menatapnya aneh.

"Eomma akan menghukummu jika kau tidak pergi dari sini."

Dan justru tampak menantang dengan menelungkupkan kepala ke meja dengan kedua tangan sebagai tumpuan.

Membuat sang ibu gemas dan mendekat lalu memukul pundaknya sekali, yang bukannya direspon dengan rintihan tapi justru dengan tawa karena berhasil menjahili ibunya.

Wanita itu lalu menarik pipi putranya saat Donghae mengangkat kepala dengan tawa yang masih terdengar.

Sedang Jin Ra hanya tersenyum mendapati suaminya yang kembali bersikap kekanakkan hanya untuk menggoda sang ibu.

"Pergilah. Panggil Donghwa dan yang lain."

"Baik."

~

"Kau masih ingin memelukku? Tidak ada orang lain disini."

"Kau tidak tahu jika ada yang mengawasi kita dari kamar Donghwa hyung."

"Kenapa mengatakannya dengan suara seperti itu? Kau membuatku takut."

"Kau pikir aku khawatir dengan makhluk-makhluk seperti itu? Ada Bibi Kim disana."

Jin Ra menyentuh kedua tangan Donghae yang melingkar di perutnya. Matanya menelisik ke tirai balkon kamar Donghwa yang ada di sisi kiri dari balkon kamar Donghae.

Sepertinya memang ada orang disana, karena tadi sang ibu mertua meminta semua yang datang makan malam untuk menginap dan paman serta bibi Donghae menempati kamar Donghwa karena pria itu memilih untuk pulang ke apartemen dengan alasan ada pekerjaan yang harus ia selesaikan.

"Kalau begitu lepas tanganmu dan kita masuk saja."

"Kau tidak ingin kita berlama-lama disini? Bukankah kau menyukai saat aku memelukmu?"

"Lee Donghae! Kau sedang dalam mood menjahili sepertinya hari ini."

"Benarkah? Aku tidak merasa seperti itu."

"Sudahlah! Aku ingin tidur."

Gadis itu bergerak agar lepas dari pelukan Donghae dan saat baru beberapa langkah berhasil menjauh, dia justru kembali ditarik dan dipojokan antara tubuh sang suami dan pagar pelindung balkon.

"Apa?"

Gadis itu bahkan tidak tampak terintimidasi olehnya.

"Kau seharusnya bersikap lebih manis. Ingatlah, kau sedang berada di rumah orang tuaku. Mereka bisa mengawasi kita setiap saat."

"Bukankah walau hanya ada kita berdua, aku tetap bersikap manis padamu?"

"Itu jika aku yang lebih dulu bersikap manis dan kaupun hanya merespon ku. Jika tidak, kau akan bersikap dingin."

"Sama saja."

"Lihat. Benar, kan?"

Jin Ra hanya mendengus dan memalingkan wajah saat Donghae semakin mendekatkan tubuhnya.

"Menjauhlah. Kau membuatku sesak."

"Jika aku menolak?"

Tangan kirinya bertumpu ke pagar sedang tangan kanannya bergerak mendekati wajah Jin Ra.

"Jangan macam-macam, Lee Donghae!"

"Macam-macam seperti apa yang kau maksudkan?"

Gadis itu semakin menjauhkan wajah saat Donghae kembali mendekat dan membuat deru nafasnya menerpa wajah sang istri.

"Bukankah aku bisa melakukan apapun yang ku inginkan tanpa peduli dengan penolakkanmu?"

"Tolonglah. Jangan menggangguku."

Dia hanya tidak ingin Donghae terlalu dekat dan bisa mendengar detak jantungnya yang bekerja dengan sangat cepat.

Lagipula kenapa organ tubuhnya yang satu itu selalu bekerja dengan tidak normal saat Donghae ada dalam jarak sedekat ini dengannya?

"Aku tidak mungkin mengganggu istriku sendiri."

Pria itu mendekatkan wajah ke pundak Jin Ra yang terekspos karena pakaian gadis itu yang sedikit tersingkap.

Menempelkan bibirnya dengan pelan. Membuat Jin Ra menarik nafas.

"Donghae..."

"Hm?"

Dan justru dengan sengaja tetap bertahan di posisinya dan memberikan beberapa kecupan ringan di pundak dan leher Jin Ra.

Tangannya bahkan sudah melingkar di pinggang gadis itu dan menariknya agar lebih dekat.

"Kau membuatku sesak."

Walau kesulitan, Jin Ra masih berusaha menyelesaikan kalimatnya.

"Diamlah. Kita hanya akan dalam posisi ini sampai Bibi Kim menjauh dari jendela balkon."

"Dia tidak ada disana."

"Ada. Kau saja yang tidak melihatnya."

Sengaja semakin mengeratkan tangan tanpa peduli dengan kedua tangan Jin Ra yang bertumpu di dadanya.

Entah memang masih ada Bibi Kim di balkon kamar Donghwa atau tidak. Tapi mereka tetap diam dan bertahan dengan posisi mereka.

Yang membuat Donghae tersenyum dan semakin sering menghembuskan nafasnya ke leher Jin Ra.

Sedang gadis itu justru bersusah payah menahan diri agar tidak mendorong tubuh Donghae menjauh atau bahkan membuat pria itu terjatuh ke lantai.

"Dia tidak ada disana!"

Karena nafasnya yang sudah semakin sesak dan tidak tahan dengan perlakuan Donghae, Jin Ra mendorong tubuhnya dan membuat pria itu mundur beberapa langkah.

Yang justru menampakkan wajah tersenyum puas.

Dan hanya menatapnya intens, menikmati rona merah yang mulai memenuhi wajah Jin Ra.

"Masuklah. Kau sudah sangat mengantuk, kan?"

Sebelum lontaran makian keluar dari bibir kecilnya, gadis itu melesat masuk dengan gerutuan singkat karena masih sempat mendengar suara Donghae yang terkekeh.

Pria itu semakin keterlaluan dan semakin senang mengganggunya.

~

"Hanya dua hari, haruskah kau bersikap berlebihan seperti ini?"

"Kau harus tahu jika saat seorang suami berpisah untuk beberapa hari dengan istrinya, mereka setidaknya akan bersikap seperti ini."

Tapi aku bahkan bukan istri sahmu.

"Baiklah baiklah. Tapi cepatlah saja, kau akan terlambat."

Donghae mengangguk dalam pelukannya dan semakin mengeratkan kedua tangan.

"Aku atasan, tidak masalah jika aku terlambat. Lagipula aku bukan akan pergi ke sebuah meeting, tapi hanya akan pergi liburan."

"Sama saja. Kau akan pergi bersama karyawan-karyawanmu, kau harus menunjukkan sikap profesional."

"Haruskah aku mengatakan aku sedang tidak ingin pergi kemana-mana agar aku bisa bertahan di rumah bersamamu?"

"Jangan. Lagipula aku sudah merasa senang karena kau akan menjauh dariku beberapa hari ini."

"Ey, terlalu jujur."

Gadis itu tertawa dan mendorong Donghae menjauh dari tubuhnya.

"Cepat pergi, aku harus membersihkan rumah."

"Baiklah. Rumah lebih penting dariku, kan?"

"Benar."

Donghae menampilkan wajah kesal dan meraih jaket yang ia letakkan di sofa.

"Aku akan menghubungimu nanti jika aku sudah sampai."

Jin Ra mengangguk dan menjauhkan wajah saat Donghae ingin meraih bibirnya. Membuat pria itu semakin menampilkan wajah datar.

"Jangan mengganggu suasana hatiku."

Yang hanya direspon dengan tawa.

"Maaf."

Gadis itu mendekat lalu mengecup singkat bibir dan pipinya.

"Sampai jumpa dan hati-hati."

Terkadang, jika dipikir-pikir lagi bukankah kedekatan mereka sudah melebihi batas?

Mereka sering berdebat karena beberapa kali salah satu dari mereka bertindak berlebihan atau ikut campur urusan pribadi.

Tapi di lain waktu mereka seakan lupa dengan status mereka yang sebenarnya dan bersikap layaknya pasangan sungguhan, bahkan saat tidak ada orang lain di sekitar.

Antara terlalu mendalami peran atau terbawa suasana. Yang tampaknya itu sama.

~

Baiklah, untuk kesekian kalinya ponselnya berdering karena panggilan masuk.

Kenapa semua orang terus menghubunginya hari ini?

Beberapa jam yang lalu ia mendapat panggilan dari Young Me yang memberitahu jika gadis itu juga tidak ikut dalam liburan perusahaan karena dia mendadak merasa tidak sehat.

Dan saat Jin Ra menawarkan diri untuk datang dan menjenguknya, gadis itu justru menolak.

Lalu setelah itu beberapa panggilan dari Donghae yang merasa bosan karena menunggu di bandara.

Pria itu bahkan tidak mengatakan apa-apa dan hanya meminta sang istri untuk berbicara tentang apa saja, yang terpenting dia bisa mendengar suara Jin Ra untuk mengurangi kebosananannya.

Lalu sekarang pria itu menghubunginya lagi.

"Apa? Penerbangannya masih tertunda?"

"Tidak. Aku hanya ingin mengatakan jika kami sudah sampai."

"Dan kau masih di bandara?"

Suara ribut di sekitar Donghae bisa dengan sangat jelas terdengar oleh pendengaran Jin Ra.

"Ya. Sedang menunggu bagasi."

"Tidakkah seharusnya kau menghubungiku nanti saja? Saat sudah sampai di hotel?"

"Memangnya kenapa? Sesibuk itukah kau sampai tidak ingin menerima panggilanku?"

Jin Ra menarik nafas singkat dan meletakkan pisau yang ia gunakan untuk memotong buah.

"Tidak. Hanya saja kau menghabiskan waktumu sia-sia dengan menghubungiku berulang kali."

"Aku tidak merasa waktuku terbuang sia-sia."

Terdengar suara Donghae yang membalas panggilan dari karyawannya. Mungkin koper-koper mereka sudah ada dan mereka harus segera ke hotel sekarang.

 "Pergilah. Tutup teleponnya. Kau bisa ketinggalan rombongan jika kau sibuk dengan ponselmu."

"Sebentar. Aku sedang tidak ingin bergerak dari tempat duduk ku."

Pria itu jelas tengah menyandarkan tubuhnya dengan nyaman di kursi di ruang tunggu.

"Jangan bersikap aneh. Kau semakin mengkhawatirkan."

"Memangnya aku sedang menderita penyakit berbahaya yang semakin lama semakin tinggi stadiumnya?"

"Bisa dibilang seperti itu. Kau menderita bossy akut, selalu bertindak semaumu karena kau seseorang dengan jabatan tinggi. Dan kau juga tahu jika sikap menyebalkanmu semakin lama semakin parah."

"Kau lupa satu hal. Kau lupa jika level ketampananku juga semakin bertambah."

"Ya ya ya."

Jin Ra menyalakan kran air dan membasuh buah apel yang baru ia keluarkan dari lemari pendingin.

"Kau pasti sedang bermain air."

Ponsel Jin Ra yang ada di atas meja dapur membuat suara air yang keluar dari kran pasti dapat terdengar jelas oleh Donghae.

"Untuk apa aku bermain air? Memangnya aku anak kecil?"

"Lalu apa yang sedang kau lakukan?"

"Tidak ada. Aku sibuk jadi aku tutup saja teleponnya ya? Hubungi aku lagi nanti."

Tanpa menunggu Donghae untuk merespon, Jin Ra sudah menggeser layar hijau ponsel dan melanjutkan kegiatannya.

~

"Sayang, sepertinya rencana kita besok harus batal. Aku harus pergi berlibur bersama ibuku dan akan kembali tiga hari lagi. Kau tahu, acara keluarga. Tidak apa, kan? Kita akan pergi lain kali dan aku akan memesan ulang tiketnya nanti."

Jin Ra sekali lagi membaca pesan yang dikirim Kibum. Pesan yang membuatnya merasa sedikit kesal, jika saja pria itu memberitahu tentang batalnya rencana mereka ini lebih awal pasti dia masih bisa sempat untuk ikut pergi bersama Donghae.

Sekarang apa dia harus berdiam di rumah tanpa melakukan apa-apa?

Terlebih lagi sendirian?

Rumah Donghae juga jadi tampak menyeramkan sekarang karena tidak ada suara ribut dari pria itu yang terdengar.

Donghae. Apa yang sedang pria itu lakukan?

Dia pasti sedang menikmati fasilitas-fasilitas liburan yang disiapkan. Dan dia pasti tidak akan mengingat apapun sekarang, termasuk Jin Ra.

Jin Ra yang berniat merebahkan tubuh ke sofa, mengurungkan niatnya saat melihat ponselnya yang berdering.

Tertera nama Donghae yang tanpa sadar membuatnya tersenyum.

"Hai."

"Hai, sayang."

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Menunggu telepon darimu. Walau aku tahu jika istriku ini tidak akan pernah menghubungiku lebih dulu."

"Aku kan takut mengganggu waktumu."

"Ya. Gunakan saja terus alasan itu. Apa kau sudah makan malam?"

"Sudah. Baru saja. Kau sendiri?"

"Sama. Dan aku sedang berjalan mengitari pinggiran pantai saat ini."

"Ah, aku bisa mendengar suara ombaknya."

Jin Ra menjatuhkan tubuhnya ke sofa, tanpa sadar membuat suara putus asa.

Dia bisa membayangkan pemandangan indah yang ada di depan mata Donghae saat ini.

"Kenapa? Menyesal karena tidak ikut?"

Jin Ra hanya mengangguk tanpa bersuara.

"Aku tahu jika kau baru saja mengangguk."

"Sudahlah. Jangan menggodaku."

"Kau sendiri yang bodoh karena tidak ingin ikut."

"Ah aku lupa. Kau kan tidak ikut karena memiliki janji spesial dengan seseorang."

"Lee Donghae..."

"Ya, sayang?"

"Aku benci padamu. Tutup teleponnya."

"Baiklah. Lagipula aku harus ikut karyawan lain yang sedang melakukan barbeque."

"Aish."

Tidak ingin mendengar Donghae yang semakin memanas-manasinya, Jin Ra menutup panggilan pria itu dan memilih untuk pergi tidur.

Lagipula, tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan hari ini.

~

"Ada klien yang meminta berkas proyek perusahaan kita. Aku ingin mengantarnya sendiri, tapi sampai sekarang aku belum mendapatkan tiket untuk pulang. Bisa kau antar berkasnya? Ada di ruang kerjaku."

Jin Ra mengetik balasan untuk pesan Donghae.

Meminta pria itu mengirim alamat dimana dia harus mengantarkan berkasnya. Kebetulan dia juga sedang ingin keluar dan menghirup udara segar.

Setelah pesan balasan Donghae masuk ke ponselnya, Jin Ra bersiap-siap dan meraih kunci mobil di meja sofa.

Dia tidak ingin membuat klien perusahaan Donghae itu menunggu terlalu lama.

~

"Sekali lagi maaf karena bukan Donghae sajangnim yang mengantar berkasnya."

"Tidak apa. Lagipula kami juga tidak seharusnya meminta berkas ini secara mendadak."

Jin Ra tersenyum dan menyalami sekretaris cantik dari klien Donghae.

Lalu segera keluar dari kamar hotel tempat mereka melakukan meeting singkat tadi.

Beruntung mereka mengerti kenapa bukan Donghae sendiri yang datang.

Beruntung juga dia memahami semua hal yang berkaitan dengan proyek itu jadi selama dua jam tadi dia bisa dengan lancar menjelaskan serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Semoga perusahaan itu semakin tertarik untuk bekerja sama.

Jin Ra menekan tombol lift saat dirinya sudah masuk ke dalam. Menunggu hingga lift itu sampai ke lantai bawah.

Donghae belum menghubunginya lagi, dia pasti benar-benar tidak mendapatkan tiket untuk pulang.

"Kau harus membayar lebih karena memintaku bekerja saat masa libur seperti ini, tuan Lee Donghae."

Dia mengetukkan ponsel ke telapak tangan dan bergegas keluar saat pintu lift terbuka.

Dan saat baru berjalan beberapa langkah, aroma roti yang sepertinya baru saja dipanggang menyapa indera penciumannya.

Aroma ini pasti berasal dari cafetaria hotel.

Sial. Membuatnya lapar.

Daripada harus bersusah payah meninggalkan hotel ini dan mencari tempat makan yang lain. Lebih baik dia makan di cafetaria itu saja.

Jin Ra melangkahkan kaki menuju cafetaria dengan pandangan mengarah ke ponsel, dia sedang berusaha menghubungi Donghae.

Ingin memberitahu jika berkas yang diminta kliennya tadi sudah ia berikan.

Karena panggilannya yang tersambung tapi tidak diangkat oleh pria itu, dia mencoba sekali lagi.

Dan kegiatannya yang terus menunduk membuatnya tanpa sengaja menabrak seseorang.

Bukan seseorang lebih tepatnya, tapi dua orang. Yang sepertinya merupakan pasangan karena pandangan Jin Ra yang menunduk tepat mengarah ke tangan kedua orang di depannya yang saling terkait.

"Maaf."

Merasa tidak sopan karena terus menunduk, gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap kedua orang itu.

Seakan mendapat electric shock, tangannya tanpa sadar menggenggam erat ponselnya. Menatap tidak percaya pria dan wanita di depannya yang juga tampak terkejut.

"Aku... Aku kira kau... sedang pergi berlibur."


~TBC~
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar