Rabu, 07 September 2016

You & Me #2







Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`

"Aku hanya ingin kau berpura-pura menjadi kekasihku agar dia merasa tenang dan keadaannya bisa cepat membaik."

#2

"Astaga, oppa. Jangan bercanda."

"Aku tidak bercanda, Young-ah."

"Tapi dia mengenalku, bagaimana bisa kau memintaku berpura-pura menjadi kekasihmu. Tentu saja dia akan merasa heran jika melihat kita bersama lagi."

"Aku sadar itu, tapi aku tidak tahu lagi apa yang harus ku lakukan."

"Kau carilah orang lain yang tidak dia kenal."

"Tapi siapa?"

"Entahlah, kenapa bertanya padaku? Bukankah kau memiliki banyak teman wanita?"

"Astaga, Young. Tolonglah."

Pria itu mengacak rambutnya frustrasi.

"Kau tidak bisa seperti itu, oppa. Aku sudah memiliki kekasih, aku tidak mungkin mengkhianatinya."

"Ini hanya berpura-pura."

"Aku tahu. Tapi kalau eomma mu tahu, bagaimana? Dia bisa membenciku nanti."

"Tidak akan. Jika keadaannya sudah membaik aku bisa saja mengatakan kalau hubungan kita berakhir, jadi dia tidak akan tahu kalau kita hanya berpura-pura."

Young Me terperangah, tidak tahu kalau pria itu sudah memikirkan segala resikonya.

Melihat reaksi gadis itu yang hanya diam membuat Hyukjae ikut terdiam.

"Aku bisa membantumu mengatakan pada Donghae tentang hal ini. Aku yakin dia akan mengerti."

Ucapnya setelah puas melihat Young Me yang terus menunduk.

Gadis itu segera mengangkat wajahnya.

"Tidak perlu! Jangan mengatakan apapun padanya."

"Lalu?"

"Lalu apa? Kau membuatku pusing, oppa."

"Begitupun aku, Young. Aku tidak bisa tenang memikirkan keadaannya yang bisa memburuk setiap saat."

"Tapi..."

Gadis itu teringat sesuatu.

"Minggu depan aku akan ke Jepang dan akan berada disana selama dua minggu. Aku tidak mungkin bisa bertemu dengannya."

"Aku bisa mengaturnya setelah kau kembali kemari."

Oke, tidak lagi alasan yang bisa ia lontarkan. Hanya...

"Aku akan memikirkannya."

Dengan wajah tertunduk (lagi).

"Benarkah? Terima kasih, Young. Aku benar-benar memerlukan bantuanmu ini."

"Hmm. Sekarang bisakah kau pergi, oppa?"

"Pergi? Baiklah, aku akan pergi sekarang. Aku harap kau bersedia melakukannya."

Young Me hanya mengangguk dan mengikuti pria yang sudah berdiri dan berjalan ke arah pintu itu.

"Hubungi aku nanti, eoh?"

Hyukjae mendadak berhenti dan membuat gadis itu menabrak punggungnya.

"Ne, oppa. Pergilah !!"

Dia mendorong badan Hyukjae hingga melewati pintu dan membuat pria itu tertawa.

"Sampai jumpa."

Ucapnya dan segera menutup pintu, tidak membiarkan Hyukjae membalas ucapannya.

~

"Ne, oppa?"

Young Me menahan ponsel menggunakan pipi dan pundaknya sedang kedua tangannya sibuk menarik koper.

"Aku baru saja tiba, kami masih di bandara. Nanti saja kita bicaranya, eoh?"

Mata gadis itu mencari keberadaan Leeteuk yang berjalan mendahuluinya. Setelah menutup panggilan dari Donghae, dia memasukkan ponselnya ke tas dan bergegas menyusul sang kakak.

"Kau lama sekali."

Gerutu pria itu saat melihat adiknya yang baru muncul.

"Kenapa kau meninggalkan ku, oppa? Koper ku ini berat."

Dia cemberut dan menyodorkan kopernya ke Leeteuk yang tengah bersandar di pintu mobil.

"Berisik. Bukan aku yang menyuruhmu membawa barang sebanyak ini."

Walaupun menggerutu dia tetap membantu untuk memasukkan koper gadis itu ke bagasi.

"Kita langsung ke apartemen kan? Aku lelah."

"Hmm."

Leeteuk duduk di kursi kemudi dan menjalankan mobilnya.

"Mobil ini?"

"Salah satu karyawan perusahaan yang mengantarnya."

Young Me hanya mengangguk-anggukkan kepala dan fokus ke ponsel di tangannya.

"Kau tahu, Young? Aku bertemu Hyukjae tempo hari."

"Benarkah? Bertemu dimana?"

Gadis itu bersuara sedatar mungkin dan mengalihkan pandangan ke jendela mobil.

"Di restoran di dekat apartemen ku, saat itu kami sedang makan malam di sana."

"Hmm."

"Kau tidak pernah bertemu dengannya?"

Gadis itu terdiam. Tidak bagus sepertinya jika dia mengatakan kalau mereka sudah bertemu dan bahkan tengah merencanakan sesuatu.

"Tidak."

"Dan kau tidak ingin bertemu dengannya?"

"Tidak. Untuk apa?"

"Mungkin saja kau ingin menanyakan kenapa dia meninggalkanmu dulu."

"Itu sudah lama, oppa. Aku sudah melupakannya."

"Bagaimana jika tiba-tiba dia menemuimu, meminta maaf atas kesalahannya dan mengajakmu kembali?"

"Aku akan memaafkannya. Tapi untuk kembali? Tentu saja tidak. Aku sudah bersama Donghae oppa, kan?"

Ingin sekali rasanya memukul kepala pria disampingnya itu. Untuk apa dia menanyakan sesuatu yang dia sudah tahu pasti jawabannya.

"Tapi kau dulu sangat mencintainya, Young. Aku ingat betapa sedihnya dirimu saat dia meninggalkanmu dulu."

"Begitupun sekarang. Aku sangat mencintai Donghae oppa, dan aku yakin dia tidak akan meninggalkanku seperti apa yang Hyukjae oppa lakukan."

"Tapi-"

"Oppa !! Kenapa kau terus bertanya tentangnya? Kau ingin aku meninggalkan Donghae oppa lalu kembali bersamanya?"

"Hey, tentu saja tidak. Aku justru ingin memastikan kalau kau tidak berpaling dari kekasihmu dan kembali ke cinta pertamamu itu."

Young Me terdiam dan memilih untuk kembali memperhatikan jalanan. Walau bagaimanapun, ucapan Leeteuk memang benar. Hyukjae adalah cinta pertamanya, sekaligus orang pertama yang memberinya luka begitu dalam.

"Baiklah, maaf. Tidak perlu marah, aku hanya bertanya tadi."

Leeteuk mengusap pelan rambut sang adik.

"Ca, kita sampai."

Ucap pria itu kemudian.

Mobil mereka sudah memasuki basement sebuah gedung apartemen.

"Young, kau naiklah ke atas. Kau masih ingat passwordnya, kan?"

"Ne. Lalu kau ingin kemana?"

"Aku harus pergi dulu, hanya sebentar. Nanti aku akan membeli makanan untukmu, kau istirahat lah."

"Lalu koper-kopernya?"

"Aku akan mengurusnya nanti."

"Eoh, baiklah oppa."

Young Me turun dari mobil dan bergegas naik ke apartemen yang selalu mereka tempati saat pergi ke Jepang itu.

Gadis itu langsung merebahkan tubuhnya di kamar setelah berhasil membuka pintu depan, tangannya merogoh tas dan mengeluarkan ponsel lalu mendial nomor seseorang.

"Op- hey!! Kenapa berbicara sekencang itu?"

Dia sedikit menjauhkan ponsel dari telinga dan memilih untuk meaktifkan mode loud speaker.

"Aku rindu padamu, sayang."

Suara Donghae.

"Jangan berlebihan. Kita baru berpisah beberapa jam, oppa."

"Ya. Kita memang baru berpisah beberapa jam, baru 30 jam."

"Haish, itu salahmu sendiri. Bukankah aku mengijinkan jika kau ingin mengantarku ke bandara tadi?"
"Kau tahu ada meeting penting pagi tadi."

"Oleh karena itu sekarang jangan protes jika kau tidak bisa bertemu denganku."

"Aku tahu, tapi aku benar-benar rindu padamu, Young."

"Baiklah baiklah, aku mengerti. Apa yang sedang kau lakukan sekarang, eoh?"

"Aku sedang menandatangani beberapa berkas."

"Suaramu terdengar kecil, oppa."

Young Me menon-aktifkan mode loud speaker dan mendekatkan benda itu ke telinganya.

"Benarkah? Sebentar."

"Bagaimana?"

"Hmm, sudah. Lalu apa kau sudah makan siang?"

"Belum."

"Aish, selalu seperti itu. Makan sianglah dulu, jangan membuatku khawatir."

"Tenanglah, sayang. Aku akan makan siang setelah ini."

"Kau kan bisa meminta Ji Hyun membelikan sesuatu untukmu."

"Sahabatmu itu sedang cuti dan aku belum sempat mencari penggantinya."

"Cuti? Aku tidak tahu jika dia mengambil cuti."

"Kandungannya sudah hampir 8 bulan, kau tahu kan akhir-akhir ini sering ada meeting mendadak di luar kantor. Aku kasihan melihatnya harus mengikutiku kesana kemari bahkan harus bertahan di kantor hingga larut. Karena itulah aku memintanya mengambil cuti."

"Ehm, kau benar oppa. Lebih baik jika dia bisa berdiam di rumah sekarang. Lalu apa kau mengurus semua pekerjaanmu sendiri?"

"Tentu saja. Memang siapa lagi yang akan membantuku?"

"Kalau saja aku ada disana aku pasti bisa membantumu."

"Kalau saja kau ada disini aku pasti akan lebih bersemangat."

"Apa kau tidak bersemangat hanya dengan mendengar suaraku?"

"Tidak. Aku harus melihat dan menyentuh wajahmu agar semangatku kembali."

"Kalau begitu kemarilah."

Gadis itu tersenyum lalu menarik selimut menutupi sebagian tubuhnya.

"Kau menantangku? Baik. Aku akan kesana."

"Cih, jangan gila."

"Aku serius. Jangan terkejut jika kau menemukanku berdiri di depan pintu apartemen kalian beberapa jam lagi."

"Benarkah? Bagaimana jika oppa ku mengusirmu nantinya?"

"Dia tidak akan mengusirku."

"Mungkin saja. Bukankah aku kemari karena pekerjaan? Dia pasti akan berkata kalau kehadiranmu itu menggangguku."

"Hmm, apa dia benar-benar akan berkata seperti itu nanti?" Suara Donghae tiba-tiba terdengar ragu.

"Benar, kan? Kau tidak akan berani. Sudahlah, diam saja disana dan selesaikan pekerjaanmu."

Gadis itu mulai merasa lelah dan menutup pelan kedua matanya.

"Baiklah. Tapi aku akan sering menghubungimu, sayang."

"Hmm."

"Apa kau lelah? Suaramu melirih."

"Sepertinya begitu. Mataku sudah sangat berat sekarang, oppa."

"Kalau begitu tidurlah. Aku akan menghubungimu nanti."

"Ya, dan makan siangmu."

"Tenanglah. Aku sudah menyelesaikan pekerjaanku sekarang."

"Baiklah. Sampai nanti."

"Sampai nanti, sayang. Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu, oppa."

~

"Ya! Berhenti memandangi makananmu. Makan cepat."

"Aku tidak lapar, oppa."

"Kau bahkan tidak menyentuh makanan yang ku bawa tadi malam. Kegiatan kita padat hari ini, Young."

"Aku bisa makan nanti setelah kita kembali, oppa."

"Ada apa?"

Leeteuk meletakkan ponsel yang sedari tadi ia genggam.

"Apa?" Gadis itu balik menatapnya.

"Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu."

"Memikirkan apa?"

"Entahlah. Kau yang selalu melamun di kantor atau di dapur sejak dua hari yang lalu dan selera makanmu jadi hilang. Kenapa bertanya padaku?."

"Aku rindu Hyun Bin."

Young Me mengaduk-aduk minumannya.

"Alasan. Kau memiliki masalah dengan Donghae?"

"Tidak."

"Lalu?"

"Jika aku mengatakannya padamu kau berjanji tidak akan mengatakannya pada siapapun?"

"Kau pikir aku siapa? Kenapa memintaku seperti itu?"

"Haish, oppa! Tadi kau yang memintaku bercerita!"

"Haish, baiklah baiklah. Aku berjanji!"

"Aku bertemu Hyukjae dua minggu yang lalu. Dan, dia meminta bantuanku."

"Bantuan apa?"

Gadis itu menundukkan wajah, suara Leeteuk yang sedikit meninggi menciutkan nyalinya.

"Dia memintaku berpura-pura menjadi kekasihnya."

"Mwo? Kekasih? Berpura-pura? Maksudmu?"

"Kau tidak akan marah kan, oppa?"

"Kau ceritakan dulu, setelah itu aku akan menentukan aku marah atau tidak."

"Baiklah. Ibunya tengah sakit, dia menderita kanker stadium dua."

"Kanker stadium dua? Benarkah itu?"

"Oppa! Hyukjae oppa tidak mungkin mengada-ada tentang keadaan ibunya."

"Aku hanya bertanya, Young. Lanjutkan."

"Ajhuma sangat ingin Hyukjae oppa segera menikah, karena kau tahu kan oppa kanker stadium dua kecil kemungkinannya untuk sembuh. Dia takut tidak bisa melihat Hyukjae oppa menikah jika pria itu terus menundanya."

"Dan?"

"Karena dia tidak memiliki kekasih, dia memintaku untuk berpura-pura menjadi kekasihnya."

"Lalu kenapa dia hanya memintamu untuk menjadi kekasihnya? Kenapa dia tidak memintamu untuk menikah saja dengannya?"

"Jika dia memintaku menikah saat ini aku pasti sudah tinggal bersamanya di negara ini, oppa."

Young Me menampilkan wajah datar, berpikir tadi jika dia mengatakan yang sebenarnya maka sang kakak akan membunuhnya.

Namun saat ini justru gadis itu yang berkeinginan mengenyahkan pria di hadapannya sekarang.

"Lalu apa alasanmu membantunya?"

Leeteuk sedikit melonggarkan dasi yang ia kenakan.

"Kau tahu bagaimana perasaanku padanya, oppa."

"Kau masih menyukainya?"

"Bukan seperti itu. Tapi-"

"Sekarang apa dengan kau berpura-pura jadi kekasihnya keadaan ibunya akan membaik?"

"Setidaknya dia tidak akan memikirkan tentang pasangan Hyukjae oppa dan bisa fokus ke pengobatan."

"Lalu bagaimana kalian akan mengakhiri sandiwara kalian nanti?"

"Kami bisa mengatakan jika hubungan kami berakhir."

"Bagus sekali. Lalu bagaimana dengan kekasihmu?"

"Bagaimana apanya? Aku tidak mungkin mengatakan padanya, kan?"

"Aku bisa mengatakannya."

Leeteuk tersenyum seraya meraih ponselnya.

"Oppa, tolonglah."

"Tolong apanya? Kau mengatakan padaku kau tidak pernah bertemu dengannya, tapi sekarang kau bahkan memiliki rencana bersama pria itu. Aku tidak akan membiarkan dia membuat masalah dan menyakitimu seperti yang dilakukannya dulu."

"Aku berjanji hanya kali ini saja, dia tidak akan membuat masalah apapun. Aku hanya memikirkan keadaan ajhuma."

"Lalu jika dia mengetahui kebohongan kalian atau Donghae yang mengetahuinya, bagaimana?"

"Tidak akan. Dia akan memastikan ajhuma tidak mengetahui semua ini. Dan untuk Donghae oppa, selama kau tidak mengatakan apa-apa dia pasti tidak akan mengetahuinya."

"Baiklah. Aku akan tutup mulut untuk sekarang, tapi aku tidak akan bertanggung jawab atau membantumu saat ada masalah akibat rencana kalian ini."

Young Me mengangguk pasrah dan memandangi pria yang berdiri dan pergi meninggalkannya sendiri di tempat itu; di cafetaria kantor dimana mereka berkerja hingga minggu depan.

~

"Ada apa dengan kalian berdua?"

"Apa?"

"Setelah kembali dari Jepang kalian saling diam. Kau bahkan tidak pernah mengganggu oppamu lagi, Young."

"Tidak ada apa-apa, eonni."

Gadis itu membantu sang kakak ipar menyiapkan makanan dan menatanya di atas meja makan.

Hari ini mereka akan makan malam bersama di rumah keluarga Park.

"Benarkah? Apa kalian bertengkar?"

"Tidak. Dia saja yang menjauhiku."

Young Me meraih piring di tangan Hye Ri dan meletakkan di tempat seharusnya.

"Dia tidak mungkin menjauhimu jika tidak ada masalah."

"Tapi memang tidak ada apa-apa, eonni. Bukankah kami memang sering bertengkar?"

"Saat kalian bertengkar, kalian hanya akan berdebat dan setelah itu akan kembali berbaikan. Tapi kali ini? Kalian tidak saling menyapa. Itu terasa aneh bagiku."

"Tidak perlu memikirkan tentang itu, eonni. Suamimu memang aneh sedari dulu."

"Haish, aku serius bertanya padamu, nona Park."

"Aku tidak bohong. Tidak terjadi apa-apa, oppa mungkin hanya kesal saja karena aku sering melewatkan waktu makanku saat disana."

"Benarkah?"

"Benar."

"Baiklah. Aku percaya padamu."

"Aku akan memanggil Hyun Bin dan Leeteuk oppa."

Ucap gadis itu saat semua makanan sudah siap dan kedua orang tuanya sudah muncul.

~

"Noona?"

"Ya?"

Young Me mengalihkan pandangan dari televisi ke Hyun Bin yang menghampirinya.

"Temani Hyunnie bermain."

"Kau ingin bermain apa?"

"Ini."

Anak kecil itu mengangkat sebuah kotak berisi pesawat mainan.

"Baiklah. Kita bermain di halaman belakang, eoh?"

"Ne."

~

"Noona, ayo cepat."

"Sebentar, sayang. Noona tidak tahu bagaimana merangkai pesawat ini."

"Noona..."

Anak itu sudah mulai merengek. Membuat sang noona semakin kebingungan.

Sedari tadi dia berkali-kali membaca petunjuk yang tersedia lalu mencoba merangkai pesawat mainan milik Hyun Bin dan berkali-kali juga rangkaiannya salah.

"Ada apa?"

Sang penyelamat datang di saat yang tepat.

"Noona, tidak bisa membuat pesawatnya, appa."

Hyun Bin berdiri dan menghampiri Leeteuk yang tidak jauh darinya.

"Lalu kenapa meminta bantuan noonamu?"

"Eomma menyuruh Hyunnie bermain bersama noona."

"Benarkah? Bagaimana jika appa saja yang membuatnya untuk Hyunnie."

"Hmm."

Anak itu mengangguk dan menarik tangan Leeteuk agar mendekat ke tempat Young Me berada.

Pria itu lalu mulai merangkai tanpa bertatapan dengan sang adik, dia bahkan mengambil salah satu bagian pesawat yang berada di tangan Young Me tanpa mengucapkan apa-apa.

"Nah, sudah jadi."

Leeteuk menyodorkan pesawat yang sudah terbentuk sempurna ke Hyun Bin dan membiarkan anak itu bermain sendiri.

"Kau masih menemui mereka?"

Dia duduk disamping Young Me dan sesekali melirik ke arahnya.

"Mereka?"

"Hyukjae dan ibunya."

"Ya. Aku menemaninya saat check up di rumah sakit."

Gadis itu memilih fokus pada Hyun Bin daripada balik menatap Leeteuk.

"Sampai kapan kalian akan terus berbohong?"

"Entahlah."

"Aku melihatmu di kafe bersama mereka kemarin. Aku hanya membayangkan jika yang melihat kalian bukan aku tapi Donghae."

"Kau berniat memberitahunya?"

Young Me menoleh cepat dan menatap kesal sang kakak.

"Tidak. Aku ingin kau yang memberitahunya sendiri."

"Aku tidak akan mengatakan apa-apa. Aku tidak ingin membuatnya marah."

"Siapa? Hyukjae atau Donghae?"

"Tentu saja Donghae oppa."

"Kau tahu dia akan marah tapi kau tetap melakukannya."

"Aku ingin membantu, oppa! Hanya membantu!"

"Baiklah, baiklah. Aku hanya tidak ingin ikut menanggung resikonya."

Pria itu berdiri dan berlalu ke dalam, meninggalkan sang adik yang terdiam mencerna kata-katanya.


~TBC~
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar