Rabu, 07 September 2016

You & Me #1







Author : Reni Retnowati
Cast : Lee Donghae, Park Young Me, Lee Hyukjae, etc.
Length : Chapters
Genre : Romance

Happy reading!

`

Seorang gadis tengah membereskan ruang tamu apartemen saat terdengar suara bel dari pintu depan. Dia pun bergegas melihat siapa tamu yang datang melalui layar kecil di samping pintu.

"Ey, kenapa sepagi ini pria itu sudah muncul?"

Ucapnya sedikit menggerutu lalu menekan password apartemen dan menemukan seorang pria yang masih menggunakan kemeja putih lengkap dengan dasi dan jas hitam yang tersampir di pundak kiri, berdiri seraya tersenyum manis di hadapannya.

"Pagi, sayang."

"Apa yang kau lakukan di sini, eoh?"

Ucap gadis itu sedikit 'sangar'.

"Haruskah kau bertanya seperti itu pada kekasihmu sendiri?"

"Dan haruskah kau datang sepagi ini bahkan dengan pakaian kerjamu?"

Pria itu menundukkan wajah.

"Jadi kau mengijinkanku masuk atau tidak? Jika tidak, aku akan pulang saja."

Gadis itu menghembuskan nafas berat dan sedikit menggeser tubuhnya, tanda mengijinkan pria itu masuk.

"Terima kasih, nyonya Lee."

Ucapnya seraya tersenyum manis lalu berjalan masuk.

"Kenapa selalu memanggilku nyonya Lee, kau bahkan belum pernah melamarku."

Gadis itu menutup pintu dan mengikuti kekasihnya masuk ke dalam.

"Tidurlah di dalam, aku sedang membereskan tempat ini."

Ucapannya tidak digubris oleh pria yang merebahkan tubuh di sofa dan menutup wajah dengan bantal itu.

"Lee Donghae sajangnim, bisakah kau bangkit dari sofa dan pergi ke kamar?"

Gadis itu menghampiri Donghae dan meraih bantal yang ia gunakan.

"Aish, ayolah. Aku lelah sekali, biarkan aku tidur di sini."

"Tidur di dalam atau pergi dari apartemen ku sekarang."

Donghae segera bangun dan berjalan ke kamar dengan mata tertutup.

"Oh, astaga. Sabar Park Young Me, sepagi ini pria itu sudah mengujimu."

Gadis itu berusaha menguatkan dirinya sendiri. Dia lalu kembali melanjutkan kegiatannya, membereskan apartemen yang berantakkan karena kehadiran keponakannya tadi malam.

"Awas saja kau, oppa. Seenak hati pergi tanpa membereskan hasil perbuatan anakmu itu."

Young Me menggerutu seraya menatap figura di samping televisi berisi fotonya bersama seorang pria yang mengaitkan tangan kanan di pinggangnya.

Pria berlesung pipi yang terlihat tampan mengenakan kacamata itu adalah sang kakak, Park Jung Soo atau yang sering di panggil Leeteuk oleh keluarga dan teman-temannya.

Kemarin malam dia menitipkan Park Hyun Bin -anaknya- kepada Hye Ri karena dia dan istrinya mendadak harus pergi ke Busan karena urusan kerja, dan pagi tadi Hyun Bin sudah di jemput karena harus pergi sekolah.

"Huft, akhirnya."

Young Me meneguk segelas air seraya bersandar di pantry. Peluhnya sedikit bercucuran dan terlihat raut lelah di wajah cantiknya.

"Semua sudah selesai, kecuali..."

Semua sudut apartemen sudah bersih, pakaian dan perlatan dapur yang kotor pun sudah dicuci. Itu berarti tugasnya hanya tersisa satu.

"Memasak."

Seandainya tidak ada Donghae disana mungkin dia tidak perlu menyiapkan sarapan karena gadis itu tidak terbisa makan di pagi hari, tapi karena kekasihnya itu lagi-lagi harus lembur di kantor dan justru pulang kemari bukan ke apartemennya sendiri akhirnya membuat Young Me mau tidak mau harus menyiapkan keperluannya.

"Apa yang harus ku buat?"

Tanyanya seraya melihat-lihat isi lemari pendinginnya.

"Sup? Dia tidak akan memakannya. Nasi goreng? Terlalu sederhana. Baiklah."

Tangannya meraih bungkusan berisi saus untuk pasta dan kemudian mengambil pastanya di lemari kecil di atas pantry.

Perlu waktu sekitar 10 menit untuk menyiapkan dua porsi pasta dan juga minuman.

Setelah meletakkan semuanya di meja makan, dia bergegas ke kamar dan membangunkan Donghae yang tidur dengan posisi tidak beraturan, jasnya pun tergeletak tak berdaya di atas lantai.

"Selalu saja berantakan."

Diambilnya jas itu dan diletakkan ke atas sofa di pojok kamar.

"Oppa, bangunlah."

Gadis itu duduk di pinggir ranjang dan sedikit menggeser tangan pria itu agar tidak terduduki olehnya.

"Hmmm."

"Bangun, aku sudah menyiapkan makanan untukmu."

Young Me mengusap rambut Donghae saat pria itu menggeser badan dan meletakkan kepala ke atas pangkuannya.

"Nanti saja."

Suaranya terdengar serak dan sedikit terredam karna wajahnya menghadap ke bawah.

"Jangan seperti itu, kau harus sarapan. Apa kau tidak kembali ke kantor?"

"Tidak."

"Lalu kenapa pulang kemari, kau kan bisa istirahat diapartemenmu?"

"Nnggh."

Donghae bergerak mencari posisi yang nyaman. Kepalanya masih di pangkuan sang kekasih dengan tangan kanan yang melingkar di belakang gadis itu.

"Baiklah, tidak perlu di jawab. Kau pasti akan mengatakan 'Ini kan apartemen kekasihku, jadi aku berhak untuk datang kemari kapanpun aku mau'"

Young Me mengingat betul kalimat yang selalu diucapkan Donghae ketika pria itu seenaknya datang bahkan tanpa memberi kabar sebelumnya.

Dia sering membuatnya terbangun tengah malam saat harus lembur dan pulang larut, pria itu akan lebih memilih pergi ke tempat itu dibanding ke apartemennya sendiri.

"Sekarang bangunlah dulu. Cepat makan, agar aku bisa cepat mandi."

"Mandilah jika kau ingin mandi."

"Lalu setelah mandi aku harus membersihkan dapur lagi begitu? Ey, tidak mau."

"Kau terlalu berlebihan."

Donghae bangkit dan mengacak-acak rambutnya.

"Aku lelah, oppa. Kau tidak tahu betapa berantakkannya tempat ini karena Hyun Bin."

"Bukankah biasanya anak itu selalu diam dan tidak nakal?"

"Entahlah, dia jadi cerewet dan susah di atur."

"Dia sudah besar, wajar jika sedikit nakal."

"Aku tahu, tapi Leeteuk oppa juga tidak berniat membantu membersihkan ruang tamu. Dia selalu saja seperti itu."

Gadis itu mengerucutkan bibir dan terlihat sedikit raut lelah di wajahnya.

"Haish, kasihan sekali kau. Kemarilah."

Donghae menarik tangan Young Me dan memeluknya.

"Maaf aku tidak membantumu tadi."

Gadis itu mengangguk dan mengeratkan pelukan Donghae, merasa nyaman dalam dekapan pria itu.

"Aku tahu kau lelah, oppa. Maaf karena aku tadi mengusirmu dari ruang tamu, eoh."

Perkataannya itu membuat Donghae terkekeh.

~Hening~

"Aku merindukanmu, sayang."

Donghae mengusap-usap punggung Young Me.

"Ehm? Kita kan sering bertemu."

"Aku tahu, tapi maksudku saat-saat seperti ini yang aku rindukan."

"Benarkah? Tapi bukankah kau selalu mengacuhkanku beberapa hari ini?"

"Aku? Mengacuhkanmu? Kapan?"

"Tempo hari kau tidak menghubungiku sama sekali, aku berkali-kali mencoba meneleponmu tapi tidak kau angkat."

Donghae melepas pelan pelukannya.

"Lalu kemarin kau hanya mengirim pesan dan saat aku membalasnya kau tidak merespon."

Donghae memperhatikan gadisnya yang asik mengoceh seraya menatap ke arah ranjang itu.

"Dan pagi ini tiba-tiba kau datang tanpa memberitahuku, ya walaupun kau memang selalu datang seperti itu."

Donghae terkekeh lalu menangkup kedua pipi kekasihnya.

"Sudah selesai?"

Gadis itu tersenyum menampilkan deretan giginya.

"Maaf. Aku sangat sibuk dan benar-benar tidak sempat menghubungimu, saat kau menelepon aku sedang meeting. Dan untuk pesan itu, aku berniat mengajakmu makan siang tapi ternyata ada meeting mendadak, jadilah rencana itu batal."

"Menyebalkan."

"Maaf, sayang. Karena itulah setelah pekerjaanku selesai aku langsung kemari tadi pagi karena aku tahu kalau kau pasti sangat rindu padaku."

"Pekerjaanmu baru selesai tadi pagi?"

"Ya. Dan benar kan jika kau rindu padaku?"

"Tidak. Lalu kau tidak melewatkan makan malam mu, kan?"

"Menghubungimu saja aku tidak sempat apalagi makan. Jujurlah saja jika kau merindukanku."

"Berhenti mengatakan itu, oppa! Sekarang katakan, kau makan malam atau tidak?"

Donghae terdiam dan tersenyum jahil.

"Aku rindu sifat cerewetmu, Young-ah."

"Aish, jawab pertanyaanku !!"

Young Me meraih bantal dan memukulkannya ke tubuh Donghae.

"Hey hey, sayang!" Pria itu segera merebut bantal di tangannya.

"Jangan marah, aku bukan sengaja melewatkan jam makan ku. Aku benar-benar tidak sempat. Lagipula aku tidak merasa lapar."

Young Me hanya menatap datar dan bergegas bangkit.

"Pergilah ke dapur, cepat makan."

"Lalu kau ingin kemana?"

Dia menahan tangannya saat gadis itu berniat pergi.

"Mandi."

"Kau marah?"

"Tidak."

"Kau marah."

Tegasnya, lalu ikut bangun dan menarik kekasihnya itu keluar kamar.

"Temani aku makan."

Ucapnya lalu membuat gadis itu duduk di sampingnya.

"Pastanya sudah dingin."

Ekspresinya tetap datar.

"Tidak apa."

Donghae menyuapkan pasta ke mulutnya seraya tetap menatap sang kekasih.

"Buka mulutmu."

Pria itu berniat menyuapinya.

"Tidak."

"Makanlah atau aku akan menyuapimu menggunakan mulutku."

Ancaman yang sedikit 'aneh' itu berhasil membuat Young Me membuka mulutnya.

"Sekarang kau baru boleh mandi, setelah itu kita akan pergi."

"Kemana?"

"Entah, aku hanya ingin pergi denganmu."

"Tapi aku tidak ingin pergi kemana-mana."

"Benarkah? Apa kau yakin? Jika kita tetap di sini aku khawatir akan ada hal yang tidak kau inginkan terjadi."

"Eoh, hal apa? Kau sering berada disini dan tidak pernah ada yang terjadi."

Young Me menuangkan air dan menyodorkannya ke Donghae.

"Tapi tidak kali ini."

Pria itu tersenyum jahil lalu melanjutkan makannya. Sedang sang kekasih, menghembuskan nafas berat dan berdiri lalu berjalan ke kamar.

~

"Oppa, kau sedari tadi berputar-putar saja. Kau benar-benar tidak memiliki tempat tujuan, eoh?"

Young Me memperhatikan jalanan yang terlihat dari jendela mobil, jalanan yang sudah dua kali mereka lewati.

"Tidak. Aku kan sudah mengatakan padamu tadi."

"Lalu? Kenapa kita tidak berhenti saja di taman yang kita lewati tadi?"

"Kau ingin kita kesana?"

Donghae mencium tangan Young Me yang memang sedari tadi ia genggam.

"Daripada seperti ini. Lebih baik kita berhenti dan pergi kesana kan?"

"Baiklah."

Pria itu memutar arah lalu berhenti di taman yang dimaksud kekasihnya.

Donghae mengedarkan pandangan dan melihat cafe kopi di seberang taman.

"Ingin kopi?"

"Ehm? Boleh."

"Baiklah, kau duduklah dulu disana."

Pria itu menunjuk sebuah bangku di tengah-tengah taman.

"Aku akan membelinya dulu."

"Ne."

Young Me berjalan menghampiri bangku yang di tunjuk Donghae tadi. Setelah duduk gadis itu memperhatikan sekumpulan anak laki-laki yang tengah bermain bola di pojok taman, mereka terlihat senang dan gembira.

Gadis ini pun ikut terseyum saat melihat mereka bersorak karena berhasil mencetak gol.

Pandangannya tiba-tiba terhenti pada seorang pria yang ikut bermain bersama mereka. Senyumannya menghilang dan tampak raut kaget dari wajah cantiknya.

"Hyukjae oppa?"

Pria itu adalah pria yang sempat menjadi bagian dalam hidupnya.

Pria yang dulu sangat ia cintai sebelum akhirnya pria itu lebih memilih untuk pergi bersama wanita lain lalu menghilang bak ditelan bumi, meninggalkan luka yang cukup mendalam untuknya.

Dan setelah lebih dari lima tahun, dia kembali melihat pria itu. Menghindari perasaan sakit yang bisa kembali muncul Young Me memilih untuk menunduk dan menyibukkan diri dengan ponselnya.

Dia tidak menyadari Hyukjae dan beberapa anak yang berhenti bermain dan berjalan melewati tempatnya duduk. Dan saat pria itu melewatinya.

"Young-ah?"

Dia mengenalinya.

"Kau Park Young Me kan?"

Young Me sedikit shock mendengar suara dan melihat kaki pria itu yang berada di hadapannya. Dia segera mengangkat kepala dan memasang ekspresi terkejut.

"Eoh? Oppa?"

Hyukjae tersenyum dan memberitahu anak-anak yang tengah menunggunya agar pergi duluan dan berjanji akan menyusul mereka nanti.

"Lama tidak berjumpa."

"Ya."

Hyukjae kemudian duduk di samping gadis itu.

"Siapa anak-anak tadi?"

"Sepertinya mereka berasal dari panti asuhan yang berada di belakang taman ini. Kebetulan saja aku ingin bermain bola bersama mereka."

"Ah, benarkah? Lalu bagaimana kabarmu, oppa?"

Gadis itu berusaha setenang mungkin, menyembunyikan detak jantungnya yang semakin cepat.

"Baik. Kau sendiri?"

"Aku juga baik."

"Hmm."

~hening~

"Maaf."

Kata itu tiba-tiba meluncur dari bibir Hyukjae.

"Ne? Untuk apa?"

Tanyanya berusaha senormal mungkin.

"Kau tahu untuk apa."

"Itu sudah lama, oppa. Lupakan saja."

Young Me mengalihkan pandangan ke arah lain, dalam hatinya gadis itu berharap agar Donghae cepat datang dan membawanya pergi dari tempat itu.

"Aku tahu. Tapi tetap saja aku harus meminta maaf padamu. Aku telah melakukan kesalahan besar dengan meninggalkanmu dan pergi bersama Hye Soo yang ternyata tidak lebih baik darimu."

"Benarkah? Tapi dia yang terbaik menurutmu saat itu."

Sifat gadis itu berubah jadi dingin.

"Ya, aku salah. Aku telah salah menilainya. Aku mengikuti keinginannya untuk pergi dan tinggal di Paris, namun setelah dua tahun berjalan dia mencampakkanku begitu saja."

"Sama seperti apa yang sudah kau lakukan padaku kan?"

Hyukjae sedikit terkejut dengan perubahan gadis itu. Young Me dulu sangat ramah dan lembut, gadis itu begitu penyabar dan pemaaf.

Sebesar itukah luka yang ia buat hingga mengubah gadis berhati hangat ini menjadi seseorang yang dingin? Pria itu memberanikan diri menggenggam tangan Young Me dan membuat gadis itu sedikit terkejut.

"Maafkan aku, Young-ah. Aku benar-benar menyesal. Dan... aku ingin kita memulainya lagi dari awal."

Young Me melebarkan matanya. Bagaimana bisa pria itu mengatakan hal seperti itu?

"M-maaf, oppa."

Dia menarik tangannya.

"Aku tidak bisa."

"Kenapa? Apa kau tidak bisa memaafkanku? Aku akan berubah, Young. Aku berjanji."

"Bukan, bukan seperti itu. Tapi-"

"Ada orang lain?"

Sergahnya cepat.

"Ne?"

"Apa kau sudah memiliki kekasih?"

"Kalaupun tidak ada orang lain, aku belum tentu bisa menerimamu, oppa."

"Sudahlah, oppa. Aku harus pergi."

Gadis itu berdiri dan berniat pergi sebelum tangannya ditahan oleh Hyukjae.

"Ayolah, Young. Aku mohon."

"Oppa, tolonglah."

Gadis itu menarik tangannya sedikit kasar.

"Aku ingin kau memikirkannya lagi."

Hyukjae ikut berdiri dan berniat untuk meraih tangan gadis itu lagi.

"Young?"

Donghae tiba-tiba muncul dan membuat Hyukjae mengurungkan niatnya.

"Kau kemana saja?"

Gadis itu bertanya dengan suara lirih.

"Ada apa?"

Tanyanya lagi.

"Tidak."

Gadis itu tersenyum paksa dan mengambil kopi yang ada ditangan kekasihnya itu.

"Oppa, kenalkan dia Hyukjae oppa."

Ucapnya seraya menatap Hyukjae.

"Donghae."

Dia segera mengulurkan tangan kanannya menjabat tangan Hyukjae sedangkan tangan kirinya melingkar di pinggang sang kekasih.

" Hyukjae. Aku seniornya di kampus."

Ucap Hyukjae saat menyadari kalau pria dihadapannya itu adalah kekasih Young Me.

"Baiklah, aku sepertinya harus pergi. Senang bertemu lagi denganmu Young, dan senang berkenalan denganmu Donghae-ssi."

Hyukjae memaksakkan senyumannya, mencoba menghilangkan perasaan sakit hati yang dia rasakan.

"Ya, senang juga berkenalan denganmu Hyukjae -ssi."

Donghae tersenyum ramah, sementara Young Me hanya menundukkan wajah.

Setelah Hyukjae menghilang dari hadapan mereka, Young Me melepaskan pelukkan tangan Donghae di pinggangnya.

"Kenapa lama sekali?"

Ucapnya sedikit geram.

"Maaf, banyak sekali pembeli di cafe tadi dan aku kan harus mengantri. Apakah aku selama itu?"

"Aish, kau sangat sangat sangat lama."

Gadis itu memukul lengan Donghae dan segera duduk.

"Hey, kau marah? Memangnya ada apa?"

"Aku bosan menunggumu."

"Ey, kau bukan seseorang yang mudah bosan saat menunggu."

Young Me hanya diam dan memilih untuk meneguk kopinya.

"Apa karena pria tadi?"

"Tidak. Aku hanya kesal karena kau begitu lama, padahal kau kan hanya membeli kopi. Aku tidak suka sendirian disini."

Gadis itu kembali meneguk kopinya.

"Hanya karena itu? Bukan karena kau merindukanku?"

Young Me berusaha untuk menahan senyumannya mendengar perkataan Donghae.

"Tidak. Kita hanya tidak bertemu sekitar 10 menit, untuk apa aku merindukanmu?"

"Ey, jangan berbohong."

Pria itu berusaha menggoda sang kekasih dengan tetap berusaha membuat wajahnya berhadapan dengan gadis itu, dia tahu kalau Young Me tengah menahan agar tidak tersenyum.

"Benarkan, sayang?"

"Oppa, berhentilah menggangguku."

Young Me tertawa lalu mendorong tubuh Donghae agar menjauh dan membuat pria itu ikut tertawa.

~

"Young?"

"Hmm?"

Gadis itu terlalu fokus dengan ponselnya, bahkan sedari mereka sampai di apartemen tadi dia tidak berniat untuk melihat pria yang tengah cemberut di sampingnya itu.

"Apa yang kau lakukan? Kau ingin balas mengacuhkanku, eoh?"

"Tidak. Memangnya aku mengacuhkanmu?"

"Sedari tadi, sayang. Sedari tadi kau mengacuhkanku. Kau hanya fokus ke ponselmu itu."

"Kenapa kau berubah jadi manja seperti ini, oppa? Aku bahkan tidak pernah protes saat kau sibuk bermain game."

"Aku merindukanmu, sayang. Jadi bisakah kau berikan perhatianmu padaku saat ini?"

"Aku memperhatikanmu."

"Kau tahu bukan itu maksudku."

"Aish."

Young Me mengerucutkan bibir dan meletakkan ponsel ke atas meja di depannya. Gadis itu menggeser posisi duduk dan menatap Donghae.

"Ada apa? Kau ingin sesuatu?"

"Tidak."

Donghae segera merebahkan tubuh dan memanjangkan kaki lalu meletakkan kepalanya di pangkuan Young Me.

"Kau lelah? Seharusnya kan kita tidak perlu berkeliling tadi, kita bisa saja langsung pulang kan?"
Donghae memejamkan mata menikmati usapan di kepalanya.

"Tidak, aku tidak lelah. Kau selalu bisa menghilangkan lelahku."

"Kau berusaha merayuku?"

"Tidak, aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Karena itulah aku lebih suka pulang kemari dibanding pulang ke apartemen."

"Bukankah karena kau ingin ada yang menyiapkan semua keperluanmu?"

"Yaa, karena itu juga."

Young Me mencubit pelan perut Donghae.

"Apa kau merasa terganggu saat aku datang tengah malam kemari?"

"Sedikit."

Jawab gadis itu seraya menggunakan tangannya.

"Benarkah? Maaf, eoh?"

Donghae bangkit dan membuat wajahnya dan Young Me berhadapan. Pria itu menggunakan tangan kiri yang ia letakkan di samping kanan paha sang kekasih itu untuk menopang tubuhnya.

"Tidak, aku hanya bercanda. Aku tidak pernah merasa terganggu karenamu, oppa."

Young Me sedikit merapikan rambut Donghae yang berantakkan.

"Walaupun aku selalu datang tiba-tiba?"

"Ya. Mungkin dulu aku merasa kesal tapi tidak sekarang. Aku sudah terbiasa."

"Kau memang calon istri ku yang sangat baik."

"Berhenti mengatakan itu."

"Memangnya kenapa?"

"Kau bahkan selalu menghindari pembicaraan tentang pernikahan, tapi kau suka sekali memanggilku dengan sebutan calon istrimu atau Nyonya Lee."

"Kita akan membicarakan itu disaat yang tepat, dan untuk panggilan itu aku hanya ingin menggodamu. Maaf jika kau tidak suka."

"Bukannya aku tidak suka, hanya saja kau terkesan selalu bercanda dan tidak berniat serius denganku."

"Hey, jika aku tidak serius padamu lalu apa artinya 3 tahun yang sudah kita lalui selama ini?"
"Aku kan hanya mengatakan apa yang ku pikirkan, maaf."

Young Me menunduk dan membuat keningnya menempel pada dagu Donghae.

"Kenapa meminta maaf? Aku tidak marah padamu."

Pria itu mengangkat wajah Young Me dan menatap matanya.

"Aku mencintaimu dan aku bisa memastikan kau akan menjadi istriku. Tapi aku ingin kau bersabar sebentar, aku harus menyiapkan segalanya karena ini akan menjadi moment yang paling berharga untuk kita berdua."

Gadis itu mengangguk.

"Aku mengerti."

"Kau tahu aku berniat serius pada hubungan kita."

"Aku tahu."

Donghae memperhatikan Young Me yang kembali menundukkan wajahnya.

"Sayang?"

"Hmm?"

~chu~

Donghae mengecup singkat bibir Young Me saat gadis itu mengangkat wajahnya. Tindakannya yang mendadak membuat sang kekasih sedikit terkejut. Tangan kanannya menyentuh tengkuk Young Me dan menekannya pelan lalu kembali mencium bibir ranum gadis itu.

Ciuman mereka langsung terlepas saat Donghae mengangkat tangan kiri yang sedari tadi dia gunakan sebagai penopang dan membuatnya hampir terjatuh kebelakang. Beruntung Young Me dengan sigap menarik badan pria itu.

Melihat wajah satu sama yang lain yang tampak terkejut membuat mereka berdua terkekeh.

"Lagi."

Donghae memajukan kembali wajahnya.

"Eits, sudah."

Pergerakkannya tertahan oleh tangan gadis itu.

"Baiklah."

Suara Donghae melirih, dan kembali ke posisi berbaringnya. Dia memainkan ponsel Young Me yang ia ambil dari atas meja, sedang gadis itu meraih remote televisi yang berada di sofa dan menyalakannya.

"Eoh, apa ini?"

"Apa?"

Pria itu sepertinya menemukan sesuatu di ponsel kekasihnya itu.

"Ini schedule mu untuk kapan?"

Dia menampilkan layar ponsel yang menunjukkan daftar kegiatan yang akan dilakukan gadis itu di Jepang.

"Untuk minggu depan."

"Selama dua minggu?"

"Ne."

"Kenapa kau tidak memberitahuku?"

"Eoh, aku belum memberitahumu?"

"Kau sengaja?"

"Tidak. Aku lupa, maaf."

"Kau akan pergi selama itu dan berniat untuk tidak memberitahuku?"

Suara Donghae meninggi, menunjukkan kalau pria itu merasa sedikit kesal. Dia juga bangkit dan duduk menghadap kekasihnya.

"Ey, aku benar-benar lupa. Aku kan sudah minta maaf."

"Aish, memangnya perlu pergi selama itu? Lagipula kau kan general manager, bukan sekretaris."

"Kau ini seperti tidak mengenal bagaimana Leeteuk oppa saja, dia membawaku agar ada yang mengurusnya disana."

"Mengurusnya?"

"Kau kan tahu kami tinggal di apartemen, bukan di hotel. Jadi aku yang harus menyiapkan semua keperluannya."

"Hye noona?"

"Ini urusan kerja, oppa, bukan liburan. Jika Hye eonni pergi lalu siapa yang akan mengurus Hyun Bin? Lagi pula ini kan pekerjaanku."

"Ya, tetap saja, Young."

"Bukankah aku sudah sering pergi keluar karena pekerjaan dan kau tidak pernah protes. Kenapa sekarang kau tiba-tiba kesal, oppa?"

"Itu karena biasanya kau hanya pergi 1 sampai 3 hari saja. Tapi kali ini?"

"Ini proyek besar, perusahaan benar-benar harus mendapatkannya."

"Tapi-"

"Sudah, berhenti bicara. Kau mulai berisik, oppa."

Young Me bangkit dan berjalan ke kamar.

Sedang pria itu hanya cemberut lalu kembali merebahkan tubuhnya di sofa.

~

"Sayang?" Donghae mengetuk pintu kamar seraya fokus ke ponselnya.

"Hmm?"

Gadis itu muncul beberapa saat kemudian dengan earphone yang terpasang di telinga kiri.

"Kau sedang tidur?"

Tanyanya saat melihat rambut Young Me yang sedikit berantakkan.

"Ne. Ada apa?"

"Aku harus pergi."

"Kau ingin pulang?"

Gadis itu melirik jam dinding di kamarnya. Pukul 2.

"Ingin ku siapkan makan siang dulu?"

"Tidak, aku harus menjemput Donghwa hyung di bandara. Nanti mungkin kami akan makan siang di rumah."

"Dia sudah datang?"

"Ya, baru saja dia menghubungiku."

"Kalau begitu cepatlah pergi. Kasihan kalau oppa harus menunggu."

"Ey, tadi kau menahanku sekarang kau malah mengusirku."

"Hehe, aku kan tidak tahu jika kau harus menjemput Donghwa oppa."

"Hm, baiklah."

Donghae maju lalu mencium bibir kekasihnya.

"Aku akan menghubungimu, nanti. Kembalilah tidur."

"Hati-hati."

Donghae tersenyum lalu segera keluar dari apartemen sedang gadis itu memilih untuk pergi ke dapur dan mengambil segelas air. Saat tengah meminum airnya terdengar suara bel dari pintu depan.

"Pasti ada barang yang tertinggal."

Ucapnya menggerutu mengingat sifat Donghae yang pelupa.

Dan begitu pintu apartemen terbuka, tamu yang muncul bukanlah Donghae.

"Oppa?"

"Hai, Young."

"Bagaimana kau tahu apartemenku?"

"Bukan hal yang sulit untuk mengetahuinya. Apa aku boleh masuk ke dalam?"

"Ne? Bo-boleh, tentu saja boleh. Tapi..."

Young Me menjulurkan kepala dan memeriksa lorong apartemennya. Pria ini muncul kurang dari satu menit setelah Donghae keluar. Tidak mungkin kalau mereka berdua tidak berpapasan.

"Tapi apa?"

Suara lantang pria itu menyadarkan lamunannya.

"Tapi... aku harus pergi, Hyukjae oppa. Aku ada janji dengan seseorang."

Bohong.

"Benarkah? Janji dengan kekasihmu?"

"Ne."

Jawab gadis itu cepat.

"Lalu kenapa aku bertemu dengannya tadi di lift? Jika kalian sedang ada janji, lalu kenapa dia pergi?"

Benar. Mereka sempat bertemu tadi. Lalu kenapa Donghae tidak kembali jika mengetahui pria ini mengunjunginya?

"Kau berniat mengusirku, kan?"

Tebaknya.

"Bukan seperti itu, oppa. Hanya saja, baru beberapa jam yang lalu kita bertemu lalu untuk apa lagi kau datang kemari?"

Dia cukup berusaha untuk menunjukkan kalau dia merasa terganggu dengan kehadiran pria itu.

"Ada yang ingin ku bicarakan."

"Hal yang sama seperti di taman tadi?"

"Tidak."

Young Me terlihat tengah berpikir. Dia benar-benar ingin menghindar dari Hyukjae .

"Baiklah, hanya 10 menit, eoh?"

"10 menit."

Hyukjae menampilkan ke-sepuluh jarinya.

Gadis itu lalu membuka lebar pintu apartemen dan membiarkannya masuk ke dalam.

"Ingin ku buatkan sesuatu?"

Tawarnya kemudian setelah melihat pria itu duduk di sofa.

"Tidak perlu, bukankah waktunya hanya sebentar?"

"Baiklah."

Young Me duduk di sofa yang berhadapan dengan Hyukjae.

"Langsung saja, aku ingin meminta bantuanmu."

"Bantuan? Bantuan apa?"

"Eomma ku sedang berada di Jepang. Dia sedang sakit dan berobat disana."

"Sakit? Sakit apa, eoh?"

Young Me yang tengah mencari remote televisi segera mengalihkan pandangan ke arah Hyukjae.

"Dia menderita kanker. Stadium dua."

Suaranya melirih.

"Mwo? Bukankah dia baik-baik saja saat aku melihatnya tahun lalu?"

Dia mengingat saat tanpa sengaja bertemu dengan wanita itu di cafe yang biasa dia kunjungi.

"Aku tidak tahu, Young. Dia menyembunyikan sakitnya dari kami semua dan baru memberitahunya empat bulan yang lalu."

"Astaga, kasihan sekali. Lalu?"

"Dia terus saja mengatakan kalau waktunya sudah tidak lama lagi dan memaksa ku untuk cepat menikah."

Gadis itu memicingkan mata, merasa akan ada hal yang tidak menyenangkan terjadi.

"Aku tidak tahu bagaimana cara untuk menenangkannya. Aku tidak memiliki kekasih jadi aku tidak mungkin menikah dalam waktu dekat ini."

Young Me melihat ponselnya yang bergetar dan membuka pesan yang masuk. Dari Donghae, berisi :

"Apa Hyukjae datang berkunjung? Aku bertemu dengannya di lift tadi."

Dia segera mengetik pesan balasan.

"Tidak."

Balasnya.

"Dia terus memaksaku dan mengatakan aku harus membawa seseorang yang akan menjadi istriku saat dia kembali kemari nanti."

Hyukjae melanjutkan cerita saat gadis itu kembali menatapnya.

"Lalu kapan dia akan kembali?"

"Minggu depan. Untuk itu, aku benar-benar memerlukan bantuanmu."

"Kau tidak akan memintaku untuk menikah denganmu, kan?"

"Kalaupun aku memintanya kau juga pasti akan menolaknya, kan?
"
"Tentu saja."

Jawab gadis itu cepat.

Hyukjae menghembuskan nafas berat.

"Aku hanya ingin kau berpura-pura menjadi kekasihku agar dia merasa tenang dan keadaannya bisa cepat membaik."


~TBC~
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar